BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Pengertian Proses Sosial Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan gambaran aksi seseorang atau sekelompok orang yang mendapat reaksi dari pihak lainnya. Aksi dan reaksi tersebut disederhanakan dalam satu konsep yang disebut interaksi sosial atau lebih tepatnya antar-aksi.

Interaksi sosial merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis, artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. Kemungkinan yang muncul apabila satu manusia berhubungan dengan manusia yang lainnya adalah;

  • Hubungan antara individu satu dengan individu lainnya,
  • Individu dan kelompok, atau
  • Kelompok dengan kelompok.

Interaksi sosial apabila dua pihak bertemu, saling bertegur sapa, berjabat tangan, berbicara, bahkan termasuk apabila sampai terjadi pertengkaran, perkelahian dan sebagainya. Artinya, dari peristiwa-peristiwa tersebut ada salah satu pihak yang memberikan aksi dan pihak yang lain memberikan reaksinya, kemudian dimulailah kegiatan antara aksi dan reaksi tersebut.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antar kelompok tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.

Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi juga di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih nyata ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Jika antar kelompok terdapat kesamaan-kesamaan tertentu, maka akan terjadi kerja sama antar kelompok sosial. Sebaliknya, jika di antara kelompok-kelompok tersebut terdapat beberapa pebedaan, maka kemungkinan akan terjadi konflik antar kelompok sosial.

Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak jika terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin terjadi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan tersebut.

Interaksi sosial merupakan kegiatan manusia dengan manusia, bukan manusia dengan benda mati, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian selama aksi dan reaksi tersebut tidak terjadi antara manusia dengan manusia lainnya, maka aktivitas tersebut tidak dapat didefinisikan sebagai interaksi sosial.

Interaksi sosial antar individu dapat saja terjadi hubungan antara dua orang individu, misalnya hubungan tersebut berupa obrolan-obrolan, dua siswa bersama mengerjakan tugas, dan seorang siswa yang mendiskusikan pelajaran dengan gurunya. Sedangkan interaksi antara individu dengan kelompok terjadi antara satu orang sebagai salah satu pihak dengan suatu kelompok di pihak lainnya, misalnya seperti seorang dosen yang sedang memberi kuliah kepada mahasiswanya atau seorang pelatih sepak bola yang memberikan instruksi kepada tim asuhannya.

Biasanya interaksi sosisal antar kelompok dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan antar kelompok. Misalnya seperti kelompok mahasiswa yang melakukan demonstrasi kepada DPR karena ada alasan tertentu.

Dengan demikian, dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan suatu hubungan yang dinamis antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok dalam bentuk kerja sama, persaingan maupun pertikaian.

Jika interaksi sosial masih berdasarkan nilai dan norma yang berlaku, maka interaksi sosial tersebut dikatakan sebagai interaksi sosial yang normal. Sebaliknya, jika interaksi sosial sudah keluar dari batasan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, maka interaksi sosial tersebut dapat dikatakan interaksi tidak normal.

Terdapat beberapa kriteria agar hubungan antar manusia dapat dikatakan sebagai interaksi sosial, bukan hanya sebatas hubungan timbal balik antar manusia saja. Beberapa kriteria tersebut adalah sebagai berikut;

  1. Harus ada pelaku yang jumlahnya lebih dari satu, hal ini merupakan syarat mutlak, karena interaksi sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang individu saja.
  2. Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol berupa suara, gerakan, isyarat, tulisan, atau tanda tertentu sehingga dari kedua belah pihak saling menafsirkan apa maksud dari pihak yang lainnya.
  3. Ada dimensi waktu, yaitu lampau kini dan mendatang yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung.
  4. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pengamat

 

  1. Unsur-unsur dalam Interaksi Sosial
  2. Tindakan Sosial

Tindakan dari manusia dipahami melalui sudut pandang perilakunya. Tindakan manusia merupakan perbuatan perilaku atau aksi yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan manusia mempunyai tujuan yang sangat beragam dan kompleks. Tindakan manusia sebenarnya tidak jauh dari aktivitas yang saling memberikan aksi dan interaksi.

Tindakan sosial merupakan tindakan yang berhubungan dengan orang lain baik antar individu maupun antar kelompok. Hal ini kemudian memunculkan pemahaman bahwa tidak semua tindakan manusia termasuk tindakan sosial, karena yang dimaksud dengan tindakan sosial dibatasi dengan syarat bahwa tindakan tersebut mendapatkan respon ataupun reaksi dari pihak lainnya. Seorang ahli, yakni Max Weber, berpendapat tentang batasan tindakan sosial, yakni ‘tindakan seorang individu yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat’.

 

 

Tindakan manusia dibedakan dalam dua macam :

  1. Tindakan yang terorganisasi

Tindakan ini dilatarbelakangi oleh seperangkat kesadaran sehingga apa yang dilakukannya didorong oleh tingkat kesadaran yang berasal dari dalam dirinya.

  1. Tindakan yang dilakukan tanpa kesadaran

Tindakan refleks yang tidak dikategorikan tindakan sosial, sebab tindakan itu tidak terorganisasi melalui kesadaran diri.

Beberapa hal yang mempengaruhi proses terbentuknya tindakan terorganisasi manusia diantaranya;

  1. Imitasi

Imitasi merupakan tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di sekitarnya. Imitasi banyak dipengaruhi oleh tingkat jangkauan inderanya, yaitu sebatas yang dilihat, didengar, dan dirasakan.

Sejak lahir manusia mengimitasikan diinya sendiri, seperti mengulang kata-kata melalui mulutnya, mengucapkan lafal-lafal yang tidak memiliki arti. Tindakan ini dilakukan karena dia sedang belajar melafalkan kata-kata sekaligus melatih lidahnya melalui naluri. Kemudian ia mulai mengimitasi tindakan orang lain, terutama perkataan-perkataan orang lain seperti orang tua dan saudara kandung serta orang lain. Ia melihat, mendengar, dan merasakan setiap hari terhadap segala tingkah laku orang lain di sekitarnya. Di saat dia bisa melakukan tindakan secara otonom, dalam arti sudah dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan pihak lain seperti berjalan, memahami tindakan orang lain, maka ia mulai dikenalkan dengan mode, atau tatanan yang dapat dipahaminya secara berkesinambungan hingga akhirnya setelah tumbuh dewasa ia mulai mengenali tata pergaulan yang lebih luas yang akhirnya menjadi manusia yang kompleks. Manusia dalam fase ini sudah tidak hanya sekedar meniru, atau mempelajari pekerti orang lain, tetapi ia sudah memiliki kemampuan analitis kritis melalui akalnya.

 

 

  1. Sugesti

Sugesti biasanya diartikan dengan tingkah laku yang mengikuti pola-pola yang berada di dalam dirinya, yaitu ketika seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dalam dirinya lalu diterima dalam bentuk sikap dan perilaku tertentu. Dari sugesti tersebut, kemudian memunculkan norma-norma dalam kelompok, prasangka-prasangka sosial dan sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh kinerja akal yang setelah melalui proses belajar ia tidak hanya sekedar memindahkan apa yang ia respon atau ia tanggapi dari pihak luar, tetapi melalui akal ia mulai melakukan identifikasi dan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut terhadap apa yang ia tanggapi dari pihak luar, tetapi melalui akal ia mulai melakukan identifikasi dan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut tehadap apa yang ia tanggapi. Dalam studi-studi ilmu-ilmu sosial, sugesti dapat dirumuskan sebagai proses dimana seseorang menerima suatu cara penglihatan juga pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Akan tetapi kenyataannya tidak semua individu mampu melakukan sugesti ini, sebab ada beberapa individu yang memiliki kelainan jiwa. Bentuk kelainan jiwa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

1)   Hambatan berpikir.

