kondisi new zealand

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

New Zealand yang juga dikenal dengan nama Selandia Baru merupakan sebuah Negara yang terletak di sebelah tenggara Australia, Samudera Pasifik selatan yang beribu kota di Wellington. New Zealand pada awalnya adalah tempat pemukiman bangsa Maori kemudian disusul oleh migrasi dari bangsa Polenesia. Tahun 1642 New Zealand ditemukan oleh pelaut Belanda bernama Abel Tasman. Setelah kedatangan James Cook dari Inggris pada tahun 1769, New Zealand menjadi daerah kekuasaan Inggris. Sejak tahun 1840 New Zealand resmi menjadi daerah koloni Inggris. Pada tahun 1852. New Zealand membentuk pemerintahan sendiri, tetapi baru merdeka penuh pada tahun 1907 atau yang sering disebut dengan mendapat status dominion dari Inggris. New Zealand adalah anggota negara-negara persemakmuran Inggris.

Dalam perkembangannya saat ini New Zealand menjadi negara maju, itu semua tidak lepas dengan pengaruh pendudukan Inggris di New Zealand yang menimbulkan banyak dampak positif maupun negatif. Pada masa pendudukan Inggris kondisi New Zealand berbeda dengan kondisi setelah mendapat status dominion dari Inggris pada tahun 1907. Dalam makalah ini kami akan membahas atau memaparkan kondisi New Zealand pada masa pendudukan Inggris dan kondisi New Zealand setelah mendapatkan status dominion (1907)

 

  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana proses masuknya Inggris di New Zealand dan pendudukan Inggris atas New Zealand?
  2. Bagaimna kondisi politik, sosial dan ekonomi New Zealand pada saat pendudukan Inggris?
  3. Bagaimana kondisi politik, sosial, dan ekonomi New Zealand setelah mendapatkan status dominion (1907)?

 

  1. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mempelajari proses masuknya Inggris di New Zealand dan pendudukan Inggris atas New Zealand.
  2. Untuk mempelajari kondisi politik, sosial dan ekonomi New Zealand pada saat pendudukan Inggris.
  3. Untuk mempelajari kondisi politik, sosial, dan ekonomi New Zealand setelah mendapatkan status dominion (1907).

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Proses Masuknya Inggris di New Zealand dan Pendudukan Inggris atas New Zealand

New Zealand adalah nama yang diberikan oleh penemunya dari Eropa Abel Tasman, navigator Belanda yang telah memetakan sebagaian dari pantai barat kedua pulau besar di New Zealand dalam tahun 1624. Negara ini tidak lagi dikunjungi oleh orang-orang Eropa selama lebih dari 100 tahun hingga Captain James Cook bersama-sama Yoseph Banks, ahli biologi, dari Angkatan Laut Inggris mengadakan suatu penyelidikan yang seksama tentang pesisir pantainya dalam tiga kali pelayaran yang dimulai tahun 1769.

Banyak orang Eropa yang bermigrasi ke New Zealand seperti para narapidana, para pedagang, bajak laut, bandit-bandit yang bersembunyi, para misionaris. Mereka menetap di Bay Of Island di Auckland yang selanjutnya berkembang menjadi pelabuhan kapal penangkap ikan.

Setelah Cook, New Zealand dikunjungi oleh beberapa kapal pemburu paus, pemburu anjing laut, dan kapal dagang Eropa dan Amerika Utara. Mereka menjual makanan, peralatan logam, persenjataan, dan barang-barang lain untuk memperoleh damarartefak, air, dan jasa. Selain Belanda dan Inggris banyak negara Eropa lainnya yang mendatangi New Zealand.

Pada Agustus 1839, Pemerintah Inggris mengirim Kapten William Hobson ke New Zealand dengan kapal “The Herald”, sebagai Konsul Inggris, dengan perintah untuk mencaplok bagian dari New Zealand dan menempatkannya di bawah kekuasaan Inggris. Misinya adalah untuk mengatur perjanjian dengan kepala Maori untuk kedaulatan atas semua, atau setidaknya lebih dari bagian negara.

Oleh karena itu tidak lama setelah kedatangan para pemukim New Zealand Perusahaan di Port Nicholson (Pulau Utara) bahwa Kapten Hobson memperoleh tanda tangan pertama dari kepala suku Maori untuk Perjanjian di Waitangi.

Perjanjian Waitangi akhirnya ditandatangani pada tanggal 6 Februari 1840, setelah sebuah pertemuan besar di Waitangi yang dimulai pada pagi hari tanggal 5 Februari. Diskusi dan argumen untuk dan terhadap Traktat berlanjut hingga pagi hari tanggal 6. Tidak semua kepala Maori hadir di Waitangi untuk menandatangani perjanjian itu, dan Hobson berangkat ke utara dan selatan untuk mengumpulkan tanda tangan. Sebelum 3 September, tanda tangan dari kepala suku Maori diperoleh.

Secara keseluruhan, lebih dari 500 Kepala Suku telah menandatangani, meskipun sejumlah Chiefs penting belum menandatangani Perjanjian tersebut, termasuk, Taraia of Thames, Tupaea of ​​Tauranga, Te Arawa of Rotorua, dan Ngati Tuwharetoa of Taupo. Salah satu kondisi dari Perjanjian adalah pemerintah kolonial baru untuk membeli tanah. Sedangkan penjualan tanah sebelum 1840 dinyatakan tidak sah. Isi perjanjian Waitangi antara lain:

  • Bangsa Maori menyerahkan hak kekuasaan kepada Ratu inggris untuk membuat undang-undang
  • Maori akan tetap mempunyai hak tunggal sepenuhya yang tidak dapat di ganggu gugat.Bila Maori menjual tanah hanya kerajaan Inggris yang membela
  • Bangsa Maori di jamin mempunyai hak seperti warga Inggris.

Pada awalnya Hobson mengalami kesulitan dengan pemukim di New Zealand. Pertama kedatangan pemukim ingin mendirikan pemerintahan sendiri, terlepas dari Perjanjian yang baru saja ditandatangani. Hobson melihat tindakan mereka sebagai ketidaksetiaan kepada Ratu, yang mendorongnya untuk menyatakan kedaulatan Inggris atas totalitas New Zealand. Pada awalnya New Zealand hanyalah ketergantungan New South Wales, tetapi pada tahun 1841 itu menjadi koloni Crown terpisah. Sejak tahun 1840 New Zealand resmi menjadi daerah koloni Inggris.

New Zealand memperoleh pemerintahan yang representatif pada tahun 1852 dan untuk pertama kalinya New Zealand Parlemen bertemu pada 1854. Dalam 1856 koloni efektif menjadi berpemerintahan sendiri, memperoleh tanggung jawab atas semua urusan rumah tangga selain kebijakan asli. (Kontrol atas kebijakan asli diberikan pada pertengahan 1860-an). 

Pada tahun 1907, atas permintaan dari New Zealand Parlemen, Raja Edward VIImenegaskan bahwa parlemen Inggris tidak bisa lagi membuat undang-undang untuk New Zealand tanpa mendapat persetujuan dari New Zealand. New Zealand terlibat dalam urusan dunia, berjuang bersama Kerajaan Inggris dalam perang dunia Pertama dan kedua. New Zealand menjadi negara dominion di bawah kerajaan Iggris pada tahun 1907. Setelah itu New Zealand beranjak menjadi negara makmur, dan jumlah penduduk Maori mulai bertambah kembali. Dalam tahun 1947 Undang-Udang westminster dengan resmi mengakui otonomi penuh dari New Zealand dan persamaan derajatnya dengan Inggris dan anggota-anggota persemakmuran lainnya. Dalam taun 1950, dewan legislatif (majelis tinggi) telah dihapuskan dan sejak itu New Zealand memiliki badan legistalitf yang bermajelis tunggal, yakni Dewan Perwakila Rakyat.

 

  1. Kondisi Politik, Sosial dan Ekonomi New Zealand pada saat Pendudukan Inggris
  2. Kondisi Politik

Dalam bidang politik atau pemerintahan New Zealand pada saat pendudukan Inggris pastilah sangat diatur dan tergantung oleh Inggris. Didalam pemerintahan New Zealand peran parlemen sangat berpengaruh. Proses pemilihan parlemen anggota parlemen dilakukan dengan hak pilih umum untuk setiap orang dewasa dan meliputi pemilihan rahasia. Semua warga negara Inggris dan negara-negara persekemakmuran yang telah tinggal selama setahun dan menjadi penduduk biasa di New Zealand berhak mengeluarkan suara dalam pemilihan, dengan perkecualian bagi mereka yang cacat mental dan terlibat dalam perbuatan-perbuatan kriminal tertentu. Dalam tahun 1879 hak pilih itu diberikan kepada semua orang laki-laki yang telah berumur 21 tahun, dan dalam tahun 1893 hak pilih itu diperluas kepada orang-orang wanita.

Dalam pemerintahan daerah, penjabat-penjabat daerah di New Zealand mengatur kota praja dan distrik, pelabuhan-pelabuhan, rumah sakit dan pendidikan (dibawah pengawasan negara), pembuatan dan pemeliharaan jalan-jalan raya, saluran-saluran air dan distribusi aliran listrik. Dewan-dewan distrik, kota madya dan kota praja dipilih oleh orang-orang dewasa yang sudah mencapai usia 20 tahun. Dalam beberapa hal lainnya terdapat perwakilan yang tidak langsung, dimana anggota-anggotanya diangkat oleh pejabat-pejabat daerah lainnya didaerah yang bersangkutan. Sistem pemerintahan daerah ini telah menggantikan dewan-dewan legislatif provinsi yang lama, merupakan suatu bagian dari bentuk pemerintahan federal yang terdapat di New Zealand hingga tahun 1876.

 

  1. Kondisi Sosial

Sebelum datangnya bangsa Inggris di New Zealand mayoritas penduduk disana berasal dari suku Maori atau orang-orang Maori. Orang-orang Maori adalah orang-orang yang berasal dari Polynesia yang nenek moyangnya telah mengadakan pelayaran jauh ke New Zealand dalam perahu lesung yang terbuka. Kelompok-kelompok utama mungkin bertolak dari kepulauan Society disuatu waktu dalam abad ke 14-an. Tetapi orang-orang Maori mungkin menetap di New Zealand beberapa abad sebelumnya.

Orang-orang Maori mempunyai kecakapan dalam berbagai bidang dan mudah menyesuaikan diri, dan terdapat disemua lapisan masyarakat, hidup sejajar dengan orang New Zealand lainnya. Di New Zealand tidak terdapat perbedaan dalam hak dasar.[1] Penduduk Maori telah meningkat dengan tetap dalam masa 70 tahun terakhir dan angka kenaikan rata-rata ialah 3 sampai 4 persen setahun, yang menjadikan salah satu kenaikan rata-rata yang tertinggi didunia. Angka kelahiran tinggi 37.83 persen dari setiap 1000 orang. Kemajuan dalam ilmu kedokteran dan standart kehidupan menurunkan angka kematian.

Standart yang tinggi dalam perawatan bayi dan pemeliharaan kesehatan serta alam sekeliling yang bagus, telah memberikan kapada orang-orang New Zealand suatu harapan hidup yang sangat bagus untuk

Pengaruh Inggris dalam penyebaran atau jumlah penduduk di New Zealand sangat dirasakan dengan adanya imigran. Sejak tahun 1840 ketika kedaulatan Inggris mulai dan diperluas sampai ke New Zealand dan pemukiman orang-orang Eropa yang terorganisir, pemukiman-pemukinan kebanyakan datang dari inggris, Skotlandia, Irlandia, dan Wales, tetapi ada beberapa yang datang dari Australia. Dari akhir tahun 1870 dan seterusnya perkembangan penduduk secara alamiah penting dari pada imigran, dan sekarang mencatat lebih dari tiga per empat dari jumlah penduduk tambahan setiap tahunnya. Delapan puluh lima persen dari penduduk New Zealand adalah kelahiran negara itu.

 

  1. Kondisi Ekonomi

Pada tahun 1860-an penemuan-penemuan emas di Otago dan Weastland dan di daerah Thames di Pulau Utara telah menarik perhatian ribuan pencari-pencari emas, terutama dari Australia dan pantai barat Amerika Utara. Daerah-daerah yang menghasilkan emas ini telah menghasilkan kekayaan bagi New Zealand ketika negara ini sedang berjuang untuk memperolah kedudukan yang kuat di bidang ekonomi.

Menjelang tahun 1870-an, puncak keramaian untuk mencari emas telah lampau. Kayu yang merupakan bahan eksport utama juga telah digantian oleh wol yang menempati tempat pertama sebagai penghasil devisa. Dalam tahun 1882 pendinginan bahan-bahan makanan telah dilaksanakan dengan sukses untuk perjalanan dari New Zealand ke Eropa. Hal ini merupakan landasan baru bagi pembangunan industri-industri pertanian yang mengadakan spesialisasi dalam produksi daging dan hasil-hasil pabrik susu untuk pasaran-pasaran di Inggris dan pasaran-pasaran di luar negeri. Perekonomian negara New Zealand bertumpu pada perdagangan hasil laut sejak abad ke-19, ketika bangsa Eropa membuat koloni di pulau itu. Kebanyakan dari infrastruktur negara dikembangkan dengan menggunakan modal dari luar negeri. Barang-barang impor dan pinjaman luar negeri dibayar dari hasil ekspor daging dan mentega beku.

 

  1. Kondisi Politik, Sosial, dan Ekonomi New Zealand setelah Mendapatkan Status Dominion (1907)
  1. Kondisi Politik

Depresi ekonomi dalam permulaan tahun 1930-an, yang menyebabkan pengangguran yang meluas dan tingkat kehidupan yang semakin menurun, telah meratakan jalan bagi kekalahan pemerintah-pemerintah konservatif yang memegang pemerintahan sejak tahun 1912. Partai buruh memegang pemerintahan dalam tahun 1935 dan dalam rangka program Jaminan Sosialnya telah menetapkan suatu program Kesehatan yang luas yang menyediakan pengobatan, perawatan di rumah sakit dan obat-obatan dengan cuma-cuma kepada para pasien. Pensiun untuk orang-orang yang telah lanjut usianya dan yang sakit lebih dipermudah, dan jam bekerja ditetapkan selama 40 jam saja seminggunya. Suatu program besar mulai menyediakan rumah-rumah dengan sewa yang rendah. Pekerjaan-pekerjaan umum yang luas telah dimulai demgan mulai digunakannya alat-alat penggali tanah yang modern.

Di bawah pemerintahan Partai Nasional. Yang berkuasa dari tahun 1949 sampai 1957, program-program pembangunan mendapat dorongan kuat untuk pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan umum, pembukaan tanah untuk tempat tinggal di jalan-jalan raya, dan tindakan-tindakan telah diambil untuk mendorong memiliki rumah-rumah sendiri dan untuk membangun industri-industri baru.

Partai Nasional, yang dikalahkan oleh Partai Buruh dalam tahun 1957, memperoleh kembali kekuasaannya dalam tahun 1960 dan memegang pemerintahan.

Sistem pemerintahan yang dianut oleh New Zealand sendiri tidak jauh berbeda dengan negara yang pernah menjajahnya (Inggris), yaitu sistem politik parlementer. Sedangkan konstitusi di negara ini merupakan kumpulan dari dokumen-dokumen penting (act) seperti The Treaty of Waitangi, The Constitution Act 1986, The New Zealand Bill of Rights 1990 dan The Electoral Act 1993. The Treaty of Waitangi adalah dokumen pertama yang disetujui oleh penduduk New Zealand, Maori dengan kerajaan Inggris pada tahun 1980 sebagai dokumen konstitusional yang mengatur hubungan antara kerajaan dengan penduduk Maori. Perjanjian ini dibentuk sebagai upaya keduabelah pihak untuk dapat tetap hidup berdampingan tanpa harus mengganggu kebudayaan Maori. Dengan disetujuinya perjanjian ini, maka kebudayaan Maori tetap bisa dijalankan dan sekaligus kerajaan Inggris memiliki hak mengatur seluruh rakyat New Zealand. The New Zealand Bill of Rights 1990 sebenarnya bukanlah bentuk konstitusi yang komprehensif tetapi hanya berfungsi untuk menjaga hak –hak dan kebebasan sipil dan hak politik masyarakat New Zealand. Perjanjian ini dibuat tidak sebagai akta tertinggi namun untuk melengkapi hasl-hal yang tidak tercantum dan diatur dalam perjanjian Waitangi. Tata cara pemilihan umum sendiri diatur dalam The Electoral Act yang dikeluarkan tahun 1993. Didalamnya meliputi tata cara pemilihan umum terutama parlemen dengan sistem yang dikenal dengan mixed member proportional (MMP). Menurut sistem ini, setengah anggota parlemen dipilih dari distrik pemilihan dan sisanya dari partai politik yang dilakukan setiap tiga tahun sekali. Disini, pemilih sekaligus memiliki dua suara yakni untuk pemilihan perwakilan distrik dan untuk partai politik. Khusus masyarakat Maori, mereka dapat memilih untuk menggunakan hak pilihnya di distrik pemilihan biasa maupun di salah satu distrik pemilihan Maori. The Constitution Act 1986, sebenarnya dapat dipandang sebagai pernyataan paling formal dalam kumpulan konstitusi di New Zealand. Hal ini karena didalamnya berisikan hal-hal yang menyangkut aspek-aspek dasar pemerintahan seperti kedaulatan, kekuasaan eksekutif, legislatif dan lembaga judisier. 

Dinamika pemilihan umum di New Zealand sendiri didominasi oleh dua partai politik besar, yaitu Partai Nasionalis yang cenderung konservatif dan Partai Buruh yang berhaluan Kiri. Dua partai politik ini telah mendominasi pemerintahan sejak awal konstitusi dibuat. Partai Buruh merupakan partai yang lebih sering berkuasa di pemerintahan dibandingkan partai Nasionalis. Selama 14 tahun pertama (1935-1949) kekuasaannya, partai buruh telah berhasil menanamkan dasar pemerintahan yang hirau pada isu-isu sosial termasuk jaminan sosial yang cukup komprehensif, program pekerjaan umum, upah dasar minimum, dan 40 jam pekan kerja. Tampuk kekuasaan selanjutnya dipegang oleh partai Nasional dan kemudian, kebijakan perekonomian lebih berorientasi ke pasar. Saat itu, New Zealand memang sedang dililit hutang, sehingga kebijakan deregulasi dianggap sebagai salah satu alternatif jalan keluar dari krisis ekonomi tersebut. Isu nuklir juga mulai mendapatkan perhatian saat partai Nasional berkuasa dengan memberlakukan undang-undang anti-nuklir yang membawa New Zealand suspensi dari ANZUS aliansi keamanan dengan Amerika Serikat dan Australia. 

Dalam era kontemporer, dominasi dual-partai ini dianggap tidak lagi merepresentasikan kepentingan masayrakat yang semakin beraneka ragam. MMP kemudian diberlakukan dengan tujuan untuk meningkatkan representasi partai-partai kecil di parlemen. Meskipun tetap saja baik Nasional maupun Partai Buruh memiliki suara mayoritas mutlak di parlemen, tetapi munculnya partai Progresif, Partai Hijau, Partai American Future dan Partai Maori, merupakan salah satu progress yang diraih dari pemberlakuan sistem pemilihan MMP. Sejak tahun 1996, baik partai Buruh maupun Nasional mulai mencoba untuk berkoalisi dengan partai – partai baru tersebut. Pada tahun 2008 ini, pemilihan umum dimenangkan oleh John Key yang berasal dari Partai Nasional. Partai Nasional memenangkan 45% dari total suara pemilih (58 kursi), sedangkan Partai Buruh menguasai 34% suara pemilih (43 kursi). Partai Hijau memenangkan sembilan kursi; ACT memenangkan lima kursi; Partai Maori mendapatkan lima kursi dan Partai progresif dan Partai Amerika Future memenangkan masing-masing satu kursi. Merespon kekalahan partai buruh di pemilihan tahun 2008 tersebut, Perdana Menteri Helen Clark mengumumkan bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai Buruh setelah 15 tahun berkuasa dan digantikan oleh Phil Goff. 

Ketiadaan satu bentuk konstitusi tunggal tidak menyurutkan New Zealand untuk selalu menjadi negara yang jauh dari konflik. Tetapi, diawal pemerintahannya, tidak dipungkiri bahwa antara masyarakat pendatang dengan masayrakat Maori pernah terlibat dalam konflik perang selama hampir 10 tahun. Tetapi, setelah permasalahan selesai hingga saat ini, tidak ditemukan lagi konflik-konflik yang mengganggu stabilitas politik di New Zealand. Ketiadaan konstitusi tunggal sendiri sebenarnya memberikan keuntungan tersendiri bagi terciptanya kondisi internal yang aman dan stabil. Hal ini menjadi logis manakala masing-masing perjanjian (act) tersebut saling melengkapi satu sama lain. Aspek-aspek yang tidak terdapat dalam perjanjian Waitangi telah dilengkapi dengan ditandatanganinya perjanjian-perjanjian baru tanpa merubah tatanan yang sudah ada. Selain itu, populasi yang tidak terlalu besar dan memiliki tingkat disiplin dan moderat juga merupakan salah satu aspek pendukung terciptanya perdamaian di New Zealand.

 

  1. Kondisi Sosial

Setelah New Zealand mendapat status dominion dari pihak Inggris pada tahun 1907 telah mengalami peningkatan kemakmuran. Walau bagaimana, beberapa masalah sosial telah tumbuh, orang Maori sudah mulai untuk berpindah ke bandar-bandar, terlebih lagi dalam soal pencarian kerja, keseronokan dan bukannya kehidupan tradisi mereka yang bersifat kekampungan. Di dalam kebiasaan sama seperti negara-negara maju, pembangunan sosial telah dipercepatkan pada tahun 1970-an dan banyak perubahan berlaku dari segi politik dan sosial. Perubahan ekonomi dan sosial berlaku pada tahun 1980-an di bawah kerajaan Buruh ke-4 kebanyakannya diketuai oleh Menteri Keuangan Roger Douglas, dan ia dikenali sebagai “Rogernomics.”[2]

Menurut sensus tahun 2001, populasi New Zealand ada 3.820.749 jiwa. Negara ini memiliki tingkat populasi yang rendah, dengan perbandingan 15 orang setiap kilometer perseginya. Sebanyak tiga perempat orang New Zealand tinggal di Pulau Utara meskipun lebih kecil dari Pulau Selatan, karena sebagian besar kota besar dan industri terletak disana.

Sekitar 86 persen masyarakat New Zealand tinggal di daerah perkotaan. Lebih dari setengah populasi perkotaan tersebut tinggal di lima kota besar negara: Auckland, Wellington, Christchurch, Hamilton, dan Dunelin. Auckland, sejauh ini menjadi yang kota kosmopolitan yang terbesar dan memiliki angka pertumbuhan tertinggi dibanding kota lainnya. Kota tersebut merupakan pusat industri dan gerbang untuk jalur laut. Wellington merupakan tempat pemerintahan nasional dan merupakan pusat transportasi domestik dan perkapalan komersial. Kedua kota terletak di Pulau Utara, dengan Auckland di baratdaya dan Wellington di tenggara. Hamilton terletak tidak jauh dari Auckland, merupakan pusat pertanian. Kota terbesar di Pulau Selatan adalah Christchurch, terletak di pantai timur, dan yang lainnya adalah Dunelin yang terletak di selatan merupakan pusat produksi wol, pendidikan, dan pariwisata.

  1. Kelompok Etnik dan Bahasa

Orang New Zealand keturunan Eropa, yang dikenal oleh orang Maori sebagai Pakeha mendominasi 75 persen populasi negara ini. Mereka biasanya disebut sebagai kelompok etnis terbesar, tapi fakta mengatakan bahwa mereka merupakan etnik campuran dari berbagai bangsa daerah Eropa. Keturunan Inggris, Skotlandia, dan Irlandia merupakan keturunan terbesar dalam komposisi, dan terdapat juga keturunan Jerman, Australia, Skandinavia, dan Kroasia.

Suku Maori, keturunan asli New Zealand, merupakan kelompok keturunan non-Eropa terbesar. Mereka adalah orang Polinesia yang pertama kali datang pada tahun 1100 SM. Segera setelah bangsa Eropa melakukan kolonialisasi di abad 19 pertumbuhan populasi mereka dengan cepat berkurang, tapi dengan dramatis kemudian meningkat kembali selama abad 20 dari jumlah yang kurang dari 5 persen di 1900 menjadi sekitar 15 persen di tahun 2000.

Keturunan Kepulauan Pasifik dan Asia Timur masing-masing terhitung berjumlah 5 persen dari populasi. Skala besar imigrasi orang Kepulauan Pasifik dimulai pada tahun 1960-an. Para imigran tersebut terutama berasal dari Tonga, Kepulauan Fiji, Tokelau, Niue, dan Cook Islands, dan yang terbanyak berasal dari Samoa. Imigrasi orang Asia Timur bermula pada tahun 1860, ketika penemuan emas menarik hati ribuan orang Cina. Gelombang imigrasi lainnya dimulai pada tahun 1980-an oleh orang-orang dari Asia Tenggara dan Timur, termasuk etnis Cina Hong Kong dan Taiwan, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina.

Bahasa Inggris dan Maori merupakan bahasa resmi New Zealand. Kebanyakan masyarakatnya berbicara Bahasa Inggris dengan aksen New Zealand, yang mirip dengan aksen Australia. Bahasa Maori merupakan bahasa yang dipakai dalam lingkup keluarga Austronesia. Bahasa tersebut diakui sebagai bahasa resmi pada tahun 1987. Sejumlah kecil dari populasi total Maori diperkirakan fasih bahasa ini, tapi saat ini mulai disegarkan lagi untuk tingkat kanak-kanak awal dalam program kohanga reo (Language Nest). Bahasa Polinesia dan Eropa lainnya dipakai oleh sejumlah kecil dari persentasi populasi.

  1. Agama

Mayoritas masyarakat New Zealand beragama Kristen. Aliran Kristen Anglikan yang secara tradisional berasal dari Inggris merupakan kelompok agama terbesar.[3] Kelompok Kristen terbesar lainnya adalah aliran Presbiter dan Katolik Roma. Keanggotaan jemaat dalam gereja-gereja Kristen utama terus menerus mengalami pengurangan selama beberapa dekade. Akan tetapi, keanggotaan di beberapa sekte yang lebih kecil mengalami peningkatan, sebagaimana juga peningkatan angka orang-orang New Zealand yang menyatakan diri tidak beragama atau menyangkal kepada negara tentang afiliasi mereka. Banyak dari Pakeha menyatakan afiliasi religius mereka namun tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Umumnya, praktek keagamaan lebih kuat dalam warga Maori dan warga Kepulauan Pasifik daripada Pakeha. Gereja Kristen Maori, Gereja Ringatu (didirikan tahun 1867) dan Gereja Ratana New Zealand (1918), relatif kecil tapi secara konsisten keanggotaannya aktif.

  1. Pendidikan

Pendidikan di New Zealand bersifat wajib dan bebas biaya untuk anak dari usia 5 sampai dengan 16 tahun. Para siswa menghabiskan waktu delapan tahun dalam sekolah primer, yang sering dilanjutkan ke sekolah dengan spesialisasi yang dijalani selama dua tahun. Sekolah sekunder umumnya menghabiskan lima tahun dan bebas biaya untuk siswa dibawah umur 20. Kebanyakan siswa memilih sekolah umum yang sekuler; hanya sedikit yang memilih sekolah privat atau sekolah yang berafiliasi dengan gereja.

Selamdia Baru memiliki angka melek huruf sebesar 99 persen. Program Penilaian Pelajar Internasional-nya OECD menempatkan sistem pendidikan New Zealand pada peringkat ke-7 terbaik di dunia, di mana para pelajar berkemampuan membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan yang sangat baik.[4]

  1. Pola Hidup

Sebelum orang Eropa bermigrasi ke New Zealand pada akhir abad 18 serta sebelum memperoleh status dominion dari Inggris, pola hidup masyarakat Seladia Baru komunal, berbagi satu sama lain, dan hidup dari tanah tersebut, serta memiliki nilai-nilai tradisional yang kuat. Masyarakat New Zealand telah berubah secara dramatis dalam beberapa dekade. Sampai dengan tahun 1960-an negara ini terisolasi secara kultural dari belahan dunia lainnya, kecuali Inggris. Kebanyakan rumah tidak memiliki televisi, kontrol import telah membatasi akses ke sejumlah barang konsumsi, dan perjalanan serta pariwisata ke luar negeri sangat kecil persentasenya. Kaum wanita tidak berpartisipasi dalam pekerjaan yang dibayar. Toko eceran dan sektor bisnis lainnya tutup pada hari minggu, dan kedai minuman tutup mulai jam makan malam. Semua ini kemudian berubah selama era 1990-an, saat ini New Zealand sangat modern dan sangat berorientasi pada konsumen seperti negara-negara barat lainnya. Isu-isu sosial juga dialami New Zealand termasuk dengan meningkatnya angka pengangguran dan kriminalitas, terutama sejak tahun 1980-an.

Warga New Zealand menikmati standar hidup yang tinggi. Banyak dari mereka hidup dalam satu rumah keluarga dengan tanah yang luas, bahkan di kota besar. Angka kepemilikan rumah tinggi, meskipun penghuni apartemen juga meningkat di kota-kota. Meningkatnya pembangunan perumahan merupakan fenomena yang timbul di Auckland dan Wellington. Meskipun kebanyakan warga hidup di kota-kota, daerah pedesaan ternyata tidak jauh dari kota-kota tersebut. Setiap tahunnya orang New Zealand semakin sadar untuk mengurangi kebiasaan berjemur dan pentingnya diet. Restoran-restoran saat ini menyediakan makanan-makanan sehat yang lebih bervariasi, meskipun sajian-sajian tradisional seperti ikan, keripik, domba tetap disukai.

Orang New Zealand merupakan penggemar dan partisipan olahraga. Rugby merupakan olahraga tradisional yang disukai. Liga bola rugby, sepak bola, hoki, kriket, softball, basket, olahraga air juga sangat disukai. Para wanitanya juga aktif dalam olahraga-olahgara tersebut kecuali untuk rugby profesional. New Zealand juga banyak turut serta dalam ajang olahraga internasional dalam bidang rugby, sepak bola, kriket, tenis, dan kompetisi berlayar.

  1. Kebersihan

Kebersihan di negara ini sudah terjamin, karena tingkat kesadaran hukum yang baik serta tingkat pendidikan yang baik pulasudah mempengaruhi masyarakat bahwa sangat pentingnya kebersihan tersebut.

  1. Fasilitas Umum

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa mayoritas penduduk di negara ini bertempat tinggal di perkotaan dan mempunyai pekerjaan dari hasil sektor jasa dan industri serta pariwisata, sehingga jumlah penduduk yang kaya cukup banyak. Tentu hal ini membuat pemerintah mempunyai cukup banyak modal yang cukup besar untuk memfasilitasi yang baik untuk negara ini.

 

  1. Kondisi Ekonomi

Sejak New Zealand terlibat dalam Perang Dunia II, negara ini telah secara serius mengembangkan agrikultur sebagai basis dari kehidupan perekonomiannya. Pada tahun 1950 hingga 1960-an, New Zealand berhasil mencapai full employment. GDP naik 4% dan harga produk agrikultur terutama wool naik seiring dengan pecahnya perang Korea. Tetapi dalam periode ini, perekonomian New Zealand dilain pihak juga memperlihatkan tanda-tanda kemunduran. Pada tahun 1962, Kementerian Ekonomi dan Moneter menyatakan bahwa ekonomi New Zealand berada dalam tingkat produktivitas dan perdagangan yang sangat rendah. Bahkan periode ini merupakan periode terburuk bagi perekonomian New Zealand. Akhir tahun 1960-an, New Zealand dihadapkan pada permasalahan ketidakseimbangan BoP. Pemerintah menetapkan kebijakan ekonomi protektif untuk menjaga standar hidup tinggi masyarakatnya di tengah pinjaman luar negeri yang terus membengkak. Permasalahan ekonomi tersebut mencapai puncaknya pada tahun 1970-an. Pada awal tahun 1970-an New Zealand mengalami kemerosotan perekonomian yang sangat drastis. Keadaan ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak yang berakibat pada berkurangnya permintaan dunia terhadap barang-barang primer New Zealand dan tersendatnya akses New Zealand ke dalam pasar Inggris setelah terbentuknya Uni Eropa. Beberapa faktor lain seperti krisis minyak juga turut mempengaruhi kelangsungan perekonomian New Zealand yang selama beberapa periode sebelum tahun 1973 sempat mencapai tingkat kehidupan standar seperti Australia dan Eropa barat. Akan tetapi seluruh pencapaian tersebut kemudian tersendat berlarut-larut dalam krisis ekonomi. Saat itu akses pasar ekspor menjadi sangat sulit karena pangsa pasar terbesarnya, yaitu Inggris telah bergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa. Selain itu kenaikan harga minyak dunia pada tahun 1973 dan 1974 secara bersamaan berperan dalam jatuhnya pendapatan nasional dari kegiatan ekspor. Di saat standar hidup New Zealand tertinggal dibelakang Australia dan Eropa Barat, negara ini kemudian pada tahun 1982 dalam survey yang dilakukan oleh Bank Dunia, berada pada tingkat pendapatan perkapita terendah diseluruh negara-negara berkembang. Pada petengahan tahun 1980-an pemerintah berinisiatif membuat program untuk melakukan perubahan struktur ekonomi untuk dapat bersaing di dalam pasar bebas, akan tetapi perubahan ini tidak seluruhnya berhasil dalam upaya pemerintah New Zealand untuk mengubah keadaan perekonomian menjadi lebih baik. Dalam kenyataannya, beberapa sektor ekonomi tidak dapat bersaing dengan negara lain yang tenaga kerjanya memiliki tingkat pendapatan yang lebih rendah. Industri kendaraan bermotor dihapuskan, sementara itu banyak industri pakaian dan sepatu yang memindahkan daerah operasional mereka ke negara yang tenaga kerjanya lebih murah. Perubahan ini juga berakibat pada kehidupan sosial yang memicu meningkatnya tingkat pengangguran di negara ini. Sejak tahun 1984, pemerintah New Zealand berhasil melakukan restrukturisasi makro ekonomi utama yang kemudian merubah negara ini dari negara yang sangat proteksionis menjadi negara dengan ekonomi liberalis. Perubahan-perubahan ini dikenal sebagai Rogernomics dan Ruthanasia, yang berasal dari nama dua menteri keuangannya yaitu Roger Douglas dan Ruth Richardson.

Pertanian dan perkebunan sangatlah penting dalam kegiatan perekonomian New Zealand, akan tetapi kegiatan agrikultur ini tidak mendapat subsidi dari pemerintah karena perubahan sistem dan peraturan perekonomian pada tahun 1980-an. Selain itu, ikan dan hasil laut lainnya merupakan salah satu hasil ekspor New Zealand meskipun hasil dari sektor ini tidak terlalu mempengaruhi perkembangan perekonomian negara. Hal yang paling penting dalam kegiatan perekonomian dan merupakan pemberi kontribusi paling besar bagi berkembangnya perekonomian New Zealand adalah bidang layanan jasa. Layanan jasa ini sangat berperan dalam peningkatan GDP dan pengurangan tingkat pengangguran di negara ini. Layanan jasa ini mencakup bidang pariwisata, transportasi, pendidikan, kesehatan, konsultan bisnis, dan juga dalam bidang perbankan. Pariwisata merupakan salah satu komponen penting dalam bidang pelayanan jasa ini, 10% dari pekerjaan yang ada di New Zealand ialah di bidang industri pariwisata.Hasil tambangnya tidak besar namun kaya dengan sumber alam hutan. Industrinya terutama terdiri dari pengolahan produk pertanian, hutan dan peternakan. Hasil-hasil ini kemudian diekspor. Industrialisasi pertanian di New Zealand sudah terealisasi. Komoditi pertanian utama adalah gandum dan buah-buahan. Usaha peternakannya yang sangat maju merupakan dasar perekonomian. Produk susu dan daging adalah produk ekspor yang paling utama. Volume ekspor bulu domba New Zealand menempati urutan pertama di dunia dengan mencapai 25 %. New Zealand juga kaya dengan hasil perikanan dan merupakan zona ekonomi khusus nomor empat di dunia. Lingkungannya segar, iklimnya nyaman, pemandangannya indah, dan obyek pariwisatanya tersebar di seluruh negeri.Target ekonomi pemerintah saat ini terpusat pada upaya untuk mendapatkan perjanjian perdagangan bebas dan pembangunan pengetahuan ekonomi. New Zealand dan Australia terlibat dalam kerjasama “Closer Economic Relations” (CER), dimana perdagangan bebas diberlakukan bagi keduanya. Sejak tahun 1990, CER menciptakan pasar tunggal bagi 22 juta orang dan ini merupakan kesempatan baru bagi eksporter New Zealand. Saat ini Australia merupakan tujuan dari 25% ekspor New Zealand, dibandingkan dengan 14% di tahun 1983. Disamping itu, New Zealand juga melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Singapura sejak tahun 2001. Pada bulan Juli 2005, keduanya sepakat membentuk Trans-Pacific Strategic Economic Partnership (TPP) dengan Chili dan Brunai Darussalam. Kemudian pada 22 September 2008, Amerika Serikat bergabung dalam TPP. Tahun 2005, New Zealand menjajaki kesepakatan perdagangan bebas dengan Thailand. Dua tahun setelah itu, New Zealand menandatangani kerjasama perdagangan bebas dengan China dan membentuk the Gulf Cooperation Council (GCC), kesepakatan kerjasama dengan negara-negara teluk (Saudi Arabia, Kuwait, Bahrain, Qatar, the United Arab Emirates, dan Oman). Negara ini juga menyepakati perjanjian ekonomi bilateral dengan Korea Selatan dan Jepang.