Hambatan berpikir terjadi ketika hubungan di mana seseorang memberikan sugesti bersifat over pandangan sehingga orang yang dikenainya tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau berpikir kritis. Dalam hal ini orang yang terkena sugesti menelan saja apa yang dikatakan oleh pihak lain. Seseorang yang lelah berpikir atau daya proses pikirannya dikurangi maka ia akan kecil sekali memiliki dorongan untuk berpikir kritis, sehingga menerima apa adanya. Hambatan berpikir ini sering terjadi dalam doktrin-doktrin yang bersifat dogmatis, seperti dalam ajaran agama yang ortodoks, doktrin-doktrin politik, militer, dan sebagainya.

2)   Keadaan pikian yang terpecah-pecah

Keadaan pikiran seseorang terpecah-pecah ketika di dalam pikirannya mengalami kelelahan atau sedang mengalami kebingungan karena menghadapi kesulitan-kesulitan sehingga dengan kelelahan pemikiran yang dialaminya ia tidak bisa berpikir. Seseorang yang sakit parah, kemudian keluarganya mengalami kebingungan akhirnya pikirannya menjadi kalut, sehingga tidak berpikir jernih dan menurut saja apa kata orang lain untuk menyembuhkan penyakit keluarganya, misalnya pergi ke dukun.

3)   Otoritas

Kecenderungan seseorang atau sekelompok orang menerima pandangan atau sikap-sikap tertentu karena sikap dan pandangan tersebut berasal dari orang yang dianggap ahli, maka orang yang dianggap ahli adalah pihak yang memiliki otoritas. Sebagai contoh adalah seorang pasien yang akan menebus obat yang diresepkan tanpa berpikir kritis kecocokan obat terebut dengan dirinya karena yang memberikan adalah dokter yang memiliki otoritas menentukan obat bagi pasien. Contoh lainnya seperti seseorang yang meminta saran pada seorang kyai yang berilmu tinggi, sehingga saran apapun akan diterima dan dianggap benar.

4)   Mayoritas

Dalam hal ini seseorang dan sekelompok orang akan menerima saja sikap dan pandangan karena dukungan banyak orang atau mayoritas terhadap sikap atau pandangan tersebut.

5)   Will of believe

Dalam hal ini seseorang menerima pandangan atau pemikiran orang lain tanpa didahului oleh pemikiran dan pertimbangan karena apa yang disampaikan orang lain sudah ada dalam dirinya tetapi belum terungkap atau diungkapkan. Dengan demikian, dalam diri orang yang menerima sugesti tersebut telah ada kesediaan untuk lebih menyadari atau lebih meyakini akan hal-hal yang disugestikan.

  1. Identifikasi

Identifikasi timbul ketika seseorang mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada norma-norma dan peraturan-peraturan yang harus dipelajari, dipenuhi dan ditaatinya. Seorang anak yang belum mengetahui sesuatu yang dianggap baik atau buruk akan melakukan identifikasi tentang pedoman tata kelakuan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ketika melakukan suatu tindakan, dan ditegur oleh orang yang lebih dewasa, maka ia akan menyimpulkan bahwa tindakan tersebut tidak boleh dilakukan. Sebaliknya, apabila yang ia lakukan tidak mendapatkan teguran, bahkan jika ia diberikan pujian ia akan menyimpulkan bahwa yang ia lakukan adalah sesuatu yang diperbolehkan. Disaat itulah anak mulai mengalami fase identifikasi untuk mengenali antara baik dan buruk. Pada awalnya ia akan dipandu oleh orang yang lebih dewasa yang ada di sekelilingnya, tetapi pada akhirnya ia akan melakukan sendiri proses tersebut melalui tindakan menbanding-bandingkan sikap atau tindakan yang ada di sekelilingnya. Dalam fase yang lebih dewasa ia akan mampu melakukan identifikasi dari setiap perilaku, sikap dan pandangan yang muncul untuk dikumpulkan kemudian dipelajarinya dan dikembangkan menjadi pedoman perilaku sehari-hari.

  1. Simpati

Yang dimaksud dengan simpati adalah faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau kelompok orang lain. Faktor simpati muncul bukan dari pemikiran logis rasional tetapi berdasarkan penilaian perasaan, sebagaimana dalam proses identifikasi. Orang tiba-tiba merasa tertarik dengan orang lain bukan karena salah satu ciri tertentu, tetapi karena kesluruhan cara tingkah laku orang lain tersebut. simpati tidak sama dengan identifikasi, sebab simpati didorong ingin mengerti dan ingin kerja sama dengan orang lain. Akibat dari simpati adalah dorongan simpatisan (orang yang tertarik) untuk menjalin hubungan kerja sama antardua orang atau lebih yang setaraf. Adapun identifikasi lebih didorong oleh keinginan mengikuti jejaknya, ingin mencontoh, ingin belajar dari orang lain yang dianggap ideal. Dengan demikian, dalam identifikasi biasanya terdapat keinginan menjadi seperti orang lain terutama sifat-sifat yang melekat pada dirinya. Adapun simpati, seseorang akan dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan dia adalah orang lain.

 

  1. Tipe-tipe Tindakan Sosial

Jika dilihat dari tekanan, cara dan tujuan tindakan sosial tersebut dilakukan, maka tindakan sosial dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu;

 

 

  1. Tindakan sosial rasional instrumental.

Merupakan tindakan yang memperhatikan kesesuaian antara cara dan tujuan yang dengan mempertimbangkan efisiensi dan afektivitas atau kemudahan dan kehematan dari sejumlah pilihan tindakan. Sehingga tindakan rasional instrumental lebih menekankan pada rasio atau akal sebagai alat yang digunakan untuk mendasari tindakan tersebut, sehingga tindakan ini adalah tindakan yang masuk akal.

  1. Tindakan sosial berorientasi nilai

Merupakan tindakan yang selalu didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Pihak yang melakukan tindakan tersebut tidak mempermasalahkan tujuan dan tindakannya, akan tetapi lebih mempermasalahkan cara-cara tindakan tersebut. tindakan ini didasari oleh kriteria baik atau buruk, dan antara sah dan tidak sahnya menurut tatanan nilai yang berlaku. Pelakunya tidak mempermasalahkan tercapai atau tidak tindakannya tersebut, tetapi yang terpenting adalah kesesuaiannya dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

  1. Tindakan sosial tradisional

Merupakan tindakan sosial yang tidak memperhitungkan aspek rasional atau perhitungan-perhitungan tertentu, tetapi lebih menekankan pada aspek kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat yang berlaku di dalam mayarakat. Tindakan sosial tradisional biasanya terjadi tanpa melalui perencanaan terutama yang berkenaan dengan aspek tujuan ataupun cara yang dilakukan dalam tindakan tersebut. Pertimbangan pokok dari tindakan ini adalah faktor kebiasaan yang sudah menjadi warisan turun temurun dan dilakukan berulang-ulang. Antara tindakan sosial tradisional dan tindakan sosial berorientasi nilai ada sedikit kesamaan jika melihat ketidakpeduliannya terhadap tujuan tindakan, orientasinya terhadap cara-cara atau tahapan yang harus dilalui, dan sebuah tradisi biasanya dipertahankan oleh sebagian masyarakat karena terkait dengan nilai tertentu. Perbedaannya adalah tindakan sosial tradisional dilakukan menurut cara yang diwariskan generasi sebelumnya, sedangkan tindakan sosial berorientasi nilai lebih menekankan pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat sekarang ini.

  1. Tindakan sosial efektif

Merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang berdasarkan perasaan atau emosi. Kebanyakan tindakan ini dikuasai oleh perasaan atau emosi yang tanpa perhitungan atau pertimbangan rasional tertentu.