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. Kesimpulan

Penemu New Zealand pertama kali adalah Abel Tasman, navigator berkebengsaan Belanda. Namun Belanda tidak kembali lagi ke New Zealand. Kemudian Captain James Cook bersama-sama Yoseph Banks, ahli biologi, dari Angkatan Laut Inggris mengadakan suatu penyelidikan yang seksama tentang pesisir pantainya dalam tiga kali pelayaran yang dimulai tahun 1769. Setelah itu banyak orang-orang Inggris yang melakukan migrasi ke New Zealand. Hal tersebut memicu banyak konflik dengan penduduk asli (Suku Maori). Kemudian munculah perjanjian Waitangi antara orang Inggris dengan penduduk asli (Suku Maori).

Pada tahun 1840, New Zealand menjadi negara dudukan Inggris. New Zealand memperoleh pemerintahan yang representatif pada tahun 1852 dan pertama New Zealand Parlemen bertemu pada 1854. Pada tahun 1907, atas permintaan dari Parlemen New Zealand, Raja Edward VIImenegaskan bahwa parlemen Inggris tidak bisa lagi membuat undang-undang untuk New Zealand tanpa mendapat persetujuan dari New Zealand. Dan pada saat itu New Zealand resmi mendapat status dominion oleh Inggris.

Pada masa awal pendudukan Inggris kondisi New Zealand masih muncul beberapa konflik kecil antara penduduk asli dengan kolonial Inggris, namun dengan adanya pendudukan Inggris New Zealand menjadi negara yang lebih berkembang. Setelah mendapatkan status dominioan New Zealand melaksanakan pemerintahannya sendiri walaupun masih dibawah pengawasan Inggris, dan dengan diberikannya status dominion tersebut kondisi New Zealand dalam bidang politik, sosial dan ekonomi mendingkat dan mengalami kemajuan.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Soeparman. 1988. BPK: Sejarah Australia Oceania (Negara Tetangga). Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta

Kamarga, Hanny. New Zealand History. http://history-nz.org/

http://chocolitius.blogspot.com/2010/04/kekuatan-kekuatan-ekonomi-selandia-baru.html (diakses pada tanggal 20 April 2014)

http://chocolitius.blogspot.com/2010/04/sekilas-pandang-sistem-politik-dan.html(diakses pada tanggal 17 April 2014)

http://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_New_Zealand (diakses pada tanggal 16 April 2014)

http://newzeanando.wordpress.com/tentang-selandia-baru/ekonomi/ (diakses pada tanggal 20 April 2014)

http://newzeanando.wordpress.com/tentang-selandia-baru/masyarakat-dan-individu/ (diakses pada tanggal 15 April 2014)

http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/10/suku-bangsa-maori-selandia-baru.html (diakses pada tanggal 18 April 2014)

http://rindiantik.wordpress.com/category/sejarah-negara-negara-di-dunia/ (diakses pada tanggal 17 April 2014)

 

[1] Ada 10 hak dasar manusia yaitu hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak.

[2] http://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_New_Zealand

[3] Awalnya, Kristen itu adalah Katolik. Waktu kejayaan byzantium, mengganti ibukota Romawai dari Roma (Barat) ke Konstantinopel di Turki (di Timur) yang juga berdampak pada terbaginya wilayah dalam tubuh Gereja karena pada masa itu Katolik adalah agama seluruh kekaisaran Romawi. Kemudian Konstantinopel jatuh ke tangan Turki sementara Roma masih dalam kekuasaan Romawi. Nah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki inilah, terjadi perpisahan dalam tubuh Gereja. Jadi muncul lah Istilah Katolik Roma dan Orthodox.

Dari Katolik Roma, kemudian, karena adanya kebijakan² Paus yang tidak sesuai di hatinya (Martin Luther) maka dia membentuk gereja baru disebutlah mereka itu Protestan. Kemudian Gereja yang didirikan oleh Martin Luther ini juga masih mengadopsi liturgi ibadat Katolik, kemudian Ulrich Zwigli, Johannes Calvin membuat aliran baru lagi, sesuai dengan nama mereka. Untuk Yang berhaluan ke Martin Luther disebut Lutheran seperti kebanyakan gereja Protestan yang ada di Indonesia ini (kebanyakan anggota PGI). Untuk yang berhaluan Calvinis yang pecahan dari Lutheran pecah lagi beberapa lagi, seperti Baptis, Pentakosta, dll (kebanyakan aliran karismatik sekarang ini). Sedangkan Anglikan pecahan karena Raja Inggris Henry VIII, mau nikah lagi (poligami) sementara Paus menentangnya, jadilah dia membentuk Gereja Anglikan.

[4] Program Penilaian Pelajar Internasional (Bahasa Inggris: Program for International Student Assessment, disingkat PISA) adalah penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD). Tujuan dari studi PISA adalah untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh dunia, dengan maksud untuk meningkatkan metode-metode pendidikan dan hasil-hasilnya.

amakalah audio visual

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Media Audio Visual

            Ketika kita mempelajari salah satu media pembelajaran yaitu media audio visual maka pertama kita harus mengetahui apa sebenarnya media audio visual itu. Jika dilihat media ini merupakan penggabungan dari media audio dan media visual maka secara spesifik akan dijelaskan dahulu mengenai pengertian media audio dan media visual setelah itu akan ditarik kesimpulan mengenai arti dari media audio visual itu sendiri.

a. Pengertian Media Audio

Media audio yaitu media yang berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (kedalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal. Beberapa jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah radio, dan alat perekam pita magnetic.

Kelebihan dari media audio adalah harganya murah; mudah dibawa atau dipindahkan; dapat digunakan bersama-sama dengan alat perekam radio, sehingga dapat diulang atau diputar kembali; dapat merangsang partisipasi aktif pendengaran siswa, serta dapat mengembangkan daya imajinasi seperti menulis, mendengarkan dan sebagainya.

Selain itu, media audio juga memiliki kekurangan diantaranya yaitu memerlukan suatu pemusatan pengertian pada suatu pengalaman yang tetap dan tertentu, sehingga pengertiannya harus didapat dengan cara belajar yang khusus; media audio yang menampilkan simbol digit dan analog dalam bentuk auditif adalah abstrak, sehingga pada hal-hal tertentu memerlukan bantuan pengalaman visual; karena abstrak, tingkatan pengertiannya hanya bisa dikontrol melalui tingkatan penguasaan perbendaharaan kata-kata atau bahasa, serta susunan kalimat; media audio hanya akan mampu melayani secara baik bagi mereka yang sudah mempunyai kemampuan dalam berpikir abstrak; penampilan melalui ungkapan perasaan atau simbol analog lainnya dalam bentuk suara harus disertai dengan perbendaharaan pengalaman analog tersebut pada si penerima

b. Pengertian Media Visual

Media berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi. Contoh dari media visual yaitu Gambar representasi, Diagram, Peta, Grafik, Overhead Projektor (OHP), Slide, dan Filmstrip.

Kelebihan dari media visual yaitu Repeatable, artinya dapat dibaca berkali-kali dengan menyimpannya atau mengelipingnya; analisis lebih tajam yaitu dapat membuat orang benar-benar mengerti isi berita dengan analisa yang lebih mendalam dan dapat membuat orang berfikir lebih spesifik tentang isi tulisan; dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik; media visual memungkinkan adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sekitarnya; dapat menanamkan konsep yang benar; dapat membangkitkan keinginan dan minat baru; dan meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa.

Kekurangan dari media visual yaitu lambat dan kurang praktis; tidak adanya audio menyebabkan materi yang disampaikan kurang mendetail; visual yang terbatas maksudnya media ini hanya dapat memberikan visual berupa gambar yang mewakili isi berita; biaya produksi cukup mahal karena cetak media harus menyetak dan mengirimkannya sebelum dapat dinikmati oleh masyarakat.

c. Pengertian Media Audio Visual

Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media auditif (mendengar) dan visual (melihat). Media audio visual merupakan sebuah alat bantu audiovisual yang berarti bahan atau alat yang dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang diucapkan dalam menularkan pengetahuan, sikap, dan ide.

Sedangkan Dale (1969:180) mengemukakan bahwa bahan-bahan audio-visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Menurut (Harmawan, 2007) mengemukakan bahwa “Media Audio Visual adalah Media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi) meliputi media yang dapat dilihat dan didengar)”.[1]

Jika dilihat dari perkembangan Media Pendidikan, pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat Bantu guru (teaching aids). Alat Bantu yang dipakai adalah alat Bantu visual misalnya gambar, model, objek dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Namun sayang, karena terlalu memusatkan perhatian pada alat bantu visual yang dipakainya orang kurang memperhatikan aspek desain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya.

Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar pertengahan abad ke-20, alat visual untuk mengkonkretkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal adanya alat audio-visual atau Audio-Visual Aids (AVA). “Alat Bantu Dengar” seperti : Video Tape, Televisi dan Gambar Hidup (biocope). Akan tetapi media bukan hanya menjadi alat Bantu guru atau seseorang pendidik lainnya, media mempunyai banyak manfaat bagi semua orang untuk mendapatkan informasi yang sedang berkembang dan mempermudah manusia menerima pesan dari mana pun.

Konsep pengajaran visual kemudian berkembang menjadi audio-visual aids pada tahun 1940. Istilah ini bermakna sejumlah peralatan yang dipakai oleh para guru dalam menyampaikan konsep, gagasan, dan pengalaman yang ditangkap oleh indera pandang dan pendengaran. Penekanan utama dalam pengajaran audio-visual adalah pada nilai belajar yang diperoleh melalui pengalaman konkret, tidak hanya didasarkan atas kata-kata belaka. Perkembangan berikutnya adalah munculnya gerakan audio-visual communication yang terjadi pada tahun 1950-an.

Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat Bantu audiovisual, sehingga selain sebagai alat Bantu media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu alat audio-visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga sebagai alat penyalur pesan atau media. Teori ini sangat penting dalam penggunaan media untuk kegiatan program-program pembelajaran. Menurut seorang ahli komunikasi dan media pendidikan Rudy Breatz media pendidikan mempunyai ciri utama dan memiliki 3 unsur pokok yaitu : Suara, Visual dan gerak.

Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis, kemudian lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pembelajaran. 

2.2 Fungsi Audio Visual

Belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang kongkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar sering kali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan di balik realitas. Karena itu, media audio visual memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak dan menunjukan hal-hal yang tersembunyi. Ketidakjelasan atau kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili kekurangan guru dalam mengkomunikasikan materi pelajaran

Namun perlu diingat, bahwa peranan media audio visual tidak akan terlihat apabila penggunaannya tidak sejalan dengan esensi tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan, maka media bukan sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Melalui penggunaan media pembelajaran audio visual diharapkan dapat mempertinggi kualitas proses belajar mengajar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas prestasi belajar siswa. Menurut M Sobry (2008: 102 – 103) Bahwa ada beberapa fungsi penggunaan media audio visual dalam proses belajar mengajar, di antaranya:

  1. Menarik perhatian siswa
  2. Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran
  3. Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan)
  4. Mengatasi keterbatasan ruang
  5. Pembelajaran lebih komunikatif dan prodiktif
  6. Waktu pembelajaran bisa dikondisikan
  7. Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar
  8. Meningkatkan motivasi siswa yang mempelajari sesuatu/menimbulkan gairah belajar
  9. Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam, serta
  10. Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.    

Jelaslah bahwa media audio visual merupakan media yang sebaiknya digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Media audio visual merupakan salah satu metode untuk memperoleh kemudahan ketika proses pembelajaran dirasakan menemui kerumitan dan kebosanan dalam pembelajaran.    Menurut Wina Sanjaya (2009: 169), secara khusus media audio visual pembelajaran memiliki fungsi dan peran untuk:

  1. Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu

Peristiwa-peristiwa penting atau objek yang langka dapat diabadikan dengan foto, film, atau direkam melalui video atau audio, kemudian perstiwa itu dapat disimpan dan dapat digunakan manakala diperlukan. Guru dapat menjelaskan proses terjadinya gerhana matahari yang langka melalui hasil rekaman video. Atau, bagaimana proses perkembangan ulat menjadi kupu-kupu; proses perkembangan bayi dalam rahimdari mulai sel telur dibuahi hingga menjadi embrio dan berkembang menjadi bayi. Demikian juga dalam pelajaran IPS guru dapat menjelaskan bagaiman terjadinya pristiwa proklamasi melalui tayangan televisi atau sebagainya.

  1. Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu

Melalui media pembelajaran, guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami dan dapat menghilangkan verbalisme.Untuk memanipulasi keadaan, media dapat menampilkan suatu proses atau gerakan yang terlau cepat yang sulit diikuti seperti gerakan mobil, gerakan kapal terbang, gerakan-gerakan pelari atau gerakan yang sedang berolah raga; atau sebaliknya dapat mempercepat gerakan-gerakan yang lambat, seperti gerakan pertumbuhan tanaman, perubahan warna suatu zat, dan lain sebagainya.

  1. Menambah gairah dan motivasi belajar siswa

Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat. Sebagai contoh sebelum menjelaskan materi pelajaran tentang polusi, untuk dapat menarik perhatian siswa terhadap topik tersebut, maka guru memutar film terlebih dahulu tentang banjir atau tentang kotoran limbah industri dan lain sebagainya.

1.3 Jenis-Jenis Media Audio Visual

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat, kemudian berikutnya diuraikan tentang media audio, yaitu media yang hanya dapat didengar. Kemudian pada pembahasan sebelumnya juga telah dijelaskan mengenai media audio visual, dimana melalui media ini seseorang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu, melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan. Banyak sekali jenis media ini. Dalam pembahasan ini akan menjelaskan mengenai jenis-jenis media audio visual.

  1. Film

Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri. Jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap. Film merupakan alat yang ampuh untuk menyampaikan suatu maksud kepada masyarakat dan juga anak yang lebih banyak menggunakan aspek emosinya di banding aspek rasionalitasnya. Besarnya kegunaan media ini dapat pula dirasakan dalam dunia pendidikan. Film adalah alat komunikasi yang dapat membantu proses pembelajaran efektif. Karena apa yang terpandang mata dan terdengar oleh telinga, lebih cepat dan lebih mudah di ingat dari pada apa yang dapat dibaca saja atau hanya di dengar saja.

Oemar Hamalik mengemukakan bahwa film yang baik mamiliki ciri-ciri sebagi berikut:

  • Dapat menarik minat anak;
  • Benar dan autentik;
  • Up to date dalam setting, pakaian dan lingkungan;
  • Sesuai dengan tingkatan kematangan audien;
  • Perbendaharaan bahasa yang dipergunakan secara benar;
  • Kesatuan dan squence-nya cukup teratur;
  • Teknis yang dipergunakan cukup memenuhi persyaratan dan cukup memuaskan.

Menurut Arsyad (2002:49), film mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

  • Kelebihan Film
  1. Film dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain. Film merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat, seperti cara kerja jantung ketika berdenyut.
  2. Film dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu. Misalnya, langkah-langkah dan cara yang benar dalam berwudhu.
  3. Di samping mendorong dan meningkatkan motivasi, film menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya. Misalnya, film kesehatan yang menyajikan proses berjangkitnya penyakit diare dapat membuat siswa paham terhadap pentingnya kebersihan makannan dan lingkungan.
  4. Film mengandung nilai-nilai positif yang dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa. Bahkan film, seperti slogan yang sering didengar dapat membawa dunia ke dalam kelas.
  5. Film dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya jika dilihat secara langsung, seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas.
  6. Film dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen, maupun perorangan.
  7. Dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame demi frame, film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam waktu yang cukup singkat. Misalnya, bagaimana kejadian mekarnya kembang mulai dari lahirnya kuncup bunga hingga kuncup itu mekar.
  • Kelemahan film
  1. Pengadaan film umumnya memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak.
  2. Pada saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film tersebut.
  3. Film yang tersedia tidak selalu dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang   diinginkan; kecuali jika film itu dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.

 

  1. Video

Gambar bergerak yang disertai dengan unsur suara dan dapat ditayangkan melalui medium video dan compact disk (VCD). Sama seperti medium audio, program video yang disiarkan (broadcasted) sering digunakan oleh lembaga pendidikan jarak jauh sebagai sarana penyampaian materi pembelajaran. Video dan televisi mampu menayangkan pesan pembelajaran secara realistik. Video memiliki beberapa features yang sangat bermanfaat untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Salah satu features tersebut adalah slow motion di mana gerakan obyek atau peristiwa tertentu yang berlangsung sangat cepat dapat diperlambat agar mudah dipelajari oleh pembelajar. Slow motion adalah kemampuan teknis untuk memperlambat proses atau peristiwa yang berlangsung cepat. Video dan VCD dapat digunakan sebagai media untuk mempelajari obyek dan mekanisme kerja dalam pelajaran tertentu.

Media video – VCD, sebagai media pembelajaran memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Gambar bergerak, yang disertai dengan unsur suara 
  • Dapat digunakan untuk sekolah jarak jauh    
  • Memiliki perangkat slow motion untuk memperlambat proses atau peristiwa yang berlangsung.

Dalam upaya pemanfaatan video dalam proses pembelajaran, hendaknya kita memperhatikan beberapa hal berikut :

  • Program video harus dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu contohnya adalah apakah media video untuk tujuan kognitif dapat diguakan untuk hal-hal yang menyangkut kemampuan mengenal kembali dan memberikan rangsangan berupa gerak yang serasi.
  • Guru harus mengenal program video yang ada dan memahami manfaatnya bagi pelajaran.
  • Sesudah program video di putar, harus diadakan diskusi agar siswa memahami bagaimana mencari pemecahan masalah dan menjawab pertanyaan.
  • Perlu diadakan tes agar mampu mengukur berapa banyak informasi yang mereka tangkap dari program video tersebut.

Media video dan VCD, sebagai media pembelajaran juga tidak terlepas dari kelebihan dan kelemahannya, sebagai berikut:

  • Kelebihan media video dan VCD sebagai berikut:
  1. Menyajikan obyek belajar secara kongkret atau pesan pembelajaran secara realistik, sehingga sangat baik untuk menambah pegalaman belajar.
  2. Sifatnya yang audio visual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi pemacu atau memotivasi pembelajar untuk belajar.
  3. Sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotorik.
  4. Dapat mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan yang ditayangkan.
  5. Menambah daya tahan ingatan atau retensi tentang obyek belajar yang dipelajari pembelajar.
  6. Portable dan mudah didistribusikan.
  • Kelemahan media video dan VCD
  1. Pengadaan memerlukan biaya mahal.
  2. Tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan di segala tempat.
  3. Sifat komunikasi searah, sehingga tidak dapat memberikan peluang untuk terjadi umpan balik.
  4. Mudah tergoda untuk menayangkan kaset VCD yang bersifat hibura, sehingga suasana belajar akan terganggu.