 

  1. Kontak Sosial

Kontak adalah aksi individu atau kelompok dalam bentuk isyarat yang memiliki arti atau makna bagi si pelaku dan bagi penerima aksi tersebut dengan reaksi.

Kontak sosial dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu berdasarkan caranya, sifatnya, bentuknya, dan tingkat hubungannya.

Jika dilihat dari caranya:

  1. Kontak sosial langsung.

Kontak sosial dapat dikatakan kontak sosial langsung apabila hubungan timbal balik atau aksi reaksi antar individu atau antar kelompok terjadi secara fisik, misalnya seperti berbicara, tersenyum, berjabat tangan, dan lain sebagainya.

  1. Kontak sosial tak langsung

Dikatakan kontak sosial tidak langsung karena terjadi melalui peantara atau ada mediator tertentu yang menjebataninya, misalnya seperti mengadakan hubungan melalui telepon, telegram, surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya.

Jika dilihat dari sifatnya:

  1. Kontak sosial antara individu dengan individu
  2. Kontak sosial antara individu dengan kelompok
  3. Kontak sosial antara kelompok dengan kelompok

Jika dilihat dari bentuknya:

  1. Kontak sosial positif.

Merupakan kontak sosial yang bentuk hubungan sosialnya mengarah pada pola-pola kerja sama.

 

  1. Kontak sosial negatif

Merupakan kontak sosial yang bentuk hubungannya mengarah pada pertentangan yang berakibat putusnya interaksi sosial.

Jika dilihat dari tingkat hubungannya:

  1. Kontak sosial primer

Merupakan kondisi dimana kedua belah pihak yang saling mengadakan hubungan bisa bertemu secara langsung, atau melalui tatap muka secara langsung, seperti misalnya berjabat tangan, bercakap-cakap berhadapan, dan sebagainya.

  1. Kontak sosial sekunder

Kontak sosial sekunder terjadi apabila kedua belah pihak yang saling berhubungan tidak bertemu secara langsung, akan tetapi dengan menggunakan perantara, misalnya menggunakan peralatan teknologi komunikasi seperti dialog interaktif dengan media televisi, bebicara lewat telepon, dan lain sebagainya.

  1. Komunikasi Sosial

Komunikasi merupakan aksi antara dua pihak atau lebih yang melakukan hubungan dalam bentuk saling memberikan tafsiran atas pesan yang disampaikan oleh masing-masing pihak. Melalui tafsiran pada perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku sebagai reaksi atas maksud yang ingin disampaikan oleh pihak lainnya.

Komunikasi tidak hanya sekedar pembicaraan-pembicaraan saja tetapi lebih dari sekedar pembicaraan, karena ada berbagai macam cara manusia untuk berkomunikasi. Yang terpenting dalam komunikasi adalah peran bahasa, karena bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa orang dapat mengetahui gerak gerik atau suara yang disampaikan orang lain. Sedangkan melalui sikap dan gerak orang tahu keadaan orang lain, mungkin sedih, senang, marah, ragu, menerima, menolak, takut, kecewa, dan lain sebagainya.

Komunikasi dan kontak sosial sangat mirip, akan tetapi perlu diketahui bahwa kontak belum tentu komunikasi, sebab dalam komunikasi diperlukan adanya pemahaman makna atas pesan dan tujuan yang disampaikan oleh masing-masing pihak yang melakukan komunikasi.

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari antarpihak yang sedang melakukan hubungan dan melalui tafsiran tersebut pihak-pihak yang saling berhubungan mewujudkan perilaku sebagai reaksi atas maksud dan pesan yang disampaikan oleh pihak lain tersebut.

Sifat-sifat komunikasi sosial:

  1. Kominikasi positif

Komunikasi positif terjadi apabila pihak-pihak yang melakukan komunikasi ini terjalin kerja sama sebagai akibat dari kedua belah pihak saling memahami maksud atau pesan yang disampaikannya.

  1. Komunikasi negatif

Sedangkan yang dimaksud dengan komunikasi negatif adalah apabila pihak-pihak yang melakukan komunikasi tesebut tidak saling mengerti atau salah paham maksud masing-masing pihak sehingga tidak menghasilkan kerja sama, tetapi justru sebaliknya, yaitu menghasilkan petentangan diantara keduanya.

 

  1. Bentuk-bentuk Proses Sosial
  2. Proses Sosial Asosiatif

Proses sosial Asosiatif adalah proses sosial yang didalam realitas sosial anggota-anggota masyarakatnya dalam keadaan harmoni yang mengarah pada pola-pola kerjasama. Harmoni sosial ini menciptakan kondisi sosial yag teratur. Didalam realitas sosial terdapat seperangkat tata aturan yang mengatur perilaku para anggotanya. Jika anggota masyarakat dalam keadaan mematuhi tata aturan ini, maka pola-pola harmoni sosial yang mengarah pada kerjasama antar-anggota masyarakat akan tercipta. Selanjutnya harmoni sosial ini akan menghasilkan interaksi sosial yaitu pola sosial dimana para anggota masyarakatnya dalam keadaan bersatu padu menjalin kerjasama.

 

 

Proses-proses sosial yang Asosiatif dibedakan menjadi :

  1. Kerjasama (Cooperation)

Kerjasama dapat dijumpai hampir dalam setiap kehidupan sosial mulai dari anak-anak hingga kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan hingga kedalam komunitas sosial. Kerjasama dapat terjadi karena didorong oleh kesamaan tujuan atau manfaat yang akan diperoleh dalam kelompok tersebut. Charles H. Cooley memberikan gambaran tentang kerjasama dalam kehidupan sosial. Kerjasama timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempuyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan ini melalui kerjasama, kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.

Dengan factor pendukung munculnya kerjasama ialah adanya kepentingan bersama. Sebagaimana bentuk kerjasama yang menjadi salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia yaitu kebiasaan gotong-royong dalam mengerjakan pekerjaan karena didorong oleh adanya sifat pekerjaan yang manfaatnya adalah untuk kemaslahatan bersama. Sehubungan dengan hal tersebut bentuk kerjasama dibedakan menjadi 3 macam :

1)      Bargaining Process (Proses Tawar-menawar)

Pelaksanaan perjanjian tentang pertukaran barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih atau dalam pengertian lain tawar-menawar dapat diartikan sebagai perjanjian yang dilakukan antara dua atau lebih organisasi. Perjanjian ini ditujukan untuk mecapai kesepakatan bersama agar kedua belah pihak atau lebih sama-sama diuntungkan dalam perjanjian itu, sebab sebagai naluri manusia tidak ada satupun manusia yang mau menderita kerugian.

2)      Co-optation (Kooptasi)

Proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

 

3)      Coalition (Koalisi)

Kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Di negara yang mekanisme politiknya menganut system multipartai jika didalam pemilu tidak ada pemenang mayoritas dari masing-masing partai politik atau organisasi peserta pemilu (OPP) biasanya diadakan koalisi antar partai untuk membentuk pemerintahan yang disebut pemerintahan koalisi.