 

  1. Televisi ( TV )

            Televisi dalam pengertiannya berasal dari dua kata, yaitu tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh serta visi berasal dari bahasa latin yang berarti jauh. Jadi program televise berarti suatu program yang memperlihatkan sesuatu dari jarak jauh. Televisi sebagai lembaga penyiaran, telah banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran. Makin banyak siaran televisi yang khusus menginformasikan atau menyiarkan pesan-pesan materi pendidikan dan pengajaran, yang disebut televisi pendidikan (educational television). Televisi pendidikan tidak hanya menghibur, tetapi lebih penting adalah mendidik. Oleh karena itu, ia memiliki ciri-ciri tersendiri, antara lain yaitu:

  • Dituntun oleh instruktur, seorang instruktur atau guru menuntun siswa sekedar menghibur tetapi yang lebih penting adalah mendidik. melalui pengalaman-pengalaman visual.
  • Sistematis, siaran berkaitan dengan mata pelajaran dan silabus dengan tujuan dan pengalaman belajar yang terencana.
  • Teratur dan berurutan, siaran disajikan dengan selang waktu yang berurutan secara berurutan dimana satu siaran dibangun atau mendasari siaran lainnya,
  • Terpadu, siaran berkaitan dengan pengalaman belajar lainnya, seperti latihan, membaca, diskusi, laboratorium, percobaan, menulis, dan pemecahan masalah.

            Menurut Darwanto (Sukiman, 2011: 195), acara siaran pendidikan yang disiarkan melalui televisi, ada dua klasifikasi, yaitu:

a.    Siaran pendidikan sekolah (school broadcasting)

            Yang menjadi sasaran acara ini adalah para murid sekolah, dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan para mahasiswa di perguruan tinggi.Siaran langsung dikirim kesekolah-sekolah yang bersangkutan. Dengan demikian, acara siaran pendidikan jenis ini erat sekali hubungannya dengan kurikulum sekolah yang berlaku pada tahun ajaran itu. Ini berarti bahwa stasiun penyiaran yang bersangkutan melakukan kerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Hal yang diharapkan dari siaran pendidikan untuk sekolah ini tentu saja disesuaikan denga landasan dan tujuan pendidikan dari negara yang bersangkutan. Karena acara siaran pendidikan untuk sekolah mengacu kepada kurikulum, tentu akan memberikan pengaruh secara langsung kepada anak-anak tentang:

1) Menimbulkan keinginan kepada anak-anak untuk mencoba menggali pengetahuan sesuai dengan pola pikir mereka.

2) Membantu anak-anak atas sesuatu pengertian yang sebelumnya belum pernah dialami.

3) Merangsang untuk menumbuhkan hasrat dan menggali hubungan antara kegiatan belajar dengan keadaan sekitarnya.

4) Merangsang anak-anak untuk berkeinginan menjadi seorang cendekiawan.

Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai seperti tersebut di atas, acara pendidikan untuk sekolah merupakan inti dari siaran pendidikan pada umumnya. Karena itu, setap usaha harus diarahkan untuk mempersiapkan bahan-bahan pendidikan, agar acara itu dapat disajikan dengan baik dan sejalan dengan landasan dan tujuan pendidikan nasional, dengan prioritas utama menyajikan bahan-bahan yang mampu mendorong kegiatan belajar dengan baik.

b.  Siaran pendidikan sepanjang masa (life long education)

Berbeda dengan siaran pendidikan yang berlandaskan kurikulum sekolah, acara pendidikan yang termasuk dalam klasifikasi ini dilandasi oleh nilai-nilai pendidikan yang menjadi sasaran khalayak umum. Hanya saja khalayak umum dibagi menurut tingkatan tertentu, misalnya: usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, dan sebagainya.

            Selain fungsi pendidikan, televisi juga mempunyai fungsi penerangan dan hiburan. Sebagai penerangan televisi dapat memberikan informasi secara langsung kepada para pemirsa. Maksudnya adalah berbagai peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televise dapat disaksikan oleh pemirsa pada saat peristiwa itu sedang berlangsung, mereka dapat menyaksikan peristiwa tersebut meskipun mereka jauh dari tempat kejadian. Selain itu fungsi hiburan televisi telah melekat dan tampak lebih dominan. Sebagian besar alokasi waktu di TV sebagian besar diisi oleh acara hiburan.

            Televisi sebagai media pendidikan dan pengajaran tentu tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kekurangan media televisi menurut Sanaky (2010:107) adalah sebagai berikut:

  • Kelebihan media televisi sebagai berikut:
  1. Memiliki daya jangkauan yang lebih luas.
  2. Memiliki daya tarik yang besar, karena memiliki sifat audio visual.
  3. Dapat mengatasi batas ruang dan waktu.
  4. Dapat menginformasikan pesan-pesan yang aktual.
  5. Dapat menampilkan obyek belajar seperti benda atau kejadian aslinya.
  6. Membantu pengajar memperluas referensi dan pengalaman.
  7. Sebutan televisi sebagai jendela dunia, membawa khalayak untuk dapat melihat secara langsung peristiwa, suasana, dan situasi tempat, kota, daerah-daerah di belahan dunia.
  • Kelemahan televisi sebagai berikut:
  1. Pengadaannya memerlukan biaya mahal.
  2. Tergantung oleh energi listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan di sembarang tempat.
  3. Sifat komunikasi searah, sehingga tidak dapat memberi peluang untuk terjadi umpan balik. Tetapi kelemahan ini, sudah mulai teratasi dengan beberapa program acara siaran yang dilakukan dialog langsung (dialog interaktif) dengan bantuan telepon.
  4. Sulit dikontrol, terutama jika terkait dengan jadwal belajar di sekolah
  5. Mudah tergoda pada penyajian acara yang bersifat hiburan, sehingga suasana belajar kurang serius dan kurang efektif.

   

  1. Slide suara

Slide suara merupakan jenis media visual yang menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara. Slide merupakan media pembelajaran yang bersifat audio visual. Secara fisik, slide suara adalah gambar tunggal dalam bentuk film positif tembus pandang yang dilengkapi dengan bingkai yang diproyeksikan. Penggunaannya dapat dikombinasikan dengan audio kaset, dan dapat digunakan secara tunggal tanpa narasi. Sebagai media pembelajaran,slide suara dapat menyajikan gambar yang tetap dengan urutan yang tetap, sehingga menjamin keutuhan pelajaran dan gambar tidak mudah hilang, terbalik, atau berubah urutan jika teknik pengemasan benar dan baik.

Sound slide sebagai media pembelajaran juga memilik kelebihan dan kelemahan, sebagai berikut:

  • Kelebihan sound slide
  1. Dapat menyajikan gambar dengan proyeksi epan maupun belakang.
  2. Portable, berukuran kecil, dan mudah didistribusikan sehingga praktis penggunaanya.
  3. Dapat dikontrol sesuai dengan keinginan pengguna, sehingga memungkinkan untuk dihentikan secara spontan dan dapat diselingi dengan tanya jawab dan diskusi singkat.
  4. Memberikan visualisasi tentang obyek belajar seperti apa adanya atau autentik, sehingga dapat mengkonkretkan obyek belajar bagi pembelajar.       
  • Kelemahan media sound slide
  1. Pengadannya memerlukan biaya yang mahal.
  2. Untuk memproyeksikan slide proyektor memerlukan penggelapan ruang.
  3. Gambar yang disajikan tidak bergerak (gambar mati), sehingga kurang menarik, terutama jika dibandingkan dengan televisi dann film.
  4. Tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat secara paktis dihidupkan dan diputar di segala tempat.
  5. Cukup rumit pembuatannya, karena harus memiliki kamera foto dan memiliki keahlian fotografi yang benar-benar mumpuni.

Perlu diketahui, bahwa dahulu media sound slide ini jarang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas, karena selain pengadaannya mahal juga cukup rumit untuk mengemas programnya dan juga diperlukan keahlian pengajar dalam memotret obyek, suatu perbuatan, dan peristiwa yang akan disajikan dalam program pembelajaran di kelas. Namun seiring dengan berkembangnya IPTEK maka guru dituntut untuk menguasai tekhnologi sehingga keahlian guru tersebut dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

 

2.4 Penggunaan Media Audio Visual

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan audio-visual untuk pembelajaran yaitu:

  1.  Guru harus mempersiapkan unit pelajaran terlebih dahulu, kemudian baru memilih media audio-visual yang tepat untuk mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan.
  2.  Guru juga harus mengetahui durasi media audio-visual misalnya dalam bentuk film ataupun video, dimana keduanya yang harus disesuaikan dengan jam pelajaran
  3.  Mempersiapkan kelas, yang meliputi persiapan siswa dengan memberikan penjelasan global tentang isi film, video atau televisi yang akan diputar dan persiapan peralatan yang akan digunakan demi kelancaran pembelajaran.
  4.  Aktivitas lanjutan, setelah pemutaran film atau video selesai, sebaiknya guru melakukan refleksi dan tanya jawab dengan siswa untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi tersebut.

Contoh Pemanfaatan Media Audio Visual dalam Pembelajaran PAI

Secara umum, semua mata pelajaran akan lebih efektif jika diajarkan dengan media yang sesuai. Oleh karena itu, guru harus mengetahui terlebih dahulu materi dan tujuan pembelajaran. Audio-visual merupakan salah satu cara untuk membuat pembelajaran lebih dinamis dan menyenangkan. Adapun bahan ajar yang cocok untuk dikembangkan dengan audio-visual, khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif

Materi Al-Qur’an hadits, misalnya dalam menerangkan tajwid. Dulu sebelum teknologi berkembang, tajwid diajarkan hanya secara verbalistis, atau dengan menggunakan lingkaran tajwid. Akan tetapi dizaman sekarang bisa dikembangkan dengan menggunakan media interaktif dengan mikromedia flash, windows movie maker, dsb.

b. Ranah Afektif

Materi aqidah untuk menjelaskan tentang rukun iman maupun rukun islam. Materi akhlaq untuk menjelaskan tentang keteladanan bisa dikembangkan dengan memutar film atau video.

Materi sejarah kebudayaan Islam yang bersifat pengetahuan, akan lebih menarik jika dikembangkan dengan menggunakan media seperti sound slide, sehingga memungkinkan siswa yang kurang dapat menerima pelajaran dengan hanya menggunakan indra pendengar, mampu lebih memahami dengan adanya kombinasi gambar dan suara.

c. Ranah Psikomotor

Materi fiqh, dimana materi ini banyak yang berbentuk prosedural yang dirasa cocok untuk dikembangkan dengan media audio-visual, misalnya:

1)            Ketika menjelaskan tentang tata cara shalat

2)            Ketika menjelaskan tentang tata cara haji

3)            Ketika menjelaskan tentang tata cara berkurban

Ketiganya akan lebih menarik ketika dikembangkan dengan media audio-visual, misalnya dengan menggunakan film, video, mikromedia flash ataupun windows movie maker.

Contoh Pemanfaatan Media Audio Visual dalam Pembelajaran Sejarah

Wahyoe Daryati melakukan penelitian tentang Penggunaan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Sejarah pada kelas X RPL B SMK Negeri 2 Surakarta Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011. Kegiatan pembelajaran di SMK Negeri 2 Surakarta pada tahun pelajaran 2011/2011 menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), meskipun begitu proses pembelajaran belum begitu berubah. Metode ceramah masih mendominasi kegiatan pembelajaran. Khususnya pembelajaran Sejarah dalam hal ini pada materi Proses Lahirnya Pergerakan Nasional, pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan masih menggunakan pembelajaran dengan menggunakan media Power Point. Media tersebut kurang menarik perhatian peserta didik sehingga menyebabkan rendahnya prestasi belajar sejarah dalam materi Pergerakan Nasional.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka Wahyoe Daryati mengadakan diskusi dengan guru sejarah yang lain untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dengan penelitian tindakan kelas (PTK). Dalam penelitian ini, Wahyoe Daryati mengajukan rancangan pembelajaran dengan menggunakan media audio visual pada materi Pergerakan Nasional. Setelah rancangan tersebut disetujui, maka Wahyoe Daryati membuat media audio visual dalam bentuk film dengan materi Proses Lahirnya Pergerakan Nasional.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan Wahyoe Daryati dilaksanakan dengan 2 siklus. Hasil penelitian yaitu penggunaan media audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X RPLB tahun pelajaran 2010/2011 dari kondisi awal ke siklus II dengan hasil pada kondisi awal nilai terendah 56, siklus I nilai terendah 60 dan pada siklus II nilai terendah 70, sedangkan pada nilai tertinggi pada kondisi awal 88, siklus I nilai tertinggi 90 dan pada siklus II nilai tertinggi 98. Pada ketuntasan belajar pada kondisi awal sebanyak 10 siswa, siklus I dengan ketuntasan belajar sebanyak 23 siswa serta pada siklus II dengan ketuntasan belajar 32.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru untuk meningkatkan keefektifan strategi guru dalam mengajar dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sehubungan dengan prestasi belajar siswa yang akan dicapai. Prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan metode pembelajaran dan media yang tepat bagi siswa.

Pembelajaran dengan menggunakan media audio visual pada hakikatnya dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan, terutama untuk mengatasi masalah peningkatan hasil belajar siswa, yang pada umumnya dimiliki oleh sebagian besar siswa. Adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penelitian ini antara lain, guru akan sulit dalam mengendalikan siswa sehingga suasana Nampak ramai. Karena biasanya ketika siswa melaksanakan diskusi, siswa mengobrolkan hal lain karena siswa menganggap guru kurang memperhatikan. Untuk itu guru harus kreatif dalam mengatasi hal tersebut. Guru mengatasinya, misalnya dengan menempatkan siswa yang sering ramai di dekat guru, guru harus sering mendekati siswa-siswa tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wahyoe Daryati di SMK Negeri 2 Surakarta, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran Sejarah tentang materi Pergerakan Nasional. Akan tetapi guru juga harus dapat menghadapi kendala pada saat pembelajaran dengan menggunakan media audio visual agar hasil proses belajar mengajar dapat dicapai sesuai dengan harapan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penggunaan media dalam pembelajaran memang sangat dianjurkan bagi pendidik dalam proses pembelajaran termasuk media audio visual. Hal ini dapat mempermudah penyampaian materi dari guru dan siswa pun pasti menjadi lebih mudah dalam mendalami materi. Secara umum media audio visual merupakan media yang pada penenerapannya menggunakan unsur suara dan gambar. Dan penggunaan media ini terbilang efektif apabila bisa diterapkan pendidik serta sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pendidik. Jenis dari media audio visual pun beragam mulai dari film, TV, Video, maupun Slide suara yang masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihannya.

            Hal penting dalam penggunaan media audio visual yaitu persiapan dari pendidik itu sendiri baik persiapan materi maupun persiapan yang menyangkut kenyamanan selama penggunaan media. Media audio visual ini efektif untuk diterapkan dalam pelajaran-pelajaran sekolah tetapi memang penerapannya harus benar-benar diperhatikan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Jika berhasil diterapkan maka media audio visual ini bisa sangat membantu dalam proses pembelajaran sebaliknya jika gagal maka media justru akan menghambat jalannya proses pembelajaran.

3.2 Saran

            Dalam proses pembelajaran dibutuhkan beragam metode dan strategi pembelajaran agar materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik. Kadang jika seorang guru menggunakan metode yang melulu itu maka suasana kelas justru membosankan. Salah satu alternatif penyelesaiannya adalah menggunakan media dalam pembelajaran dan salah satunya adalah media audio visual. Dan memang media ini terbilang efektif terbukti dari salah satu tesis yang mengambil tema penggunaan media audio visual terhadap pembelajaran sejarah. Hasilnya pun sangat bagus setelah menerapkan media audio visual. Dan untuk guru ataupun calon pendidik bisa menggunakan media ini untuk memudahkan proses pembelajaran

Daftar Pustaka

 

      Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS : Surakarta

      Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.

      Suryani, Nunuk dan Leo Agung. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta : Ombak

      Susilana, Rudi. 2009. Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: CV Wacana Prima

      Tesis Wahyoe Daryati S860907009. “Penggunaan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Sejarah pada Kelas X RPL B SMK Negeri 2 Surakarta Semester 2 TahunPelajaran 2010/2011” Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana UNS.

      Syamsul Hadi. 2010. Media Audio Visual dalam (http://hadirukiyah.blogspot.com/2010/07/media-audio-visual.html).

      Toni Faturokhman. 2012. Fungsi Media Audio Visual dalam Pembelajaran dalam (http://tonzdeinotz.blogspot.com/2012/08/fungsi-media-audio-visual-dalam.html).

      http://rochmatun-naili.blogspot.com/2012/05/media-audio-visual.html

      http://avianinuravivah.blogspot.com/2012/11/makalah-media-audio-visual.html

      http://di-am.blogspot.com/2014/03/makalah-media-audio-visual-dan-animasi.html

 

 

                                                                                                  

                                                                                                                                                                             

 

[1] Dalam http://di-am.blogspot.com/2014/03/makalah-media-audio-visual-dan-animasi.html#sthash. zgDphJN3.dpuf

 

sejarah australia

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah

Mendengar kata Australia, pasti kita akan teringat pada benua baru yang paling akhir ditemukan. Orang-orang Eropa berbondong-bondong mengeksplorasi benua ini dari berbagai rute. Dari semua negara Eropa, Inggris-lah yang mampu mengembangkan Australia menjadi koloninya. Pada mulanya benua itu digunakan sebagai tempat buangan bagi narapidana Inggris, namun lama kelamaan, bersamaan dengan ditemukannya sumber daya alam, pemikiran mereka berubah. Tempat itu dijadikan pemukiman bagi bekas narapidana dan juga para imigran dari Eropa yang ingin membangun kehidupan baru. Maka dari itulah didirikanlah Koloni New South Wales pada awal mula abad ke-18. Diangkatlah gubernur sebagai perwakilan dari pemerintah Inggris, dengan kekuasaan otokratis terhadap penghuni benua itu. Sistem itu tetap berjalan sampai akhir abad ke-18 meski banyak sekali kesulitan, halangan yang dihadapi para gubernur berkaitan dengan kebijakan terhadap penduduk Australia pada saat itu.

Barulah pada awal abad ke-19, demokrasi mulai muncul dalam sistem pemerintahan di koloni, ini berkat investigasi dari Brigge dan beberapa pemikiran-pemikiran yang berkembang di Inggris. Bermula dengan penetapan Judicature Act dimana dibuatlah Legislative Council sampai Australian Colonies Government Act, yang memisahkan Australia menjadi 6 koloni. Dan pada akhirnya, keenamnya menjadi satu yaitu Commonwealth of Australia. Dalam makalah ini, akan dibahas secara lebih mendetail mengenai tahap-tahap perkembangan Australia menjadi negara demokrasi.

  1. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana masa pemerintahan otokrasi yang dilaksanakan oleh Macquarie?
  2. Apa yang menjadi faktor pendorong berkembangnya Australia menjadi negara demokrasi?
  3. Bagaimana masa pemerintahan otokrasi terbatas tahun 1823-1842 dan penerapan Judicature Act ?
  4. Bagaimana ketentuan dalam Australian Colonies Government Act 1850 (UU 1850)?
  5. Bagaimana masa pemerintahan secara terpisah di Australia?
  6. Apa saja dampak dari perkembangan Australia menjadi negara demokrasi dilihat dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya?
  7. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui masa pemerintahan otokrasi oleh Macquarie;
  2. Untuk mengetahui faktor pendorong berkembangnya australia menjadi negara demokrasi;
  3. Untuk mengetahui masa pemerintahan otokrasi terbatas tahun 1823-1842 dan penerapan Judicature Act;
  4. Untuk mengetahui ketentuan dalam Australian Colonies Government Act 1850;
  5. Untuk mengetahui masa pemerintahan secara terpisah di Australia;
  6. Untuk mengetahui dampak dari perkembangan Australia menjadi negara demokrasi dilihat dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya.


 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Masa Pemerintahan Otokrasi 1788-1823 oleh Macquarie

Maquarie memiliki keuntungan yang luar biasa ketika ia menduduki jabatan gubernur pada tanggal 1 Januari 1810, bila dibandingkan para perwira pedagang. Dengan didukung oleh pasukan yang dibawanya dari Inggris, Resimen ke-73, ia terjamin melaksanakan seluruh perintah-perintahnya terhadap perwira dan anggota New South Wales Corp. Demikian ia tidak akan mengalami nasib seperti gubernur yang digantikannya, sehingga ia mampu melakukan konsolidasi dan usaha-usaha nyata pengembangan koloni itu.

Macquarie melakukan tindakan-tindakan untuk meningkatkan moral penduduk, seperti: menghilangkan segala tindakan yang mengonarkan hari Sabbath, semua rumah harus ditutup pada waktu berlangsungnya kebaktian di gereja, kemalasan dan keborosan harus dihilangkan. Ia mengurangi peredaran minuman keras. Untuk mendidik generasi muda agar memiliki nilai-nilai yang diharapakan itu, serta membuat mereka patuh kepada orang tua, sopan, beriman, dan berguna bagi masyrakatnya, ia membuka sekolah-sekolah di Sydney dan di pemukiman lain. Demi mewujudkan keluhuran moral, Macquarie mulai menggalakkan kegiatan pekerjaan umum. Ia membangun rumah-rumah sakit baru, jalan-jalan, dan jembatan-jembatan. Ia menginginkan tata kota baru untuk Sydney yang didasarkan pada keindahan, kebersihan, keagungan. Ia berpendapat bahwa kota yang bersih akan dapat meningkatkan moral masyarakat. Macquarie mengharapkan dan berusaha agar di dalam masyarakat terbina hubungan antar golongan secara wajar demi kemajuan koloni itu.

Selama tahun 1811 dan 1812 Macquarie mencapai sukses. Surat-surat kabar, parlemen, pemerintahan inggris mengungkapkan kemajuan koloni New South Wales dalam kehidupan agama, moral, dan pendidikan. Akan tetapi dalam mengusahakan kemajuan koloni itu, Macquarie juga menghadapi banyak masalah antara lain berasal dari free settlers. Tindakan-tindakan Macquarie yang sangat memperhatikan emancipists menyebakan free settler menuduhnya berlaku tidak adil karena menganak-emaskan emancipist. Mereka menganggap Macquarie tidak menghargai pengorbanan mereka untuk memajukan koloni itu. Mereka berpendapat bahwa utuk membangun koloni itu tanpa mereka memandang bahwa emancipist datang ke koloni itu tanpa modal, bahkan menghabiskan dana pemerintah. Lagipula mereka memandang bahwa emancipist itu adalah bekas-bekas penjahat atau setidaknya orang yang tidak disukai oleh pemerintah, sehingga tidak pantas jika hak mereka disamakan. Menghadapi situasi itu, Macquarie tetap pada pendiriannya. Perselisihan tersebut berlangsung hingga berlarut-larut hingga membuat pemerintah Inggris berusaha untuk menyelesaikannya. Maka dari itu, pemerintah mengirimkan J.T Bigge, seorang pengacara di kota London, untuk melakukan penyelidikan ke koloni pada tahun 1819. Selama dua tahun Bigge tinggal di koloni itu untuk mengumpulkan informasi. Setelah itu membuat laporan yang cukup panjang. Didalamnya ia mencela sikap Macquarie dalam beberapa hal, walaupun untuk hal-hal lain ia memberi pujian. Sementara itu, Macquarie sudah menurun kesehatannya dan meminta kepada pemerintah Inggris untuk diijinkan melepaskan jabatan gubernur New South Wales.

Lepas dari kekurangan-kekurangannya, masa pemerintahan Macquarie ditandai oleh kemajuan-kemajuan di berbagai bidang. Macquarie merupakan gubernur terakhir yang otokratis. Kemudian penggantinya yaitu Sir Thomas Brisbane (1821-1825) adalah gubernur pertama yang kekuasaannya dibatasi berdasarkan Undang-undang.

Dapat digaris bawahi bahwa dibawah pemerintahan Lachlan Macquarie, dilakukan konsolidasi yang berhasil memacu koloni itu mencapai kemajuan pesat. Pengetahuan tentang garis besar pantai Australia sudah banyak dicapai pada masa sebelum Macquarie, terutama atas jasa pelaut-pelaut ulung seperti George Bass dan Matthew Flinders. Namun pengetahuan mengenai pedalaman Australia baru bisa bertambah setelah pada tahun 1813 Great Dividing Range atau The Blue Mountains dapat ditembus oleh Gregory Blaxland, Lawson, dan Wenworth. Eksplorasi pedalaman yang berhasil itu, meletakkan jalan bagi kemungkinan perluasan koloni itu selanjutnya.

Setelah kepemimpinan Macquarie wilayah koloni semakin berkembang, adapun beberapa pembentukan koloni- koloni lain di Australia yaitu;

  1. Tasmania

Sebagai bagian dari New South Wales, Tasmania pernah dijadikan sebagai tempat pembuangan narapidana yang berkelakuan paling buruk. Bahkan di Tasmania sempat dibangun satu penjara khusus, Macquarie Harbour, di pantai barat pulau itu.

Pada tahun 1825 Tazmania dipisahkan dari New South Wales. Dalam perkembangan selanjutnya Tasmania mempunyai kedudukan setara dengan New South Wales, dan berhak mempunyai Legislative Council seperti New South Wales. Ketika New South Wales mulai mempersoalkan transportasi narapidana. Tasmania pun mengajukan tuntutan agar sistem narapidana disana pun dihapuskan. Tuntutan mereka ini menjadi kenyataaan tahun 1852. Kemudian pada tahun 1855 koloni ini menyelenggarakan pemerintahan sendiri dan secara resmi sejak saat itu mengubah namanya dari Van Diemen’s Land menjadi Tasmania.

  1. Queensland

Queensland dihuni oleh masyarakat kulit putih pada tahun 1824. Ditemukannya pemukiman yang baik di Queensland sebagian besar merupakan jasa para penjelajah. John Oxley misalnya, menyelidiki daerah Moreton Bay, tempat pemukiman pertama di Queensland. Pada tahun 1827 pemukiman baru di Darling Downs dibuka oleh Allan Cunningham.Pada mulanya pemukiman di Queensland tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari New South Wales. Setelah mengalami kemajuan-kemajuan. Queensland akhirnya merasa tidak puas lagi di bawah New South Wales. Rakyat di Queensland menginginkan agar Queensland dipisahkan dari New South Wales. Keinginan mereka ini dikabulkan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1859.

Kondisi dan kekayaan alam Queensland sangat membantu kemajuan Queensland. Letak negerinya yang sebagin berada di daerah tropis, memungkinkan Queensland mengusahakan perkebunan kapas yang pernah sangat menguntungkan negeri itu, dan juga perkebunan tebu. Dalam mengusahakan perkebunan tebu di Queensland memerlukan tenaga buruh yang tidak terlalu mahal. Akibatnya terjadilah Kanakas Trafficyang menimbulkan dilema bagi negeri itu.

  1. Australia Barat

Terpengaruh oleh Stirling, Thomas Peel membentuk kongsi untuk membuka koloni di Swan River. Rombogan Peel tiba di Swan River pada tahun 1829. Mula-mula mereka mendarat disuatu tempat dimana sekarang berdiri kota Perth. Dari sinilah berkembang koloni Australia Barat yang sekarang menjadi salah satu negara bagian dalam Commonwealth of Australia.

Berbagai faktor menyebabkan sejarah permulaan koloni Australia Barat diisi oleh cerita-cerita kekecewaan yang lebih dekat kepada kegagalan. Salah satu sumbernya adalah kekurangan tenaga kerja. Oleh karena itu, ketika koloni-koloni lain sudah menolak transportasi narapidana Australia Barat justru meminta. Dibandingkan dengan koloni-koloni lain di Australia, Australia Barat adalah koloni terakhir yang melakukan pemerintahan sendidri sebagai daerah otonom dalam lingkungan kekuasaan Inggris.

  1. Australia Selatan

Australia Selatan dapat disebut koloni suatu teori, karena pembentukannya didasarkan pada suatu teori yang dikemukakan oleh Wakelfield. Ia adalah seorang narapidana di Newgate London. Australia Selatan dibentuk dengan memotong areal seluas 300.000 mil persegi dari wilayah New South Wales. Rombongan kolonis pertama tiba pada tahun 1836, mendarat di Pulau Kangaroo, namun akhirnya memilih lokasi untuk menetap di tempat di mana sekarang berdiri kota Adelaide.

Pada awal berdirinya koloni itu, disana berjalan dualisme kekuasaan yang membawa berbagai komplikasi. Namun, akhirnya pemerintah Inggris menghapuskan dualisme tersebut dengan cara memanggil kedua pejabat, gubernur dan komisaris residen, lalu mengangkat gubernur baru yaitu Gawler.Sekitar tahun 1840 koloni itu hampir bangkrut, untungnya diselamatkan oleh penemuan tambang tembaga di Kapunda pada tahun 1842 dan kemudian tambang yang lebih kaya lagi di Burra Burra. Gubernur Grey, pengganti Gawler berusaha menjadikan koloni itu mampu berswasembada. Sebagai seorang gubernur yang berhasil, Grey mendapat pujian dari Perdana Menteri Inggris dalam pidatonya di depan Majelis Rendah. Kemudian sejak 1853 Australia Selatan mulai berusaha mempersiapkan pemerintahan sendiri, tapi baru berlaku pada 1856.

  1. Victoria

Sebagai bagian dari New South Wales, Victoria semula disebut Distrik Port Philip. Kolonis yang mula-mula dikirim kedaerah ini adalah rombongan David Collins yang ditugaskan membuka pemukiman di Sorento. Akan tetapi karena tempat ini kurang cocok untuk ditempati, Collins beserta rombongannya pindah ke Tasmania.

Ketika Mayor Mitchell, dalam perjalanan eksplorasinya memasuki Teluk Portland tahun 1836, ia terkejut mengetahui bahwa disana sudah ada orang kulit putih yang tinggal menetap. Mereka adalah Henty bersaudara, yang telah menetap di sana sejak tahun 1834. mereka adalah anak-anak Thomas Henty, seorang petani yang berasal dari Sussex, Inggris. Tertarik oleh propaganda pembentukan koloni Australia Barat, Thomas Henty berserta seluruh anggota keluarganya berimigrasi ke Swan River. Setelah gagal mendapatkan tanah yang cocok untuk diolah dan didiami di Australia Barat, Thomas Henty pindah ke Tasmania.
Mendengar laporan Edward itu, Thomas Henty pergi melihat keadaan Teluk Portland, ia menyetujui serta mendukung pilihan Edward tersebut. Thomas Henty berangkat pada bulan November 1834, beserta keluarganya, ternak, alat-alat, tanaman-tanaman serta para pekerja terikat ke Teluk Portland untuk memulai pemukiman baru. Thomas Henty dan keluarganya inilah yang merupakan penetap kulit putih pertama di daerah yang sekarang bernama Victoria.

Masalah utama yang dihadapi Victoria pada permulaan koloni adalah penghuni liar atau Squatters, para penghuni liar ini masuk ke teluk Portland dengan cara illegal karena tidak mendapat persetujuan dari pemerintah Inggris.

  1. Faktor-faktor Australia Menjadi Negara Demokrasi

Faktor yang mendorong Australia menuju pemerintahan yang demokratis, antara lain:

  1. Tahun 1828 komposisi penduduk bebas seimbang dengan narapidana dan dalam masa selanjutnya jumlah imigran bebas bergerak melampaui jumlah narapidana.
  2. Keberhasilan dalam bidang ekonomi utamanya adalah peternakan biri-biri mendorong semakin banyak masyarakat yang bermodal bahkan menginvestasikan uangnya. Masyarakat dengan ekonomi kuat mendorong pembentukan badan yang memperjuangkan hak-hak mereka.
  3. Perubahan pemikiran-pemikiran tentang hak dan kebebasan. Pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam masyarakat diantaranya dibentuk lembaga perwakilan, adanya sistem peradilan dan asas-asas liberalisme.
  4. Penerbitan surat kabar yang menjamin kebebasan berpendapat
  1. Masa Pemerintahan Otokrasi Terbatas 1823-1842 (UU 1828 serta UU 1842)

Setelah bergantinya Gubernur New South Wales dari Macquire ke Sir Thomas Brisbane, maka berakhir pulalah kekuasaan penuh gubernur terhadap daerah koloni. Kritik terhadap sistem pemerintahan pada saat itu mulai muncul, diawali dengan penyelidikan J.T. Bigge ke Sydney yang melaporkan berbagai hal yang terjadi di New South Wales. Meski tidak secara langsung merekomendasikan perubahan sistem pemerintahan, namun sedikit banyak kritiknya telah membuat pemerintah Inggris mencoba membatasi kekuasaan gubernur. Juga tulisan William Charles Wentworth yang mengatakan bahwa pemerintahan yang tidak menunjukkan adanya kebebasan harus dihapuskan, sehingga wilayah yang luas di New South Wales dapat dimanfaatkan untuk pemukiman. Maka dibuatlah Undang-undang Yudikatur (Judicature Act) oleh Parlemen Inggris pada 1823 untuk New South Wales yang berisi tentang pembentukan Legislative Council dalam sistem pemerintahan disana. Anggotanya minimal terdiri dari 5 orang dan maksimal 7 orang. Dengan diberlakukannya undang-undang ini, berarti mulailah masa pemerintahan otokrasi terbatas di New South Wales.

Kekuasaan yang dimiliki yaitu membuat undang-undang untuk memelihara perdamaian, kesejahteraan dan pemerintahan yang baik di New South Wales, dengan ketentuan bahwa undang-undang yang dibuat itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang Inggris.

Secara teoritis, anggota-anggota Legislative Council ditunjuk oleh pemerintah Inggris, akan tetapi dalam praktek, mereka ditunjuk dan diangkat oleh Gubernur. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa council ini hanya mengeluarkan undang-undang yang diserahkan gubernur kepada mereka. Council itu tidak boleh mengambil inisiatif untuk membuat undang-undang. Undang-undang itu terlebih dahulu harus diperika Mahkamah Agung, apakah konsisten dengan undang-undang Inggris atau tidak. Maka dapat disimpulkan bahwa kekuasaan council itu terbatas hanya menjadi penasehat gubernur, karena tanpa persetujuan council, gubernur masih dapat memproses suatu undang-undang dengan hanya meminta restu pemerintah Inggris.

Meski hanya sebagai penasehat, tapi pembentukan council tersebut merupakan langkah awal dalam menciptakan negara yang demokratis, yang bebas dari kekuasaan sewenang-wenang gubernur. Dalam Undang-undang tahun 1823 itu, juga dibentuk suatu Mahkamah Agung (Supreme Court) yang dipimpin oleh Hakim Agung (Chief Justice). Sir Francis Forbes adalah orang yang pertama kali menduduki jabatan itu.

Pada tahun 1828, undang-undang itu mengalami amandemen. Anggota council ditambah menjadi 15 orang, sedang penunjukannya sendiri masih sama. Namun, council ini sudah berhak memveto usul yang diajukan oleh gubernur. Ini tidak lepas dari pengaruh perubahan komposisi masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Para squatters yang kaya dan bermodal mulai berpindah ke New South Wales dan memperjuangkan hak-hak mereka dalam pemerintahan agar kepentingan mereka terjamin.

Pada tahun 1942, pemerintah Inggris memberikan pemerintahan dengan sistem perwakilan kepada New South Wales. Berdasarkan undang-undang yang dikeluarkan tahun 1942 itu, jumlah anggota Legislative Council ditambah menjadi 36 orang, 24 orang dipilih oleh rakyat, dan 12 lainnya ditunjuk oleh pemerintah Inggris. Wewenang dari council ini pun semakin luas, mereka berhak membuat undang-undang di koloni, juga mengatur pembelanjaan uang yang dipungut oleh pemerintah, kecuali uang hasil penjualan “crown land”. Dengan sistem perwakilan yang diterapkan di koloni itu, rakyat diberi hak untuk memilih perwakilan yang dikehendakinya untuk duduk dalam Legislative Council dalam rangka memperjuangkan rakyat itu sendiri. Namun, ada sedikit persyaratan dalam pemilihannya, yaitu hanya yang memiliki kekayaan 200 euro atau telah membayar pajak sebesar 20 euro saja yang boleh memilih. Kecenderungan yang kaya saja yang boleh memilih ini memang menjadi langkah selanjutnya dalam menciptakan negara yang demokratis meski dapat dikatakan kurang adil.

Sistem pemerintahan seperti yang diatur dengan undang-undang 1842 itu berlangsung sampai tahun 1850. Ketika Tasmania dan Australia Selatan memiliki status sebagai koloni yang berdiri sendiri, maka kedua koloni ini pun dalam waktu yang berbeda membentuk Legislative Council seperti di New South Wales. Victoria dan Queensland pada waktu itu masih merupakan bagian dari New South Wales, sedangkan Australia Barat masih menghadapi persoalan lain.Walaupun Legislative Council ini telah mengawasi dan membatasi kekuasaan gubernur, belum dapat dikatakan bahwa di koloni-koloni itu telah berlangsung pemerintahan yang demokratis. Gubernur masih dapat memveto undang-undang yang dihasilkan oleh Legislative Council, walaupun sebaliknya Legislative Council juga mempunyai wewenang yang sama. Namun, gubernur masih berhak mengeluarkan peraturan atau undang-undang yang berkaitan dengan keuangan walaupun council-lah yang menentukan cara pemungutan dan penggunaannya. Dalam praktek gubernur masih berhak menjual tanah dan menggunakan uang menurut kehendaknya. Keadaan seperti itu tentu tidak lagi disukai oleh rakyat berlangsung di koloni itu. Mereka menghendaki peranan rakyat yang jauh lebih menentukan, suatu pemerintahan yang betul-betul merefleksikan kepentingan dan aspirasi rakyat.

Dalam perjuangan menciptakan pemerintahan yang demokratis itu memang para squatters memiliki peran yang sangat besar, mereka sebagai golongan yang kaya tidak mau disamaratakan dengan rakyat biasa. Maka dari itu, tercapailah kesepakatan dengan dibentuknya dua kamar dalam lembaga perwakilan, yang pertama Majelis Rendah (Lower House) yang dipilih dan mewakili sebagian besar rakyat biasa, dan Majelis Tinggi (Upper House) yang dipilih dan mewakili sebagian kecil rakyat yang kaya, kesepakatan ini diilhami dari tradisi lama yang ada di Inggris. Dengan kesepakatan ini, rakyat dengan kondisi dan kepentingan yang berbeda dapat berjalan seiring dan seirama dalam memperjuangkan pemerintahan demokrasi untuk koloni.