          

  1. Akomodasi (Accomodation)

Akomodasi merupakan upaya untuk mencapai penyelesaian dari suatu pertikaian atau konflik oleh pihak-pihak yang bertikai yang mengarah pada kondisi atau keadaan selesainya suatu konflik atau pertikaian tersebut. Biasanya akomodasi diawali dengan upaya-upaya oleh pihak-pihak yang bertikai untuk saling mengurangi sumber pertentangan diantara kedua belah pihak, sehingga intensitas konflik mereda. Bentuk-bentuk akomodasi diantaranya:

1)      Coercion

Proses akomodasi yang proses pelaksanaannya dilakukan dengan paksaan atau dengan kekerasan. Biasanya proses ini akan berjalan jika salah satu pihak yang bertikai memiliki kedudukan yag lebih kuat, sedangkan pihak lain keadaannya lemah. Contoh : polisi meredam tawuran antar pelaku kerusuhan dengan menggunakan tembakan gas air mata, penguasa negara yang otoriter menekan gerakan-gerakan prodemokrasi karena gerakan tersebut lemah, pemerintahan colonial memaksakan kehendaknya untuk mengatur masyarakat atau bangsa yang dijajah.

2)      Compromise

Proses akomodasi dimana pihak-pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutan yang menjadi sumber ketegangan untuk mencapai penyelesaian terhadap suatu perselisihan. Didalam pemilu 2009 yang lalu, Partai Demokrat Pimpinan Susilo Bambang Yudoyono memenangkan Pemilu. Akan tetapi dalam Pilpres perolehan suara partai tersebut tidak memungkinkan memenangkan Pilpres. Untuk itu Partai Demokrat mengadakan kompromi-kompromi politik tertentu dengan partai lain untuk mendukung SBY dalam Pilpres dengan kompensasi jatah mentri bagi partai-partai yang mendukungnya.

3)      Arbitration

Usaha untuk kompromi dari pihak-pihak yang bertikai tidak tercapai penyelesaian, maka hadir pihak ketiga untuk menengahi persoalan pertikaian diantara mereka. Contoh dalam kasus tuntutan buruh untuk kenaikan upah kepada perusahaan seiring dengan melambungnya harga-harga kebutuhan pokok karena naiknya harga BBM. Permasalahan tersebut akhirnya kedua belah hadir pihak ketiga, yaitu DPR dan Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) untuk menengahi pertentangan antara pihak perusahaan dan buruh.

4)      Mediation

Penyelesaian pertikaian antara dua kelompok atau lebih yang kedua belah pihak tidak sanggup mencapai kesepakatan sehingga kedua belah pihak yang bertikai menghadirkan pihak ketiga. Mediation hampir sama dengan Arbitrase tetapi dalam Mediation pihak ketiga bersikap netral, artina hanya menjadi penengah atau mediator untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Contoh pertikaian antara PKB Kubu Muhaimin Iskandar dan Kubu Gusdur yang akhirnya hadir pihak ketiga, yaitu PBNU untuk menjadi mediator Islah diantara Kubu yang bertikai tersebut.

5)      Conciliation

Usaha untk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang saling bertikai guna mencapai persetujuan bersama. Konsiliasi dilakukan secara resmi melalui wakil-wakil dari pihak yang terlibat. Contoh usaha untuk penyelesaian konflik antara pemerintah RI dan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pemerintah RI mengutus perwakilannya, demikian juga pihak GAM juga mengutus perwakilannya untuk berunding menyelesaikan pertikaian di antara kedua belah pihak di Helsinki Finlandia.

6)      Toleration

Salah satu bentuk akomodasi yang tidak direncanakan sehingga terjadi dengan sendirinya sebab tiap-tiap orang memiliki karakter untuk sedapat mungkin menghindari perselisihan. Contoh Toleransi antar-penganut agama di Indonesia.

7)      Stalemate

Salah satu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang berselisih mempunyai kekuatan yang imabng sehingga berhenti dengan sendirinya. Contoh Perang Dingin antara AS dan Soviet di Era 1980-an yang akhirnya perang tidak terjadi, tetapi berhenti dengan sendirinya.

8)      Adjudication

Merupakan salah satu bentuk akomodasi dengan cara menyelesaikan perkara lewat pengadilan oleh pihak-pihak yang saling bertikai. Contoh perselisihan persengketaan tanah yang oleh pihak-pihak yang bertikai sepakat untuk diselesaikan lewat pengadilan negeri.

Adapun akomodasi sendiri memiliki beberapa tujuan diantaranya:

  1. Mengurangi perbedaan paham, pertentangan politik, atau permusuhan antar kelompok, seperti suku, ras, dan kelompok kepentingan lain.
  2. Mencegah terjadinya ledakan konflik yang berupa benturan antar kelompok, seperti perang, perpecahan yang mengarah pada disintegrasi sosial.
  3. Menyatukan dua kelompok atau lebih yang terpisah-pisah untuk mencapai persatuan dan kesatuan, sebagaimana di negara Indonesia yang mengunakan lambing Bhineka Tunggal Ika sebagai langkah ideologis untuk mempersatukan kelompok masyarakat yang majemuk.
  4. Mengupayakan terjadinya proses pembauran antarsuku, etnis atau ras, antaragama, antargolongan, dan sebagainya sehingga mengarah pada proses terjadinya asimilasi.

 

  1. Asimilasi (Asimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai oeleh adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau antar kelompok sosial yang diikuti pula usaha-usaha untuk mencapai keatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan bersama.

Syarat asimilasi yaitu:

  1. Kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya. Perpecahan antarkelompok dalam satu wilayah cultural (kebudayaan) tidak digolongkan asimilasi.
  2. Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama. Tanpa melalui pergaulan dalam kurun waktu tertentu maka asimilasi tidak akan tercapai.
  3. Kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Faktor-faktor yang mempermudah bagi jalannya asimilasi diantaranya:

  1. Toleransi.

Sikap dan tindakan yang saling memberikan peluang atau kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu, sehingga benih-benih pertentangan antar individu atau antarkelompok dapat dicegah.

  1. Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang.

Kesempatan dalam bidang ekonomi yang imbang akan menekan terjadinya ketimpangan antarkelompo secara ekonomi, sehingga ketimpangan ekonomi yang sering menjadi benih-benih pertentangan bisa dicagah. Munculnya gap (jurang pemisah) antara negara maju dengan negara miskin telah menimbulkan benih-benih perselisihan yang berupa kecurigaan akan adanya neokolonialisme, eksploitasi, dan sebagainya. Jika hal ini terjadi, maka unsur saling benci akan menonjol sedangakan unsur yang curiga akan lebih tampak.

  1. Suatu sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.

Sikap saling menghargai kebudayaan antar kelompok akan mempermudah jalannya asimilasi.

  1. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.

Contoh kebijakan yang pernah ditempuh oleh Presiden Gus diantaranya diizinkannya WNI keturunan Tiong Hoa merayakan Imlek, sampai menjadikan hari raya ini menjadi salah satu hari besar nasional.

  1. Persamaaan dalam unsur-unsur kebudayaan.

Hal ini dapat dilihat dari mudahnya proses akulturasi antara budaya Islam Arab dan budaya Lokal di Indonesia, karena adanya beberapa unsur persamaan seperti sama-sama mengajarkan ajaran akan hal-hal yang bersifat Ghaib dan sebagainya.

  1. Perkawinan Campuran (Amalgamation)

Isu-isu pembauran antara warga pribumi dan non pribumi, perkawinan antar suku, antar ras yang terpisah-pisah sebagaimana yang perlu disosialisasikan oleh pemerintah diharapkan mampu menekan perpecahan antar kelompok suku, agama, ras, dan antar golongan. Akan tetapi, untuk perkawinan antarlintas agama terdapat pendapat antara sikap Pro dan Kontra, dalam arti perkawinan lintas agama sering terdapat beberapa halangan ideologis, terutama antara boleh dan tidak boleh menurut ajaran agama masing-masing.