  1. Australian Colonies Government Act 1850 (UU 1850)

Dalam sejarah koloni-koloni Inggris di Australia ini tercatat bahwa pada 1850 pemerintah Inggris mengeluarkan satu undang-undang yang disebut Australian Colonies Government Act (Undang-undang tentang pemerintahan koloni-koloni di Australia). Dalam undang-undang itu antara lain ditetapkan bahwa “Tiap koloni berhak menyusun sistem pemerintahan sesuai dengan kemauan masing-masing, kemudian menyampaikannya kepada Parlemen Inggris untuk diundangkan”. Ini berarti pemerintahan Inggris menawarkan kepada koloni-koloninya di Australia untuk menyusun pemerintahan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing, namun tetap dalam status sebagai koloni Inggris. Setiap koloni juga boleh menentukan sistem perwakilan yang mereka kehendaki, menetapkan batas-batas kewenangan dan kekuasaan Gubernur, menetapkan jenis pajak serta penggunaan uangnya.

Sisi lain ketentuan yang terkandung dalam undang-undang ini ialah bahwa masing-masing koloni diberi kesempatan mengatur diri sendiri tanpa memikirkan hubungannya dengan koloni lain di Australia. Jika pemikiran dan sikap seperti ini sejak tahun 1850-an dianut oleh masing-masing koloni tersebut, maka secara tidak sengaja undang-undang yang dikeluarkan pemerintah Inggris pada tahun 1850 itulah yang mendorong koloni-koloninya di Australia berkembang ke arah kehidupan yang terpisah satu sama lain.

Dilihat dari sisi keutuhan Australia, kebijakan pemerintah Inggris sebagaimana dituangkan dalam Australia Colonies Government Act 1850 yang membagi Australia menjadi enam koloni itu, oleh Manning Clark (1986) disebut sebagai “historical accident”. Selama kira-kira setengah abad lamanya mereka hidup sendiri-sendiri secara terpisah.

Pada awalnya, keasyikan mengurus diri sendiri tanpa memikirkan hubungan dengan koloni atau koloni-koloni lain itu menyebabkan masing-masing koloni tidak merasakan dan belum mampu memperkirakan berbagai ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh suasana kehidupan dan perkembangan yang terpecah-pecah tersebut. Ketidaknyamanan itu bisa saja bersumber dari kesulitan menyelenggarakan perdagangan antarkoloni, kesulitan menciptakan ketentuan yang seragam tentang imigrasi (terutama imigrasi yang berasal dari Asia), hal-hal yang berkaitan dengan surat-surat pos, pembangunan dan pemeliharaan mercusuar, dan yang paling penting adalah kekhawatiran akan kemungkinan adanya kekuatan asing di luar Inggris yang berminat juga membuka pemukiman di Australia. Namun dalam dua dekade terakhir abad 19 timbullah pemikiran dan upaya-upaya untuk mempersatukan koloni-koloni itu kembali.

Ketika Australian Colonies Government Act yang dikeluarkan oleh Parlemen Inggris pada tahun 1850, di sana sudah ada empat koloni Inggris yang terpisah satu dari yang lain, yaitu: New South Wales, Tasmania, Australia Selatan, dan Australia Barat. Jumlah koloni itu bertambah lagi satu hingga menjadi lima, dengan ditetapkannya dalam Australian Colonies Government Act bahwa Victoria dipisahkan dari New South Wales. Pada tahun 1859 Queensland dipisahkan lagi dari New South Wales. Dengan demikian jumlah seluruh koloni Inggris di Australia menjadi enam.

Australian Colonies Government Act yang dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris telah memberi kebebasan bahkan rupanya dijadikan sebagai landasan hukum bagi semua koloninya di Australia itu untuk menyusun pemerintahan sendiri sesuai dengan kondisi dan seleranya masing-masing. Ini berarti pemerintahan Inggris memberi otonomi yang cukup luas kepada masing-masing koloninya di Australia tersebut.

Tawaran untuk mengatur pemerintahan sendiri ini disambut dan mulai dilaksanakan oleh New South Wales pada tahun 1855, Victoria, Tasmania, dan Australia Selatan masing-masing pada tahun 1856, Queensland pada tahun 1859, sedangkan Australia Barat (Western Australian) baru melaksanakannya tahun 1890. Dengan demikian lahirlah enam koloni yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah satu sama lain. Itulah sebabnya ada penulis sejarah Australia yang menafsirkan bahwa Australian Colonies Government Act merupakan “historical accident” (kecelakaan sejarah), karena undang-undang tersebut memberi kesempatan kepada masing-masing koloni untuk mengatur sendiri secara terpisah –pisah, yang berarti Australia terpecah menjadi enam koloni yang hidup secara sendiri-sendiri. Jadi ungkapan “historical accident” mengandung makna jika dilihat dari kaca mata kesatuan dan keutuhan Australia sebagai satu bangsa dalam satu negara sebagaimana kita lihat dewasa ini.

  1. Masa Pemerintahan Sendiri Secara Terpisah

Diangkatnya Brisbane sebagai gubernur merupakan awal pemerintahan yang dibatasi oleh Undang-undang 1823 (Judicatur Act) dengan dibentuknya Legislative Council yang dikeluarkan oleh parlemen Inggris. Karena undang-undang tersebut terbukti mampu menekan kekuasaan gubernur, maka Undang-undang tersebut terus berkembang dengan beberapa kebijakan baru. Karena wilayah koloni lainnya menginginkan adanya pengaturan pemerintahan sendiri seperti di New South Wales, maka wilayah koloni lainnya pun diberikan kekuasaan untuk membentuk pemerintahannya sendiri. Pada tahun 1842 New South Wales untuk pertama kalinya mendapatkan hak untuk menjalankan pemerintahan dengan sistem perwakilan. Hal ini diikuti pula oleh wilayah koloni lainnya. Hingga pada tahun 1850 muncul undang-undang baru yakni Australian Colonies Government Act.

Dengan hal itu, maka wilayah koloni Inggris di Australia semakin bertambah dengan keluarnya Victoria dari New South Wales. Dalam kaitannya dengan pembentukan Australia menjadi negara demokrasi, Australian Colonies Government Act 1850 sangat memberi nilai positif pada pemerintahan di wilayah Australia. Nilai positif dalam hal ini dimaknai sebagai rasa syukur dan kepuasan dari rakyat di wilayah koloni, yang berkat tuntutan-tuntutannya akhirnya dapat membantu mereka dalam mencapai sebuah sistem pemerintahan yang demokratis. Tidak tertekan dan bergantung pada parlemen Inggris sebagai pemilik wilayah-wilayah koloni tersebut. Undang-undang yang melahirkan wilayah koloni baru yakni Victoria ini memberi kesempatan dan kebebasan pada setiap koloni untuk menentukan sistem pemerintahan sesuai yang dikehendaki.

Setiap koloni memperoleh hak untuk memilih sistem perwakilan masing-masing. Selain itu dapat menentukan kebijakan dari wilayah koloni tersebut. Karena banyak kesempatan dan kebebasan yang diperoleh wilayah koloni tersebut maka dimanfaatkan pula dengan semaksimal mungkin menetapkan batas-batas kewenangan dan kekuasan gubernur, menetapkan jenis pajak, serta mengatur penggunaan uang. Dalam membentuk sistem pemerintahan, wilayah-wilayah koloni ini melihat dari berbagai pengalaman masa lalu mereka agar dapat menentukan sistem pemerintahan yang tepat bagi situasi dan kondisi yang terdapat pada wilayah mereka masing-masing.

Setelah New South Wales, Victoria, Tasmania, dan Australia Selatan membentuk, mengatur, dan melaksankan kebijakannya, hal itu mengartikan bahwa setiap kebijakannya telah siap untuk dilaporkan pada pemerintah Inggris dan akan diundangkan. Begitu pula yang dilakukan oleh Queensland dan Australia Barat dalam membentuk pemerintahan beserta kebijakannya. Meskipun kedua wilayah koloni ini telah jauh tertinggal dari keempat koloni lainnya, namun keinginan mereka untuk membentuk sistem pemerintahan sendiri tidak begitu saja hilang.

Waktu dalam mengawali masa pemerintahan sendiri antara satu wilayah koloni dengan wilayah koloni lainnya ini terlihat jelas berbeda dikarenakan jarak waktu yang cukup jauh pula. Di New South Wales mulai melaksankan pada tahun 1855, Victoria pada tahun 1856 yang pada tahun yang sama pula Tasmania dan Australia Selatan pun mulai menerapkan sistem pemerintahan sendiri. Akan tetapi untuk Queensland yang pada tahun 1859 baru terpisah dari New South Wales, pada tahun itu pula mulai menggunakan pemerintahan sendiri. Bebeda dengan Australia Barat yang merupakan wilayah dengan kekhasan sejarahnya tersebut, baru memulai pemerintahan sendiri pada 1890.

Dalam masa pemerintahan sendiri secara terpisah ini, wilayah-wilayah koloni memiliki otonomi yang berbeda dan terpisah satu sama lainnya. Mereka tidak mementingkan keutuhan dan integrasi. Melainkan memikirkan kemajuan dan kepentingan koloni mereka masing-masing. Karena sistem pemerintahan yang diatur mandiri maka tidak menutup kemungkinan banyak sistem yang berbeda antara satu koloni dengan koloni lainnya. Perbedaan itulah yang nantinya dapat menjadi bumerang bagi koloni-koloni tersebut. Koloni-koloni tersebut tidak berpikir bahwa mereka sedang berada di ambang perpecahan yang akan menghancurkan pertahanan wilayah mereka sendiri.

Lahirnya koloni-koloni yang bersifat otonomi tersebut tidak menghiraukan kesulitan dan kerugian yang mungkin akan mereka hadapi dengan kondisi yang terpisah semacam itu. Bahkan mereka begitu menikmati dan lebih menyukai bentuk mereka yang terpisah-pisah. Padahal kepentingan antarmereka berbeda dan akan berbenturan satu dengan lainnya. Sehingga dikhawatirkan akan memunculkan perselisihan dan intercolonial jealousy yang belum mereka pahami sebagai konsekuensi adanya pemisahan diri.

Selain itu, keasyikan dalam mengurus wilayah koloninya sendiri akan menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri. Ketidaknyamanan yang dirasakan mungkin dapat berupa kesulitan mengadakan hubungan dagang antarkoloni, masalah imigrasi, masalah pembangunan, dan perawatan mercusuar, serta yang paling membahayakan adalah adanya kekuatan asing (diluar Inggris) yang menginginkan membuka pemukiman baru di Australia.

Sebelum adanya keputusan pemisahan pemerintahan sendiri antarkolonial, telah banyak didengungkan mengenai anjuran dibentuknya sebuah parlemen yang menaungi dan memperhatikan keperluan seluruh kolonial. Kondisi 50 tahun Australia yang semacam itu mungkin lebih tepat dikatakan sebagai sejarah perpecahan. Semakin lama, kondisi antarkoloni makin jauh dan berkembang sendiri-sendiri. Semakin terlihat jelas pula permasalahan yang muncul. Namun dalam dua dekade terakhir abad ke-19, terutama dalam dekade terakhir, mulai timbul kesadaran dan gerakan untuk mempersatukan keenam koloni itu. Gerakan itu tidak saja diprakarsai oleh para politisi atau tokoh-tokoh yang menjalankan roda pemerintahan, tetapi juga oleh rakyat yang dengan penuh semangat ingin bersatu dalam bentuk federasi. Gerakan rakyat ini didukung oleh Australia Natives Association (ANA), yaitu organisasi orang-orang yang dilahirkan di Australia. Pada tahun 1847 Earl Grey, menteri urusan jajahan pada saat itu menyadari perlunya penanganan kepentingan bersama di antara koloni-koloni pada akhirnya membentuk Commonwealth of Australia. Pada tanggal 17 September 1900, Ratu Victoria memproklamasikan berdirinya Commonwealth of Australia.

  1. Dampak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya

Dampak dari tahap menuju demokrasi Australia, yakni:

  1. Terjadinya perpecahan wilayah di Australia menjadi lima koloni yang masing-masing memiliki pemerintahan sendiri, yaitu New South Wales, Victoria, Tasmania, Australia Selatan, dan Queensland.
  2. Masing-masing koloni lebih mementingkan urusan koloninya dari pada memikirkan hubungannya dengan koloni lain.
  3. Masing-masing koloni mengalami ketidakstabilan ekonomi


 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Para squatters bukan hanya berperan sebagai tulang punggung perekonomian Australia dalam paroh kedua abad ke-19, akan tetapi mereka jugalah kelompok politik yang paling utama dalam masyarakat. Perubahan-perubahan politik yang dilaksanakan di Australia, sebagian besar merupakan hasil perjuangan mereka yang sukses, walaupun sesungguhnya pada saat itu pemerintah Inggris sudah mulai mau mendengar tuntutan-tuntutan rakyat di daerah-daerah kekuasaannya.

Lachlan Macquaries adalah gubernur terakhir yang memegang seluruh kekuasaan di tangannya sendiri, dan penggantinya, Brisbane, adalah gubernur pertama yang kekuasaannya mulai dibatasi oleh undang-undang. Pada tahun 1823, pemerintah Inggris mengeluarkan suatu undang-undang yang menetapkan pembentukan Legislative Council untuk New South Wales. Di dalam undang-undang itu ditetapkan bahwa jumlah anggota council itu minimum lima orang dan maksimum tujuh orang. Keanggotaannya adalah berdasarkan penunjukan pemerintah yang dalam praktek dilakukan oleh gubernur. Selain pembentukan Legislative Council tersebut, di dalam undang-undang itu ditetapkan juga pembentukan Supreme Court. Dalam praktek sehari-hari, Legislative Council itu belum mempunyai pengaruh besar, masih merupakan Dewan Penasehat.

Pada tahun 1828, pemerintah Inggris mengeluarkan lagi satu undang-undang yang mengamandemen undang-undang tahun 1823. Jumlah anggota Legislative Council ditambah menjadi 15 orang, namun proses penunjukan dan pengangkatannya masih sama. Berbeda dengan council tahun 1823, council yang dibentuk berdasarkan undang-undang tahun 1828 ini sudah berhak memveto usul gubernur.

Dalam tahun 1842, pemerintah Inggris mengeluarkan lagi satu undang-undang yang mengubah jumlah dan proses pengisian keanggotaan Legislative Council. Jumlah anggota Legislative Council diubah menjadi 36 orang, 12 orang ditunjuk oleh pemerintah dalam hal ini oleh gubernur dan 24 orang dipilih oleh rakyat. Council ini mempunyai wewenang yang sudah lebih luas dari sebelumnya. Walaupun proses pengisian keanggotaan serta wewenang Legislative Council ini sudah menunjukkan langkah maju yang cukup jauh, namun dengan undang-undang tahun 1842 ini koloni-koloni di Australia belum memiliki pemerintahan demokrasi. Sementara itu, koloni-koloni lain mulai muncul, dan kepada koloni lain itu juga diberi hak yang sama dengan New South Wales.

Dalam tahun 1850, suatu undang-undang baru dikeluarkan lagi dan berlaku bagi seluruh koloni di Australia. Undang-undang itu disebut Australian Colonies Government Act. Dalam undang-undang ini, pemerintah Inggris menawarkan kepada koloni-koloni di Australia untuk menyusun pemerintahan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.

Dalam tahun 1850-an, berdirilah lima koloni yang masing-masing berpemerintahan sendiri, yaitu New South Wales, Victoria, Tasmania, Australia Selatan, Queensland. Koloni yang terakhir mendapatkan pemerintahan sendiri adalah Australia Barat.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Siboro, J. 1996. Sejarah Australia. Bandung: Tarsito.

Hanckey. 2007. Sejarah Australia dan Oceania, dalam “http://hanckey.pbworks.com/w/page/16454845/SEJARAH_AUSTRALIA_DAN_OCEANIA”, diakses pada 23 Maret 2014

Wikipedia. 2012. Australia, dalam “http://id.wikipedia.org/wiki/Australia”, diakses pada 23 Maret 2014

stratifikasi sosial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Di dalam masayarakat senantiasa terdapat penghargaan tertentu terhadap hal-hal yang dianggap memiliki nilai yang tinggi pada masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Misalnya jika masyarakat menghargai kekayaan material daripada kehormatan maka mereka yang memiliki kekayaan tinggi akan menempati kedudukan yang tinggi dibandingkan pihak-pihak lainnya. Gejala tersebut akan menimbulkan lapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal.

            Sebagaimana filosof Aristoteles (Soekanto, 2003:227) mengatakan bahwa zaman dahulu di dalam negara terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat dan yang berada di tengah-tengah. Membuktikan bahwa zaman itu dan sebelumnya orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas. Barang siapa yang mempunyai sesuatu yang berharga dalam jumlah yang banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.

            Adanya lapisan masyarakat sangat berperan penting dalam aktivitas sosial individu atau kelompok dalam suatu organisasi sosial. Tanpa lapisan sosial dalam masyarakat maka masyarakat itu akan menarik untuk dilihat, dikenal, dan dipelajari. Lapisan masyarakat sudah ada sejak dulu, dimulai sejak manusia itu mengenal adanya kehidupan bersama dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara yang pemimpin dan yang dipimpin, golongan budak dan bukan budak, pembagian kerja bahkan pada pembedaan kekayaan. Semakin maju dan rumit teknologi suatu masyarakat, maka semakin kompleks sistem lapisan masyarakat.

            Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun dalam realitanya hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Sistem lapisan dengan sengaja dibentuk dan disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sehingga suatu organisasi masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya lapisan sosial dalam masyarakat tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

  1. Apakah pengertian stratifikasi sosial?
  2. Bagaimana pengertian determinasi stratifikasi sosial?
  3. Apa saja bentuk-bentuk dan kelas-kelas dalam stratifikasi sosial?
  4. Bagaimana sifat-sifat dan macam-macam stratifikasi sosial dilihat dari cara memperolehnya?
  5. Bagaimana kedudukan dan peran dalam stratifikasi sosial?
  6. Bagaimana cara mempelajari stratifikasi sosial?

1.3 Tujuan Penulisan

  1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi
  2. Untuk memahami pengertian stratifikasi dan determinasi sosial
  3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk, kelas-kelas, sifat-sifat dan macam-macam stratifikasi sosial
  4. Untuk mengetahui kedudukan dan peran beserta cara mempelajari stratifikasi sosial

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Stratifikasi Sosial

            Kata Stratifikasi sosial berasal dari bahasa Latin, yakni stratum yang berarti tingkatan dan socius yang berarti teman atau masyarakat. Jadi, secara umum dapat kita katakan bahwa pengertian stratifikasi sosial adalah tingkatan sosial yang ada dalam masyarakat. Stratifikasi sosial berasal dari kiasan yang menggambarkan keadaan kehidupan masyarakat. Stratifikasi sosial (sosial stratificasion) adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).Dengan kata lain, perbedaan kedudukan akan menimbulkan stratifikasi sosial atau pelapisan sosial. Perwujudan dari adanya stratifikasi sosial atau pelapisan sosial adalah adanya perbedaan golongan tingkat kedudukan atau kelas. Pengertian stratifikasi sosial dan kelas sosial terdapat perbedaan. Stratifikasi sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang ke dalam tingkatan atau strata dalam hierarki secara vertikal. Berbicara tentang stratifikasi soasial berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar orang atau kelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat. Dengan demikian, stratifikasi sosial sering sekali dikaitkan dengan persoalan kesenjangan atau polarisasi sosial.