  1. Adanya musuh bersama dari luar.

Musuh bersama adalah kekuatan yang bersifat mengancam kehidupan antarkelompok yang semula berpencar. Musuh bersama tersebut akhirnya merekatkan kelompok-kelompok tersebut untuk bersama-sama menghadapinya. Contoh perbedaan pemahaman agama yang berakibat pada terkotak-kotaknya penganut agama tersebut dalam berbagai macam sekte, tetapi ketika AS dan sekutunya menggempur Irak dan afganistan maka komunitas penganut agama tersebut berat membentuk aksi solidaritas bersama.

 

Faktor-faktor yang menjadi penghalang bagi terjadinya asimilasi adalah:

  1. Terisolasinya golongan tertentu didalam masyarakat (biasanya golongan minoritas)

Terisolasinya suatu golongan sering menjd hambatan komunikasi antar kelompok, sehingga menyulitkan bagi kelompok tersebut untuk terjadi asimilasi. Contoh, kehidupan suku-suku bangsa disebagian wilayah Indonesia yang terletak di tempat yang sulit dijangkau oleh alat transportasi dan system jaringan komunikasi. Mereka banyak mendiami wiayah-wilayah pedalaman di negeri ini, seperti di Kabupaten Yakohimo Papua yang sebagian penduduknya menderita kelaparan baru teridentifikasi karena factor komunikasi yang menyulitkan.

  1. Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi

Pengetahuan yang kurang akan menimbulkan salah mengerti terhadap kebudayaan kelompok lain. Kelompok ini sulit sekali menerima masunya unsur-unsur kebudayaan lain kedalam bagian dari kebudayaannya. Contoh kehidupan Suku Samin di Desa Ngradin Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro yang tidak mengikuti pola-pola perkembangan kehidupan dewasa ini karena sebagian dari mereka masih menganggap kebudayaan diluar kelompoknya diidentikan dengan Belanda yang menjajahnya pada masa lampau.

  1. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi

Perasaan ini lebih banyak disebabkan oleh takut atau khawatir terhadap bergesernya kebudayaan yang sudah menjadi pegangan hidup bagi kelompok tersebut. Misalnya pada masa sebeum dibangunnya jembatan Surabaya-Madura para ulama Madura bersikap menolak pembangunan jembatan Suramadu, dengan alasan jika jembatan tersebut jadi dibangun dianggap akan merusak atau mengubah adat istiadat Madura yang kental dengan budaya Islamnya sebagai akibat pengaruh budaya kota yang kapitalistik yaitu budaya kota Surabaya.

  1. Perasaan kebudayaan golongan tertentu merasa lebih tinggi daripada kebudayaan kelompok lain

Perasaan ini disebut sebagai superioritas cultural dimana kecenderungan kelompok untuk menganggap kebudayaannya memiliki peradaban yang lebih tinggi disbanding dengan kebudayaan kelompok lain. Sebagian masyarakat negara-negara barat menganggap masyarakat dinegara Asia-Afrika sebagai bangsa inferior yang tidak beradab, konservatif, feudal, tidak demokratisdan berbagai anggapan lain yang menyebabkan terkotak-kotaknya masyarakat dikedua kawasan tersebut.

 

  1. Proses Sosial Disasosiatif

            Proses sosial disasosiatif ialah keadaan realitas sosial dalam keadaan disharmoni sebagai akibat adanya pertentangan antar-anggota masyarakat. Proses sosial yang disasosiatif ini dipicu oleh adanya ketidaktertiban sosial atau social disorder. Keadaan ini memunculkan disintegrasi sosial akibat dari pertentangan antar-anggota masyarakat tersebut. Proses-proses sosial yang disasosiatif diantaranya:

  1. Persaingan (Competition)

              Persaingan merupakan proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia yang terlibat dalam proses tersebut saling berebut untuk mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada masa tertentu menjadi pusat perhatian publik (khalayak) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan. Tipe-tipe persaingan meliputi persaingan antarpribadi (rivalry) dan persaingan antarkelompok. Dari tipe-tipe persaingan ini menghasilkan beberapa bentuk persaingan, yaitu:

  1. Persaingan dibidang ekonomi. Persaingan ini terjadi sebagai akibat dari keterbatasan jumlah benda-benda pemuas kebutuhan manusia, sementara banyak pihak yang saling membutuhkannya. Dalam dunia perdagangan tentunya persaingan terfokus pada perebutan jumlah langganan, dalam dunia produksi biasanya persaingan terfokus pada upaya perebutan sumber bahan baku dan daerah pemasaran dan sebagainya.
  2. Persaingan dibidang kebudayaan. Persaingan kebudayaan dewasa ini banyak menggunakan alat media komunikasi terutama televise, di mana pengaruh suatu kebudayaan melalui media ini sangat mudah. Film-film Hollywood, Cina dan Bollywood yang sering kali tampak dalam tayangan berbagai media pertelevisian nasional menunjukkan tingginya tingkat persaingan budaya di antara negara-negara tersebut. Bahkan dunia perfilman nasional kita justru tenggelam tidak mampu bersaing dengan film-film produk luar karena kualitas film yang rendah. Bahkan klaim Malaysia atas budaya batik, seni tari Reog Ponorogo, tari Pendet Bali yang diklaim sebagai budaya Malaysia juga dapat dikatakan sebagai bentuk persaingan antarbudaya.
  3. Persaingan untuk mncapai kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat. Persaingan dalam bentuk ini sering terjadi dalam instansi-instansi tertentu yang masing-masing pihak ingin merebut posisi jabatan teratas. Proses pemilihan ketua atau pimpinan suatu daerah atau negara, semata-mata adalah persaingan merebut kedudukan atau jabatan. Kedudukan menjadi hal yang diperebutkan sebab selain di dalamnya terdapat otoritas (kewenangan) juga terdapat insentif atau gaji yang berimplikasi pada jumlah pendapatan yang akan diperolehnya.
  4. Persaingan rasial. Persaingan ras dilatarbelakangi oleh sikap ras tertentu untuk mendominasi (menguasai) wilayah-wilayah tertentu, sebagaimana dalam Perang Dunia II Partai Nazi Jerman yang didominasi ras Aria ingin menguasai dunia dengan melakukan ekspansi ke berbagai wilayah negara-negara Asia Afrika.

              Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai fungsi, di antaranya:

  1. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi sosial. Jika persaingan antarpihak didasari oleh pemikiran yang sehat, maka persaingan akan berfungsi sebagai alat untuk menyeleksi mana individu atau kelompok yang memiliki kualitas yang lebih baik. Sebab dalam dunia pemasaran yang akan mampu bertahan adalah produk-produk yang memiliki kualitas yang paling baik dan harganya paling murah. Kemenangan produk-produk Cina dan Korea adalah karena mutu yang baik dengan harga yang lebih murah, sehingga produk-produk dalam negeri yang kualitasnya kurang baik dan harga jualnya relative lebih mahal banyak ditinggalkan orang. Akibatnya banyak di antara produsen dalam negeri yang gulung tikar.
  2. Untuk menyaring warga atau golongan yang akhirnya menghasilkan pembagian kerja yang efektif. Selain persaingan dalam dunia pemasaran akan produk-produk juga terdapat persaingan antar personal dimana sebelum menduduki jabatan tertentu seseorang akan menjalani seleksi dengan kapasitas kompetensi (keahlian) tertentu. Demikian pula bagi mereka yang menginginkan jabatan tinggi terdapat babak kualifikasi melalui uji kelayakan yang fungsi dari proses penyeleksian tersebut adalah untuk mengisi tempat-tempat atau jabatan-jabatan yang kosong dengan orang yang pas dengan komitmen, keahlian, dan pengabdiannya.

 

  1. Kontravensi (Contravention)

            Kontravensi merupakan proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian yang ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian tentang diri seseorang atau rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Dalam lain pengertian, kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan tertentu yang berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak sampai pada pertentangan atau pertikaian. Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, ada limahal dalam kontravensi yang mencakup:

  1. Proses umum kontravensi meliputi perbuatan, seperti penolakan, menghalang-halangi, perlawanan, perbuatan, keengganan, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan protes, dan perbuatan mengacaukan rencana pihak lain.
  2. Bentuk-bentuk kontravensi yang sederhana, seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki orang lain, membuat surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada orang lain, dan sebagainya.
  3. Bentuk-bentuk kontravensi yang intensif, seperti penghasutan, menyebarkan isu-isu, mengecewakan pihak lain, dan sebagainya.
  4. Kontravensi yang bersifat rahasia, seperti menggosipkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dan sebagainya.
  5. Kontravensi yang bersifat taktis, seperti mengejutkan pihak lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, umpamanya kampanye pemilihan umum, dimana partai-partai politik saling berebut kedudukan dalam suatu pemerintahan.

 

Tipe-tipe kontravensi di antaranya:

  1. Kontravensi antargolongan dalam suatu masyarakat. Dalam suatu kampanye partai politik tertentu atau kadang-kadang dalam berbagai proses pemilihan pemimpin kepala daerah atau pemilihan presiden biasanya diwarnai oleh penciptaan oponi-opini untuk menjatuhkan pihak lawan didepan massa. Penciptaan opini ini dibidikkan pada upaya penghasutan massa agar massa memiliki sikap antipasti terhadap kandidat atau partai politik lainnya.
  2. Antagonisme keagamaan. Antagonisme (berlawan-lawanan) antar-penganut agama yang dilatarbelakangi oleh sikap dan keyakinan bahwa agamanya paling benar dan didukung keinginan mengembangkan pengaruh agamanya kepada masyarakat biasanya menimbulkan sikap fanatisme yang berlebih-lebihan. Antagonisme ini hampir sama dengan produsen yang saling memperebutkan wilayah pemasaran. Akan tetapi, jika kegiatan saling memperebutkan pengaruh di masyarakat ini dilandasi oleh sikap dan keyakinan bahwa agamanya yang paling benar sedangkan agama orang lain salah, maka bentuk antagonism ini akan mengarah pada perselisihan antar-penganut agama.
  3. Kontravensi intelektual. Kontravensi intelektual dilandasi oleh sikap memandang rendah dari golongan terdidik terhadap golongan yang tidak memiliki kesempatan meraih pendidikan. Sikap memandang rendah kepada kelompok lain yang tidak terdidik ini tidak mesti diungkapkan dalam bentuk perilaku akan tetapi kadang-kadang dapat juga secara tidak langsung yaitu dengan pembentukan komunitas khusus antara kelompok orang-orang yang terdidik dengan yang tidak terdidik.
  4. Oposisi moral. Hal ini muncul sikap dari golongan tertentu terhadap kebudayaan kelompok lain, biasanya sikap ini berupa pandangan yang rendah terhadap kebudayaan kelompok lain. Sikap bangsa barat yang selalu memandang rendah moralitas bangsa-bangsa negara dunia ketiga yang dipandangnya sebagai kelompok yang berperadaban rendah, tidak manusiawi, tidak demokratis, dan sebagainya. Padahal di sisi lain tanpa disadari kelompok mereka lebih biadab daripada kelompok negara-negara dunia ketiga. Hal ini dapat dilihat dari sifat ekspansionisme hingga ratusan tahun di masa lalu yang merupakan bukti kekejaman mereka.

 

  1. Pertentangan atau Pertikaian (Coflict)

            Konflik merupakan proses sosial dimana masing-masing pihak yang berinteraksi berusaha untuk saling menghancurkan, menyingkirkan, mengalahkan karena berbagai alasan seperti rasa benci, atau rasa permusuhan. Adapun akar permasalahan atau sebab musabab konflik diantaranya: Pertama, perbedaan antar-perorangan atau antar-kelompok, yang acap kali menimbulkan benturan-benturan antar-individu maupun antar-kelompok. Perselisihan politik dalam tubuh parlemen contohnya, kebanyakan disebabkan oleh banyaknya perbedaan masing-masing partai politik dalam memandang kebijakan negara.

            Kedua, perbedaan kebudayaan yang berpengaruh pada perbedaan kepribadian seseorang atau kelompok sebab karakter kebudayaan akan berpengaruh dalam membentuk karakter kepribadian manusia dalam kehidupan sosialnya. Seseorang atau sekelompok orang secara sadar atau tidak dalam setiap langkah kehidupannya dan dalam pola-pola pikirnya akan senantiasa dibentuk oleh sistem kebudayaan yang ada dalam kehidupan kelompoknya. Perbedaan karakter kepribadian yang dibentuk oleh karakter kebudayaan tersebut akan membawa dampak pada pertentangan.

Ketiga, bentrokan antar-kepentingan.Bentrokan atau benturan kepentingan ini berlatar belakang dari pertentangan.Adapun kepentingan manusia baik secara individu maupun secara kelompok bentuknya sangat beragam seperti kepentingan ekonomi, politik, status (jabatan), dan sebagainya. Benturan antar-kepentingan ini dipicu oleh suatu keinginan agar orang lain atau kelompok lain berperilaku sesuai dengan seleranya, demikian juga sebaliknya. Masing-masing kehendak tersebut saling bertemu dalam kehidupan kelompok akhirnya menghasilkan produk-produk sosial, yaitu bentrokan antar-kepentingan.

Keempat, perubahan-perubahan sosial yang meliputi perubahan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Dalam setiap perubahan ini akan terdapat dua sikap kelompok manusia akan perubahan itu sendiri, yaitu menerima perubahan dan menolak perubahan. Yang menghendaki perubahan tentunya menginginkan agar pola-pola yang ada pada saat itu diubah karena berbagai sebab, di antaranya adanya anggapan bahwa pola-pola yang berlaku pada saat ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.Adapun bagi kelompok yang mempertahankan nilai-nilai dan norma-norma yang ada menganggap bahwa perubahan adalah kerusakan nilai-nilai atau norma-norma peninggalan leluhurnya.Kedua kelompok ini saling berhadap-hadapan sehingga menimbulkan pengotak-ngotakan sosial antara yang pro perubahan dan yang kontra terhadap perubahan.

Perubahan sosial yang terlalu cepat atau frontal biasanya akan menimbulkan konflik sosial, walaupun perubahan yang terlalu cepat itu sendiri juga acap kali diawali dengan intensitas konflik antar-golongan yang sangat tinggi. Bentuk pertentangan antar-kelompok di dalam struktur sosial seperti itu akan diwarnai oleh kelompok-kelompok kepentingan yang ingin memanfaatkan situasi seperti itu untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok yang memiliki kepentingan. Situasi yang demikian ini biasanya lebih banyak diawali dengan pertentangan politik yang tidak berhasil atau gagal diselesaikan.

Bentuk-bentuk Pertentangan :

            Bentuk-bentuk pertentangan diantaranya: Pertama, pertentangan pribadi. Yang dilatarbelakangi oleh sikap atau penilaian masing-masing individu terhadap kepribadian orang lain. Sikap atau penilaian terhadap orang lain terwujud dalam perasaan suka atau benci (antipati).Pola-pola sikap muncul dari penilaian seseorang atas perangai atau pola-pola kelakuan seseorang yang ditemuinya. Jika orang lain ini berperilaku sesuai dengan seleranya akan timbul sikap kecocokan, atau suka bahkan cinta, tetapi jika pola-pola sikap yang diperlihatkan tersebut tidak memenuhi seleranya, maka yang akan timbul adalah penilaian buruk, benci, antipati bahkan hingga sampai pada permusuhan.