            Adapun pengertian kelas sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada suatu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. Dengan begitu kelas sosial cenderung diartikan sebagai kelompok yang anggota-anggotanya memiliki orientasi politik, nilai budaya, sikap, dan perilaku sosial yang secara umum sama. Contoh, dalam masyarakat kelas menengah keatas dalam banyak hal memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat miskin, bukan hanya dalam hal penampilan fisik mereka, seperti cara berpakaian dan sarana transpotrasi yang digunakan atau bahkan merknya, tetapi diantara mereka juga biasanya berbeda ideologi, nilai yang dianut, sikap dan perilaku sehari-harinya.

            Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mengatakan bahwa terbentuknya stratifikasi sosial dan kelas sosial didalamnya sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial adalah strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial.

Cakupan Stratifikasi Sosial

            Paul B. Horton mengemukakan contoh pelapisan sosial berserta gejala sosialnya dalam proses penggolongan orang-orang Amerika yang membedakannya atas diri mereka sendiri dan diri orang lain. Golongan-golongan tersebut antara lain:

  1. Golongan orang-orang yang telah benar-benar berhasil. Orang awam membagi golongan elit ini ke dalam empat kelompok, yakni orang kaya lama (seperti keluarga Rockefeller), orang kaya yang terkenal (seperti Paul Newman dan Chris Evert), orang kaya yang tidak dikenal (seperti pemborong, jutawan) dan orang kaya biasa (setingkat orang-orang yang berprofesi sebagai dokter)
  2. Golongan orang-orang yang sangat berhasil. Indikator dari golongan ini adalah profesionalisme karir seseorang, semisal dokter gigi, penasehat hukum atau pengusaha. Indikator dalam materi adalah termiliknya rumah besar dan sekurang-kurangnya memiliki dua mobil, ditambah dengan plesiran ke Eropa dan menjadi anggota klub setempat yang semi eksklusif. Anak-anaknya disekolahkan ke perguruan tinggi swasta maupun negeri yang terbaik.
  3. Golongan orang-orang yang telah mencapai impian kelas sosial menengah. Indikator dari golongan ini adalah kekayaan yang jauh lebih banyak ketimbang barang-barang mewah mereka sendiri. Keluarga ini biasa menempati rumah berkamar tidur tiga dan sebuah ruang keluarga. Indikator yang menarik adalah kegiatan selama musim panas mereka. Selama musim panas mereka meluangkan waktu untuk berlibur ke pegunungan atau ke pantai.
  4. Golongan orang-orang yang berkehidupan nyaman. Indikator dari golongan ini adalah kemampuan melunasi tagihan atau hutang secara tepat waktu dan kepemilikan rumah sederhana berkamar enam yang berlokasi di daerah pinggiran kota.
  5. Golongan orang-orang yang berkehidupan sedang. Indikator dari golongan ini adalah profesi suami maupun istri. Umumnya, sang suami berprofesi sebagai pekerja pabrik dan istrinya sebagai pelayan atau juru-tulis toko. Mereka menyewa rumah kecil atau aprtemen besar, memiliki sebuah mobil keluaran enam tahun lalu, dua televisi hitam putih dan sebuah mesin cuci.
  6. Golongan orang-orang yang hidupnya benar-benar sulit. Indikator dari golongan ini adalah tempat tinggal mereka yang berada di apartemen tua tanpa lift. Profesi suami sebagai satpam dan istri sebagai tukang bersih gedung.
  7. Golongan orang-orang miskin. Indikator dari golongan ini adalah penghidupan mereka yang bergantung pada tunjangan pengangguran dan menetap di perkampungan yang kumuh. Untuk pergi ke tempat kerja mereka biasa menggunakan bus kota (Horton, Paul B., Chester L. Hunt, 1999:4).

2.2 Determinasi Stratifikasi Sosial

Dalam pengidentifikasian posisi atau kedudukan seseorang di dalam struktur masyarakat luas yang sangat heterogen mungkin banyak pertanyaan yang muncul, seperti halnya bagaimana cara untuk menentukan hal tersebut, ataupun apa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kedudukan seseorang dalam masyarakat.

Hingga saat ini determinasi untuk mengukur posisi atau kedudukan seseorang didalam struktur sosial belum memiliki patokan yang pasti. Hanya saja, secara umum, determinasi dari stratifikasi sosial dapat dilihat dari dimensi usia, jenis kelamin, agama, kelompok etnis dan ras tertentu, tingkat pendidikan formal yang diraihnya, tingkat pekerjaan, besarnya kekuasaan dan kewenangan, status sosial, tempat tinggal, dan dimensi ekonomi. Berbagai dimensi strata sosial tersebut tentunya memiliki perbedaan perngaruh didalam masyarakat. Hal itu tergantung pada perkembangan masyarakat dan konteks sosial yang berlaku pada saat itu. Seperti halnya masyarakat pada masa lalu masih menempatkan jenis kelamin dan gelar-gelar kebangsawanan sebagai penentu posisi seseorang didalam masyarakat. Didalam struktur masyarakat yang semakin modern, perbedaan sosial yang terbentuk dan berkembang didalam masyarakat umumnya tidak lagi didasarkan pada hal-hal yang bersifat adikodrati seperti perbedaan jenis kelamin dan usia. Determinasi stratifikasi sosial menjadi semakin kompleks dan tidak lagi bersifat given. Secara umum, determinasi menurut para ahli banyak berpengaruh dalam pembentukan stratifikasi sosial didalam masyarakat yang semakin modern adalah dimensi ekonomi, status sosial dan politik.

Jeffris dan Ransford membedakan dimensi stratifikasi sosial menjadi tiga macam yaitu, pertama hierarki kelas sosial atas dasar penguasaan barang dan jasa, kedua kekuasaan dan wewenang, dan yang ketiga pembagian kehormatan dan status sosial.

  1. Hierarki Ekonomi

            Indikator untuk menentukan hierarki kelas berdasarkan ekonomi relative beragam. Masyarakat kapitalis indikator dari hierarki kelas atas dasar ekonomi dapat dilihat dari kepemilikan lahan sebagai alat produksi. Artinya kepemilikan lahan pertanian akan lebih berharga dari pada kepemilikan barang berharga lainnya. Pola-pola ini lebih menghargai harta warisan kekayaan dari pada kekayaan yang diperoleh melalui perdagangan atau bisnis. Akan tetapi dalam struktur masyarakat kapitalistik, indikator untuk menentukan kedudukan seseorang didalam masyarakat tidak lagi bertumpu pada faktor kepemilikan tanah. Kelas sosial lebih diukur berdasarkan kepemilikan uang sebagai modal produksi di dalam suatau perusahaan. Struktur masyarakat kapitalis lebih menitikberatkan pada sektor industri dari pada pertanian.

            Pada masyarakat feodal yang menitikberatkan pada sektor pertanian, kelas sosial dapat dilihat dari pola-pola hubungan antara tuan tanah atau pemilik tanah dan buruh tani yang mengerjakan lahan milik tuan tanah dan buruh tani penggarap.

            Sementara itu, yang dimaksud dengan kekayaan adalah segala sesuatu yang menyangkut kepemilikan benda-benda berharga atau asset produksi seseorang atau keluarga. Adapun benda-benda berharga yang dikategorikan sebagai asset ekonomi juga beragam. Dalam struktur masyarakat agraris tentunya sawah atau lahan pertanian menjadi ukuran kekayaan seseorang. Masyarakat perkotaan, kepemilikan pabrik, mobil mewah, rumah yang megah, benda-benda elektronik menjadi ukuran kekayaan. Sedangkan masyarakat pesisir ukuran stratifikasi sosial berdasarkan pada kepemilikan perahu, dan perangkat alat penangkap ikan.

            Selain kepemilikan jumlah benda-benda berharga juga dapat dilihat beberapa orang yang mengerjakan alat-alat produksi seseorang. Artinya, besar kecilnya investasi modal usaha juga sangat menentukan ukuran kekayaan seseorang didalam masyarakat.

  1. Hierarki Kekuasaan

            Dalam struktur masyarakat, kekuasaan dan kewenangan selalu terdistribusi secara tidak merata. Artinya kekuasaan dan kewenangan terdistribusi secara hierarki vertical mengerucut bagaikan piramida. Dengan kata lain, ada sebagian orang yang memperoleh kekuasaan dan kewenangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok lain. Ketidakmerataan distribusi kekuasaan dan kewenangan tersebut sangat tergantung pada mekanisme yang berlaku didalam struktur masyarakat.

            Dalam struktur masyarakat feodal pendisribusiannya tidak berdasarkan kualifikasi seseorang dan lebih ditentukan oleh factor historis orang tersebut. Artinya, sekelompok strata sosial seseorang biasanya mengikuti strata sosial orang tuanya (ascribed status). Dan biasanya pola seperti masyarakatnya cenderung bersifat tertutup artinya tidak mudah untuk seseorang berpindah status sosial (mobilitas sosial vertikal)

            Masyarakat liberal cenderung menghargai asas demokratis berpengaruh mekanisme kekuasaan tersebut dilaksanakan. Masyarakat liberal mekanisme kekuasaan lebih mengarah pada pola-pola demokratis, kendati tidak semua sistem sosial masyarakat mesti begitu. Sistem sosial yang berpola demokratis biasanya kualifikasi seseorang atau kelompok orang lebih banyak menentukan stratifikasi sosial orang tersebut. Dan artinya semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses kekuasaan dan kewenangan.

            Vilfredo Pareto, Guitano Mosca, dan Robert Putman membuat rumusan yang menjadi dasar bagi terbentuknya stratifikasi sosial khususnya yang berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan politik dalam lima macam, yaitu:

a)      Kekuasaan dan kewenangan selalu terdistribusi ke dalam masyarakat secara tidak merata, artinya kekuasaan dan kewenangan politik terdistribusi berdasarkan pola-pola hierarkis vertical mengerucut dari bawah keatas makin mengecil.

b)      Didalam struktur sosial secara sederhana dikelompokan dalam dua kelompok yaitu kelompok yang memiliki kekuasaan dan kewenangan “penting” dan kelompok masyarakat yang tidak memilikinya.

c)      Secara internal elit politik bersifat homogeny, bersatu dan memiliki kesadaran kelompok

d)     Elite politik selalu mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan keanggotaannya berasal dari lapisan masyarakat yang sangat terbatas

e)      Kelompok elite pada hakikatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan dari siapapun diluar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya.

  1. Hierarki Status

Max Webber mengelompokan manusia ke dalam kelompok-kelompok status atas dasar ukuran kehormatan. Ia mendefinisikan kelompok status sebagai kelompok yang anggotanya memiliki gaya hidup sosial tertentu dan memiliki tingkat penghargaan sosial dan kehormatan sosial tersebut pula. Dalam bentuk sederhana ia juga membagi kelompok masyarakat yang disegani atau dihormatai dan kelompok masyarakat biasa.

            Sistem masyarakat feodal banyak diberlakukan pada negara-negara yang berbentuk kerajaan. Didalam struktur masyarakat tersebut raja dan lingkaran kebangsawanannya biasanya menempati kedudukan tertinggi yang mempunyai kekuasaan mutlak. Adapun masyarakat dilapisan bawah terdapat petani yang mengabdi kepada golongan bangsawan, tuan tanah dan lingkaran orang terhormat.

            Masyarakat agraris (Jawa) mengacu kepada kepemimpinan, mengenal pelapisan didalam masyarakat. Lapisan bawah adalah “rakyat banyak” atau disebut juga wong cilik atau orang kecil, bukan pegawai, petani, pedagang, dan tukang. Adapun lapisan yang berada diatas, yang langsung menyangga kedudukan raja adalah kaum “priyayi” (para ayi, para kerabat raja).

            Ada dua kriteria dalam menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat: pertama, prinsip kebangsawanan yang ditentukan oleh hubungan darah seseorang dengan pemegang pemerintah. Kedua, prinsip kebangsawanan yang ditentukan oleh posisi seseorang didalam hierarki birokrasi. Seseorang, karena mempunyai salah satu atau kedua kriteria itu, dianggap masuk kedalam golongan elite. Dan yang diluar golongan elite itu dianggap sebagai rakyat kebanyakan.

2.3 Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial

            Menurut Soejono Soekanto (1982), di dalam setiap masyarakat diamanapun selalu dan pasti mempunyai sesuatu yang dihargai. sesuatu yang dihargai dimasyarakat bisa berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, status haji, status keturunan ataupun berdasarkan tingkat ekonomi. Pitirin Sorokin mengemukakan bahwa sistem pelapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur. Lebih lanjut Sorokin mengemukakan, stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat atau seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah. Ada dua tipe penyebab terjadinya stratifikasi sosial pertama, terjadi dengan sendirinya, kedua, terjadi secara sengaja. Stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat. Sedangkan stratifikasi sosial yang terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti: pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata. Beberapa kriteria yang menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial adalah sebagai berikut.

  1. Ukuran kekayaan. Seseorang yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut dapat dilihat melalui ukuran rumah, mobil pribadi, cara berpakaian, dsb.
  2. Ukuran kekuasaan. Seseorang yang memiliki wewenang terbesar menempati lapisan paling atas. Misalnya saja presiden, menteri, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, hingga ketua RT.
  3. Ukuran kehormatan. Orang yang paling disegani dan dihormati biasanya mendapatkan tempat paling tinggi. Ukuran ini banyak dijumpai pada pada.

2.4 Bentuk-bentuk Stratifikasi dan Kelas Sosial

            Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi sosial. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar.

 

 

            Berikut ini akan kita pelajari beberapa bentuk stratifikasi sosial menurut beberapa kriteria, yaitu ekonomi, sosial dan politik.

  1. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi

            Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam hal ini ada golongan orang – orang yang didasarkan pada pemilikan tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas – kelas sosial dalam masyarakat.

            Menurut Max Webber, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi membagi masyarakat ke dalam kelas – kelas yang didasarkan pada pemilikan tanah dan benda – benda. Kelaskelas tersebut adalah kelas atas (upper class), kelas menegah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Satu hal yang perlu diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka. Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik ke kelas atas, dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas atas untuk turun ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah. Hal ini tergantung pada kecakapan dan keuletan orang yang bersangkutan. Salah satu contoh stratifikasi sosial berdasarkan faktor ekonomi adalah pemilikan tanah di lingkungan pertanian pada masyarakat Indonesia. Wujud stratifikasi sosialnya adalah petani pemilik tanah, petani penyewa dan penggarap, serta buruh tani.

  1. Petani pemilik tanah dibagi dalam lapisan – lapisan berikut ini.

a)                  Petani pemilik tanah lebih dari 2 hektar.

b)                  Petani pemilik tanah antara 1 – 2 hektar.

c)                  Petani pemilik tanah antara 0,25 – 1 hektar.

d)                 Petani pemilik tanah kurang dari 0,25 hektar.

  1. Petani penyewa dan petani penggarap, yaitu mereka yang menyewa dan menggarap tanah milik petani pemilik tanah yang biasanya menggunakan sistem bagi hasil.
  2. Buruh tani, yaitu tenaga yang bekerja pada para pemilik tanah, petani penyewa, petani penggarap, atau pedagang yang biasanya membeli padi di sawah.

B. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial

            Pada umumnya, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ini bersifat tertutup. Stratifikasi sosial demikian umumnya terdapat dalam masyarakat feodal, masyarakat kasta dan masyarakat rasial.

  1. Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Feodal

            Masyarakat feodal merupakan masyarakat pada situasi pra – industri, yang menurut sejarahnya merupakan perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya dengan tuan tanah. Hubungan antara kedua golongan itu menjadi hubungan antara yang memerintah dengan yan diperintah, dan interaksinya sangat terbatas. Kemudian semangat feodalisme ini oleh kaum penjajah diterapkan di Indonesia dan terjadilah perpecahan antargolongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi stratifikasi sosial sebagai berikut:

a)      Golongan atas, terdiri dari keturunan raja dan ningrat.

b)      Golongan menengah, terdiri dari golongan prajurit dan pegawai pemerintahan.

c)      Golongan bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.

 

  1. Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kasta

            Masyarakat kasta menuntut pembedaan antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan antargolongan adalah tabu, tertutup, bahkan dapat dihukum masyarakatnya. Hal demikian terjadi pada masyarakat kasta di India. Istilah untuk kasta di India adalah yati dan sistemnya disebut dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam masyarakat India Kuno dijumpai empat varna yang tersusun secara hierarkis dari atas ke bawah, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Kasta brahmana adalah kasta yang terdiri atas para pendeta dan dipandang sebagai kasta tertinggi. Ksatria merupakan kasta yang terdiri atas para bangsawan dan tentara, serta dipandang sebagai kelas kedua. Waisya merupakan kasta yang terdiri atas para pedagang, dan dipandang sebagai lapisan ketiga.

            Sedangkan sudra merupakan kasta yang terdiri atas orang-orang biasa (rakyat jelata). Di samping itu terdapat orang – orang yang tidak berkasta atau tidak termasuk ke dalam varna. Mereka itu adalah golongan paria.

            Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan bahwa ciri – ciri kasta adalah sebagai berikut.

  1. Keanggotaan berdasarkan kewarisan atau kelahiran. Dalam kasta, kualitas seseorang tidak menjadi sebuah perhitungan.
  2. Keanggotaan berlangsung seumur hidup, kecuali jika dikeluarkan dari kastanya.
  3. Perkawinan bersifat endogen dan harus dipilih orang yang sekasta. Seorang laki-laki dapat menikah dengan perempuan yang kastanya lebih rendah, tetapi tidak dapat menikah dengan perempuan yang memiliki kasta lebih tinggi.
  4. Hubungan antarkasta dengan kelompok sosial lainnya sangat terbatas.
  5. Kesadaran keanggotaan suatu kasta tampak nyata antara lain pada nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, dan penyesuaian yang ketat terhadap norma kasta.
  6. Terikat oleh kedudukan – kedudukan yang secara tradisional ditetapkan. Artinya kasta yang lebih rendah kurang mendapatkan akses dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan, apalagi menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.
  7. Prestise suatu kasta benar – benar diperhatikan.
  8. Kasta yang lebih rendah merupakan bagian dari kasta yang lebih tinggi, sehingga dalam kesehariannya dapat dikendalikan secara terus – menerus.

            Di Indonesia, stratifikasi sosial berdasarkan kasta dapat kita jumpai pada masyarakat Bali. Namun demikian, pengkastaannya tidak terlalu kaku dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di Bali disebut dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut.

a)      Brahmana

            Merupakan tingkatan kasta tertinggi di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pemuka agama. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Ida Bagus untuk laki – laki dan Ida Ayu untuk perempuan.

b)      Ksatria

            Merupakan tingkatan kedua setelah brahmana. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para bangsawan. Gelar bagi orang – orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Cokorda, Dewa atau Ngahan.

c)      Waisya,

            Merupakan tingkatan ketiga setelah ksatria. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para pedagang. Gelar bagi orang – orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Bagus atau Gusti.

d)     Sudra,

            Merupakan tingkatan paling rendah dalam sistem kasta di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pekerja atau buruh. Gelar bagi orang – orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Pande, Kbon atau Pasek.