            Kedua, pertentangan rasial, yang banyak didominasi oleh pertentangan antara ras kulit putih yang selalu menganggap rasnya superior dan ras kulit hitam yang selalu ditempatkan atau diposisikan sebagai ras inferior (ras bawah).Pertentangan ras ini sebenarnya bukan bermula dari perbedaan warna kulit, tetapi yang lebih dominan ialah pertentangan antar-kepentingan, yaitu kepentingan ekspansionis pada masa lalu dan kepentingan mendominasi ras tertentu pada masa sekarang.Pada masa lalu, bangsa-bangsa ras kulit putih menjajah bangsa-bangsa ras kulit hitam, dalam bentuk eksploitasi hasil bumi dan tenaga.Bangsa-bangsa ras kulit hitam acapkali dijadikan budak yang mengerjakan pekerjaan majikannya (kulit putih) tanpa imbalan.Hal inilah yang akhirnya menimbulkan kelompok-kelompok perlawanan dari kulit hitam terhadap kulit putih, atau pertentangan rasial.

            Ketiga, pertentangan antar-kelas sosial, sebagai akibat dari ketidaksamaan pola-pola pembagian asset sosial ekonomi.Ketidakmerataan asset sosial ekonomi pada akhirnya menimbulkan perbedaan kepemilikan benda-benda berharga yang berujung pada timbulnya kelas-kelas sosial yang saling bertentangan.Bentuk pertentangan yang paling kecil diantaranya penciptaan opini massal pada kelompok orang-orang kelas atas dengan isu-isu miring seperti muja, nyupang, memelihara tuyul, gendruwo, pesugihan, dan sebagainya.Jurang yang tajam antara pejabat tinggi, dan dosa-dosa sosial lainnya.

            Keempat, pertentangan antar-golongan atau antar-kekuatan politik.Yang banyak diwarnai oleh gejala antar-pihak yang memiliki kedudukan dan peranan strategis di dalam struktur sosial politik (penguasa) dan pihak-pihak yang tidak memilikinya (rakyat).Dalam struktur politik, pertentangan terjadi akibat pihak yang tidak berkuasa merebut kekuasaan dan kewenangan di dalam struktur politik (status need), sedangkan pihak yang memiliki kekuasaan dan kewenangan cenderung mempertahankannya (status quo).Kedua belah pihak berdampak pada benturan kepentingan yang berujung pada pertentangan antar-golongan dan antar-kekuatan politik di dalam struktur sosial politik.

Kelima, pertentangan internasional, yang dipicu oleh keinginan berkuasa antarbangsa dalam percaturan politik internasional, yang ujung-ujungnya adalah persaingan dan perebutan keuntungan dalam segala transaksi internasional.Untuk itulah, maka setiap hubungan internasional suatu negara selalu berorientasi pada keinginan nasional terutama yang menyangkut kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Jika masing-masing negara berprinsip pada kepentingan masing-masing negaranya, maka dalam hubungan ini tentunya yang paling pintar dalam memainkan strategi politiknyalah yang akan dominan, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia yang selalu usil dengan kedaulatan negara-negara lain. Pada dasarnya, mencampuri urusan kedaulatan negara lain adalah melanggar peraturan internasional, akan tetapi jika invasi ke negara-negara lain adalah sekutu Amerika seperti Inggris dan Australia tidak ada yang berani bersikap tegas akan tindakan primitif itu.

 

  1. Akibat Konflik Sosial

Sosiologi membedakan tiga macam akibat pertentangan, diantaranya adalah; Pertama, bertambahnya solidaritas kelompok (in group feeling) atau goyah atau retaknya suatu kelompok. Konflik akan berakibat ganda, yaitu:

  1. Makin eratnya hubungan antar individu atau kelompok sosial.
  2. Makin retaknya hubungan antar individu atau kelompok sosial.

            Erat dan retaknya hubungan sosial dikarenakan adanya persamaan dan perbedaan kepentingan. Biasanya persamaan dan perbedaan tersebut akan memilah-milahkan nkelompok satu dan kelompok lainnya yang terwujud dalam bentuk in group dan in group feeling.In group feeling akan berakibat pada makin eratnya hubungan sosial, sedangkan out group feelingberdampak pada makin renggang hubungan sosial atau bahkan bisa saja berdampak pada saling bertikai antarkelompok.Kedua, perubahan kepribadian seseorang, artinya jika bentuk pertentangan itu terjadi karena hubungan saling mendominasi antara orang atau kelompok satu dan orang atau kelompok lainnya, maka biasanya kelompok yang didominasi lama-kelamaan akan berubah karakter kepribadiaannya. Bentuk perubahan itu bisa saja semakin pesimis atau semakin pasrah di kalangan kelompok yang terdominasi (tertindas) atau sebaliknya justru semakin berani perangainya karena tidak tahan hidup dalam dominasi atau tekanan pihak lain. Misalnya bangsa Indonesia yang dahulu dikenal sebagai bangsa yang sabar, toleran, ramah bisa menjadi berani karena dijajah oleh bangsa lain, yaitu Belanda dan Jepang. Hasil perlawanan itu adalah revolusi sosial pada 17 Agustus 1945 yang dikenal sebagai hari kemerdekaan.Ketiga, hancurnya harta benda atau korban manusia, jika pertentangan yang terjadi tidak berhasil diselesaikan sehingga berujung pada tindakan kekerasan antar individu atau antar kelompok sosial.Keempat, akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak.

 

  1. Produk dari Interaksi Sosial

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antarmanusia dalam kehidupan sosial. Adapun manusia sebagai insan individu masing-masing memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda. Berangkat dari realitas tersebut berarti kehidupan sosial terdiri dari kelompok manusia yang beragam karakter dan kepribadian. Jika dua orang saling mengadakan interaksi, maka dalam proses sosial tersebut akan bertemu dua kepribadian yang berbeda. Karakter dan kepribadian merupakan dorongan secara internal yang melahirkan tingkah laku. Dengan demikian, kehidupan kelompok sosial akan ditemukan keanekaragaman kepentingan, pemikiran, sikap, tujuan, tingkah laku manusia yang dipertemukan dalam suatu wadah sosial yang disebut komunitas sosial.

Pola-polakelakukan manusia tentu erat kaitannya dengan tujuan dari masing-masing individu, sehingga dalam setiap langkah atau pergerakan tentu tidak akan lepas dari faktor kepentingan individu. Akan tetapi, hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu adalah tidak ada satupun individu yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa hidup dalam kelompok. Dengan demikian, dalam kehidupan kelompok akan ditemukan berbagai kepentingan. Berbagai kepentingan yang terangkum dalam kelompok disebut kepentingan bersama atau kepentingan sosial, seperti hidup dalam keadaan aman, tertib, sejahtera dan terhindar dari ancaman yang mengancam kehidupan bersama tersebut. Dengan adanya kepentingan kolektif, kepribadian kolektif, tujuan kolektif, maka kolektifitas sosial tersebut akan melahirkan identitas kelompok. Identitas kelompok merupakan ciri atau karakter kehidupan manusia dalam komunitasnya yang oleh banyak pihak menyebutnya dengan istilah budaya. Dengan demikian, istilah kebudayaan akan selalu merujuk pada pola-pola kelakuan kolektif , bukan pola-pola kelakuan individual.

Uraian ini telah begitu jelas menjabarkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antarmanusia dalam kehidupan sosial yang didorong oleh motif-motif internal, yaitu kepentingan dan tujuan. Dengan beragamnya kepentingan dan tujuan masing-masing individu, maka akan lahir pola-pola interaksi sosial, yaitu; pertama, pola-pola hubungan sosial yang melahirkan pertentangan antar individu maupun antarkelompok. Yang melatarbelakangi adanya pertentangan adalah adanya perbedaan kepentingan dan tujuan yang oleh pihak ingin dicapai. Akan tetapi, pencapaian tujuan masing-masing pihak tersebut akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain, sehingga pertemuan antar kepentingan yang demikian ini akan menimbulkan benturan kepentingan. Pola-pola hubungan timbal balik seperti ini akan menimbulkan pertikaian, perselisihan, dan sebagainya yang dalam istilah sosiologi yang disebut konflik. Proses sosial yang demikian akan menghasilkan interaksi sosial yang bersifat disasosiatif.

Kedua, pola-pola hubungan sosial yang melahirkan kerja sama antar individu maupun antarkelompok. Hal ini dilatarbelakangi oleh sifat manusia sebagai makhluk sosial yang antara satu dengan lainnya terdapat pola-pola hubungan yang bersifat komplementer (saling membutuhkan). Yang menyebabkan adanya pola-pola hubungan ketergantungan antarmanusia adalah terletak pada kapasitas (kemampuan) manusia dimana manusia selalu diikuti oleh kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan antarpihak ini menyebabkan adanya hubungan saling ketergantungan, dan dari ketergantungan tersebut terjalinlah kerja sama antarmanusia untuk memenuhi kebutuhannya. Bentuk proses sosial yang demikian ini disebut interaksi sosial asosiatif.

Dengan adanya proses-proses sosial baik asosiatif maupun disasosiatif, maka dalam kehidupan sosial sangat diperlukan pola-pola hubungan sosial agar kehidupan menjadi teratur sehingga tujuan sosial dapat dicapai. Untuk mencapai tertib sosial tersebut maka diperlukan pola-pola peraturan dan alat untuk mengaturnya. Alat untuk mengatur kehidupan sosial tersebut disebut lembaga sosial atau institusi sosial (social institution). Dalam konsep sosiologi pola-pola sosial yang mengatur tata kelakuan manusia dalam kelompok dinamakan norma sosial, sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan sosial disebut nilai-nilai sosial, sedangkan alat untuk menjalankan tata aturan dan alat untuk mengontrol perilaku disebut lembaga sosial.

Dengan demikian, produk dari interaksi sosial adalah nilai-nilai sosial, norma, sosial dan lembaga sosial. Adapun produk-produk tersebut merupakan hasil dari aktivitas antara aksi dan reaksi antarpihak yang terlibat dalam aktivitas tersebut. Beberapa produk interaksi sosial diantaranya:

1. Keteraturan Sosial (Social Order) dan Ketidakteraturan Sosial (Social Disorder)

Keteraturan Sosial (social order) merupakan suatu kondisi sosial dimana masing-masing anggota masyarakat dalam kehidupannya mengikuti norma-norma sosial yang berlaku di dalam kelompok sosial tersebut. Apabila kehidupan sosial telah berjalan berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku maka nilai-nilai sosial akan terwujud. Adapun nilai itu sendiri merupakan sesuatu yang dianggap layak, baik, patut, pantas yang keberadaanya selalu diinginkan, dicita-citakan dalam kehidupan sosial. Jika di dalam kehidupan sosial masing-masing anggota masyarakat menaati tata aturan yang disebut nilai tersebut, maka interaksi sosial akan menghasilkan produk keteraturan sosial di dalam keluarga misalnya.

Tidak ada kehidupan sosial yang homogen, artinya tidak ada manusia satu dengan lainnya yang memiliki persamaan baik karakter maupun motif-motif sosialnya. Akan tetapi, walaupun kehidupan sosial selalu identik dengan homogenitas, namun di lain pihak juga ada titik-titik persamaan dalam bidang-bidang tertentu, seperti persamaan kepentingan, tujuan, kehendak, dan sebagainya. Di sisi lain, walaupun dalam kehidupan sosial sudah terdapat nilai-nilai dan norma-norma sosial tetapi kecenderungan manusia untuk melanggar norma-norma dalam mencapai tujuannya masih tetap menjadi bagian besar yang senantiasa mengisi ruang dan waktu dalam setiap kehidupan sosial. Tampaknya kecenderungan manusia hanya akan mematuhi ketertiban sosial jika ia berada dalam sistem pengendalian sehingga tanpa pengendalian dan pengawasan, maka ia akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Untuk mencapai tujuan dalam kehidupan sosial, maka ada beberapa unsur yang mendukung keteraturan sosial, diantaranya:

  1. Tertib Sosial Itu Sendiri

Kehidupan sosial akan mencapai ketertiban jika antara nilai-nilai sosial dan norma-norma sosial sudah terdapat keselarasan. Dengan demikian, antara tujuan kehidupan sosial yang dirumuskan dalam bentuk nilai-nilai tersebut tercapai karena masing-masing anggota masyarakat talah mematuhi norma-norma yang berlaku. Ketertiban sosial yang dicapai dapat diukur melalui beberapa indikator (ukuran), yaitu:

1)        Adanya sistem nilai dan norma yang jelas.

2)        Masing-masing anggota masyarakat mengetahui dan memahami norma-normadan nilai-nilai sosial yang berlaku.

3)        Masing-masing individu dalam masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan norma dan nilai yang berlaku.

  1. Order

            Dalam sosiologi order akan menjadi (social order) yang merujuk suatu pengertian sistem dimana tatanan norma dan nilai sosial yang ada di dalam kehidupan sosial tersebut dipatuhi, dijadikan pedoman oleh masyarakat. Jika tatanan norma dan nilai di dalam kehidupan sosial yang ada sudah tidak diakui, atau dipatuhi dan tidak dijadikan pedoman untuk tingkah laku, maka keadaan demikian dekatakan sebagai social disorder.

  1. Keajekan

            Dalam konsep lain disebut kontinuitas (continuity) merujuk pada keadaan sosial dalam kondisi keteraturan secara berkesinambungan. Dengan demikian, tolok ukur dari keteraturan sosial itu bukan secara sporadis (sementara). Sebab jika keteraturan itu bersifat sementara berarti bukan kehidupan kelompok sosial, melainkan kerumunan. Yang dimaksud kerumunan disini adalah kehidupan sosial yang menbentuk kelompok-kelompok manusia yang hanya bersifat sementara saja, tidak ada titik kelanjutannya.

  1. Pola

            Yang dimaksud pola dalam hal ini adalah mekanisme atau cara dari proses interaksi sosial tersebut berlangsung di dalam kehidupan sosial.Pola lebih menekankan pada aspek kebiasaan dalam keteraturan sosial yang biasa dilakukan dalam masyarakat. Pola-pola kehidupan sosial antara satu dan lainnya memiliki perbedaan. Dengan demikian, keteraturan sosial merupakan kondisi dinamis suatu masyarakat, dimana aturan-aturan dasar sebagai cara mencapai tatanan sosial yang tertib yang menjadi tujuan kehidupan kelompok dapat tercapai. Ketercapaian dari keteraturan sosial tersebut tergantung dari mekanisme dan kekuatan daya kontrol sosial dan rasa tanggung jawab masing-masing anggota masyarakatnya.

                                                       


 

BAB IV

PENUTUP

 

  1. Simpulan

Proses Sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila individu dan kelompok-kelompok saling bertemu dan menentukan system serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidpan bersama.

Interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan mempelajari banyak masalah didalam masyarakat. Dalam interaksi sosial dapat dibedakan menjadi 2 yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial dapat terjadi antara orang-perorangan, antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, antar suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Pentingnya kontak dan komunikasi sosial bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji pada suatu kehidupan yang terasing. Kehidupan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak lain.

DAFTAR PUSTAKA

 

Elly M Setiadi, Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

 

Soekanto, soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers, PT RajaGrafindo Persada