  1. Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Rasial

            Masyarakat rasial adalah masyarakat yang mengenal perbedaan warna kulit. Sistem stratifikasi ini pernah terjadi di Afrika Selatan, di mana ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan ras kulit hitam. Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu memengaruhi berbagai bidang kehidupan yang kemudian disebut dengan politik apartheid. Dalam politik apartheid, seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah orang itu termasuk kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih termasuk golongan minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat dibandingkan dengan ras kulit hitam yang mayoritas. Untuk mempertahankan dominasi kekuasaan ekonomi dan politik, ras kulit putih mengembangkan teori rasisme disertai dengan tindakan di luar perikemanusiaan.

C. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik

            Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik berhubungan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat, di mana ada pihak yang dikuasai, dan ada pihak yang menguasai. Bentuk – bentuk kekuasaan pada masyarakat tertentu di dunia ini beraneka ragam dengan polanya masing – masing. Tetapi, pada umumnya ada satu pola umum yang ada dalam setiap masyarakat. Meskipun perubahan yang dialami masyarakat itu menyebabkan lahirnya pola baru, namun pola umum tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya. Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan pola perilaku yang berlaku pada masyarakat. Batas yang tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada, dan batas – batas itulah yang menyebabkan lahirnya stratifikasi atau pelapisan dalam masyarakat.

            Mac Iver dalam bukunya yang berjudul “The Web of Government” menyebutkan ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, oligarkis dan demokratis.

  1. Tipe Kasta

            Tipe kasta adalah tipe atau sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta yang hampir tidak terjadi mobilitas sosial vertikal. Garis pemisah antara masing – masing lapisan hampir tidak mungkin ditembus. Puncak piramida diduduki oleh penguasa tertinggi, misalnya maharaja, raja, dan sebagainya, dengan lingkungan yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara, dan para ahli agama. Lapisan berikutnya berturut-turut adalah para tukang, pelayan, petani, buruh tani dan budak.

  1. Tipe Oligarkis

            Tipe ini memiliki garis pemisah yang tegas, tetapi dasar pembedaan kelas – kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat tersebut. Tipe ini hampir sama dengan tipe kasta, namun individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan. Di setiap lapisan juga dapat dijumpai lapisan yang lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan dengan lapisan lainnya tidak begitu mencolok.

  1. Tipe Demokratis

            Tipe ini menunjukkan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil (bergerak) sekali. Dalam hal ini kelahiran tidak menentukan kedudukan seseorang, melainkan yang terpenting adalah kemampuannya dan kadang – kadang faktor keberuntungan.

2.5 Sifat-sifat Stratifikasi Sosial dan Macam-macam Stratifikasi Sosial   Berdasarkan Cara Memperolehnya

Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial

            Sifat pelapisan masyarakat terdiri dari dua macam, yaitu pelapisan sosial tertutup (closed sosial stratification) dan pelapisan sosial terbuka (open social stratification). Sistem pelapisan sosial tertutup artinya tertutupnya kemungkinan seseorang atau sekelompok orang untuk pindah dari lapisan sosial satu ke lapisan sosial lainnya secara vertikal. Gejala pelapisan sosial antara lain:

  1. Sosial di dalam struktural masyarakat feodal dan sisitem kekastaan dapat dikatakan sebagai bentuk pelapisan sosial secara tertutup, karena dalam pelapisan sosial masyarakat feodal akan sulit bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memasuki lapisan sosial tertentu. Misalnya yaitu rakyat jelata yang posisinya ditingkat lapisan sosial yang bawah akan sulit untuk menduduki lapisan sosial bersama dengan golongan ningrat yang dianggap sebagai krlompok trah darah biru.
  2. Dalam sistem kekastaan, tidak mungkin seseorang yang berkasta Sudra menempati posisi kasta Ksatria dan sebagainya. Model kekastaan seperti ini masih berlaku dikalangan masyarakat yang beragama Hindu, contohnya di Bali dan India. Sehingga bagi penganut agama ini berarti telah hidup dalam lingkar kekastaan yang tertutup.
  3. Dalam pelapisan berdasarkan ras manusia juga menganut sistem pelapisan sosial tertutup. Misalnya di Afrika Selatan dalam politik Aparthed yang menempatkan golongan kulit hitam sebagai strata sosial terendah dan golongan kulit putih sebagai strata sosial yang tinggi. Dan karena perbedaan ras inilah, muncul beberapa konflik dan masalah yang tak ada ujungnya.

            Sifat yang kedua yaitu model pelapisan sosial terbuka. Dalam struktur sosial ini seseorang atau sekelompok orang dapat menempati atau berpindah ke strata tertentu, dan tak ada batasnya. Misalnya yaitu, seseorang yang mempunyai semangat dan kegigihan yang tinggi dapat menyelesaikan pendidikan yang lebih tinggi untuk mendapatkan posisi atau pekerjaan yang lebih baik. Model penstrataan seperti ini biasanya berlaku pada struktur masyarakat yang modern (khususnya yang hidup diperkotaan). Mereka lebih mengedepankan aspek rasional daripada tradisional yang tak masuk akal dan lebih mengedepankan kemampuan daripada faktor keturunan. Contohnya yaitu, anak petani yang kemudian meningkat statusnya menjadi pejabat tinggi karena kegigihannya dalam menyelesaikan pendidikan dan bekerja. sebaliknya, anak pejabat tinggi yang kaya raya, malah menjadi orang miskin akibat ketidakseriusan dalam menempuh pendidikan. Maka, jelas, pada masyarakat modern, naik turunnya sosial seseorang berdasarkankemampuan bukan dari faktor keturunan. Pola pelapisan sosial struktur masyarakat modern lebih dinamis dibandingkan dalam struktur masyarakat tradisional yang tertutup karena didalam masyarakat modern yang dinilai yaitu kapabilitasnya bukan dari gelar ataupun dari pendidikan yang tinggi. Pada kenyataannya, di Indonesia, banyak orang yang lulus pendidikan tinggi malah menganggur bahkan lebih hidupnya tidak lebih baik dibandingkan mereka yang lulus dari SMU.

            Dinamika sosial pasti akan diikuti oleh pola sosial, apalagi yang menentukan adalah tolok ukur kelas sosial. Dalam masyarakat feodal, selain ditentukan oleh gelar bangsawan, ukuran kelas sosial seseorang juga ditentukan dari kepemilikan lahan. Artinya, luas atau sempitnya lahan yang dimiliki berpengaruh pada kelas sosial yang dimiliki oleh seseorang. Mereka yang memiliki lahan yang luas dan mempekerjakan banyak orang sebagai buruh tani akan ,memiliki status sosial yang tinggi dalam masyarakat.Akan tetapi, pergeseran sosial membawa pemahaman, bahwa kelas sosial bukan lagi karena kepemilikan lahan melainkan berubah menjadi perindustrian. Didalam masyarakat industri, strata sosial ditentukan dari kepemilikan modal usaha seperti pabrik perusahaan, uang, dan lain-lain. Struktur sosial masyarakat industri pada akhirnya bergeser ke pola struktur yang baru dimana kelas sosial di tentukan oleh kepemilikan sarana produksi dan jumlah buruh tetapi pada keahlian ketrampilan atau keahlian seseorang.

            Sifat pelapisan sosial terbuka lebih dinamis, artinya lebih mudah berubah seiring dengan perubahan sosial itu sendiri. Struktur sosial masyarakat modern yang kompetitif (sifat saling bersaing) membuka lebih banyak terciptanya pergerakan kelas spesial secara vertikal maupun horizontal. Ukuran untuk menentukan status juga banyak ragamnya, misalnya seseorang dihormati karena kepemilikan harta benda, tetapi dari segi etika pergaulan ia tidak terpandang sebab ia tidak banyak menggunakan tata krama dalam pergaulan sosial, sementara dipihak lain ada seseorang yang tidak tergolong kaya tetapi ia memiliki ilmu pengetahuan dan etika pergaulan sosial, maka ia menjadi terhormat di lingkungannya. Kelas menyediakan kesempatan atau fasilitas hidup tertentu. Sosiologi menamakan life chance.

 

 

Macam-macam Stratifikasi Sosial berdasarkan Cara memperolehnya

  1. Ascribed Status

            Ascribed Status merupakan status yang diperoleh seseorang secara alamiah, artinya posisis yang melekat dalam diri seseorang diperoleh tanpa melalui usaha. Beberapa status sosial yang melekat pada seseorang yang diperoleh secara otomatis diantaranya yaitu:

a)      Status perbedaan usia (age stratification)

            Masyarakat Indonesia pada umumnya terdapat hak dan kewajiban antara orang yang lebih tua dan yang lebih muda. Misalnya dalam kehidupan rumah tangga, anak yang memiliki usia lebih tua memiliki strata keluarga yang lebih tinggi dibanding dengan anak yang usianya lebih muda. Contoh lainnya, dapat dilihat dalam ritual keagamaan agama Islam dimana pembaca doa selalu mengutamakan yang lebih tua dan orang yang lebih tua dipersilakan untuk duduk dibarisan depan.

b)      Stratifikasi berdasarkan jenis kelamin (gender sex stratification)

            Biasanya, penstrataan sosial ini dipengaruhi oleh adat tradisi dan bahkan ajaran agama yang membedakan antara hak dan kewajiban berdasarkab jenis kelamin. Misalnya dalam masyarakat tradisional, penggajian pekerjaan yang berbeda antara pria dengan wanita. Hal itu dapat disebabkan dimana tingkat produktivitas dan frekuensi jam kerja kaum perempuan lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Contoh lainnya adalah ajaran kaum laki-laki adalah pemimpin dari kaum perempuan. Bahkan dalam pemahaman tradisional, terdapat pembagian tugas berdasarkan gender, dimana tugas wanita itu didapur, dikasur (mendampingi suami tidur), disumur(mengurus segala keperluan rumah tangga). Akan tetapi, perrgeseran sosial budaya juga berpengaruh pada pergeseran peran wanita dimana kaum wanita terkadang memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan dengan kaum laki-laki.

 

c)      Status yang didasarkan pada sistem kekerabatan

            Fenomena ini dapat dilihat berbagai peran yang harus diperankan oleh masing-masing anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Munculnya kedudukan kepala keluaga , ibu rumah tangga dan anak-anak tergantung pada status peran yang harus diperankan oleh masing-masing orang dalam rumah tangga. Seorang ibu harus berbakti pada suami dan mengurus suami, seorang ayah harus menafkahi keluarganya dan seorang anak harus menaati dan menghormati kedua orangtuanya.

d)     Stratifikasi berdasarkan kelahiran (born stratification)

            Seorang anak yang dilahirkan akan memiliki status sosial yang mengekoe pada status sosial orangtuanya. Tinggi rendahnya harga diri seorang anak biasanya mengikuti status orang tuanya.

e)      Stratifikasi berdasarkan kelompok tertentu (grouping stratification)

            Perbedaan ras yang sering kali menimbulkan pemahaman sekelompok manusia tertentu memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan manusia lain masih sering ditemukan dan menjadi bagan dari gejala sosial. Contohnya ras kulit putih lebih superior daripada ras kulit hitam.

  1. Achieved Status

            Achieved Status merupakan status seseorang yang disandang melalui perjuangan. Pola-pola ini biasanya banyak terjadi distruktur sosial yang telah mengalami perubahan dari pola-pola tradisional ke arah modern. Dalam struktur seperti ini biasanya struktur sosialnya lebih terbuka sehingga membuka peluang bagi siapa saja untuk meraih status sosial ekonomi sesuai dengan tujuan masing-masing. Contohnya antara lain:

a)      Stratifikasi berdasarkan jenjang pendidikan (Education Stratification)

            Jenjang kependidikan seseorang biasanya mempengaruhi status sosial seseorang didalam struktur sosialnya dan tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh kepada pola-pola kehidupan masyarakat tersebut. Contohnya yaitu seseorang yang menyandang gelar doktor akan berstatus sosial lebih tinggi dibanding dengan seseorang yang lulusan SD. Jenjang pendidikan ini biasanya berpengaruh pada mobilitas sosial yang bersifat vertikal naik ataupun vertikal turun.

b)      Stratifikasi berdasarkan senioritas (Seniority Stratification)

            Gejala ini biasanya dikaitkan dengan profesi atau pekerjaan yang dimiliki seseorang. Jabatan seseorang dalam suatu lembaga pekerjaan ditentukan oleh tingkat keahlian dan tingkat pendidikannya, artinya semakin tinggi rtingkat pendidikan seseorang dan keahlian seseorang, maka akan semakin tinggi juga jabatan yang disandangnya. Jenjang jabatan dalam suatu mekanisme kerja akan menimbulkan pelapisan sosial dalam sebuah perusahaan. Contohnya yaitu, direktur utama menempati jenjang urutan teratas, kemudian manajer, kepala bagian hingga pekerja kasar. Karena sisitem pelapisan sosial ini sifatnya terbuka, maka bagi siapa saja bisa menempati status sosial yang lebih mapan asal mereka mempunyai semangat dan usaha yang gigih.

c)      Stratifikasi dibidang pekerjaan (Job Stratification)

            Berbagai jenis pekerjaan juga berpengaruh pada sistem pelapisan sosial. Biasanya, para pekerja kantoran akan memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan dengan profesi sebagai tukang becak. Pola-pola sifat seperti ini bersikap terbuka artinya sistem ini membuka peluang bagi siapa saja yang memiliki semangat yang keras dan kegigihan untuk meraih kesuksesan.

  1. Assigned Status

            Assigned status adalah status yang diperoleh seseorang atau sekelompok orang dari pemberian. Akan tetapi, status sosial yang berasal dari pemberian ini juga tak luput dari usaha-usaha sehingga dengan usaha tersebut ia memperoleh penghargaan. Contohnya yaitu seseorang yang menerima hadiah nobel karena dianggap sebagai pelopor perdamaian; yang lain menerima gelar doktor honoris causa dalam bidang tertentu juga erat kaitannya dengan prestasi yang telah diraihnya.

2.7 Kedudukan dan Peranan dalam Stratifikasi Sosial

            Kaitan antara stratifikasi sosial dan status sosial adalah pada kedudukan (status) dan peran (role) sosial seseorang di dalam kehidupan sosial. Contohnya yaitu, dalam kehidupan sosial, seseorang mempunyai lebih dari satu peran. Misalnya, seseorang yang memiliki kedudukan sebagai kepala sekolah, ia juga memiliki kedudukan sebagai kepala rumah tangga di rumah sekaligus sebagai ustadz di tengah masyarakat. Kedudukannya ini akan mempengaruhi peranannya, yaitu apa yang harus dilakukan saat menempati kedudukan sebagi kepala sekolah, kepala rumah tangga, dan sebagai ustadz. Sebagai kepala sekolah, ia memimpin jalannya proses KBM. Ketika berada dirumah, ia berperan sebagai kepala rumah tangga. Dan ketika menjadi ustadz, ia menempatkan dirinya sebagai rohaniawan.

            Masing-masing kedudukan dan peranan akan ditentukan oleh norma-norma sosial setelah ia berinteraksi dengan orang lain. Peranan kedudukam seseorang erat hubungannya dengan orang lain. Misalnya, ketika seseorang yang berprofesi sebagai dengan dokter twentu akan berhadapan denganseseorang yang kedudukan dan perannya berbeda seoerti poasien, petugas administrasi rumah sakit, apoteker, pekerja sosial, perawat, dan sebagainya.

            Dengan demikian, jika seseorang telah menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia telah menjalankan suatu peran sosial. Sebab, peran tersebut sebagai penentu atau acuan apa yang harusnya diperbuat oleh seseorang dan pemberi kesempatan bagi pemerannya.

 

 

 

 

2.7 Cara Mempelajari Stratifikasi Sosial

            Menurut Zarden, di dalam sosiologi dikenal tiga pendekatan untuk mempelajari stratifikasi sosial, yaitu;

  1. Pendekatan Objektif

            Pendekatan objektif artinya, usaha untuk memilah-milah masyarakat kedalam beberapa lapisan dilakukan menurut ukuran-ukuran yang objektif berupa variable yang mudah diukur secara kuantitatif , contohnya tingkat pendidikan dan perbedaan penghasilan.

  1. Pendekatan Subjektif

            Pendekatan subjektif artinya munculnya pelapisan sosial dalam masyrakat tidak diukur dengan kriteria-kriteria yang objektif, melainkan dipilih menurut kesadaran subjektif warga itu sendiri, contonya seseorang yang menurut kriteria objektif termasuk miskin, menurut pendekatan subjektif ini bisa saja dianggap tidak miskin, kalau ia sendiri memang merasa bukan termasuk kelompok masyarakat miskin.

  1. Pendekatan Reputasional

            Pendekatan reputasional artinya pelapisan sosial disusun dengan cara subjek penelitian diminta menilai status orang lain dengan jalan menempatkan orang lain tersebut ke dalam sekala tertentu. Untuk mecari siapakah didesa tertentu yang termasuk kelas atas, peneliti yang menggunakan pendekatan reputasional bisa melakukannya dengan cara cara menanyakan kepada warga didesa tersebut siapakah warga desa setempat yang paling kaya atau menyakan siapakah warga desa setempat yang paling mungkin diminta pertolongan meminjamkan uang dan sebagainya. Masyarakat tradisional biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.

  1. Ukuran ilmu pengetahuan. Seseorang yang memiliki derajat pendidikan yang tinggi menempati posisi teratas dalam masyarakat. Misalnya, seorang sarjana lebih tinggi tingkatannya daripada seorang lulusan SMA. Akan tetapi, ukuran tersebut kadang menyebabkan terjadinya efek negatif karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuannya yang menjadi ukuran, melainkan ukuran gelar kesarjanaannya. Ukuran-ukuran diatas tidaklah bersifat limitatif.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

            Stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan secara bertingkat berdasarkan dimensi kekuasaan, previllege dan prestise. Stratifikasi sosial terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu stratifikasi tertutup, terbuka maupun campuran. Stratifikasi tertutup yaitu seseorang ketika sudah tergolong menjadi kelas tinggi, dia tidak akan menjadi kelas bawah dan sebaliknya. Stratifikasi terbuka yaitu seseorang yang berada dikelas bawah bisa naik ke kelas atas dengan usahanya yang bersungguh-sungguh. Sedangkan stratifikasi campuran yaitu seseorang awalnya dihormati karena terdapat didalam kelas atas, namun tiba-tiba berbalik arah karena harus menyesuaikan tempat ia tinggal.

            Dalam dimansi stratifikasi sosial ada 4 yang dapat tergolongkan, yaitu kekayaan, kekuasaan, ehormatan, ilmu pengetahuan. Semuanya akan berdampak terwujudnya hukum rimba, dimana yang tergolong menjadi kelas atas sepenuhnya akan memegang peranan kelas bawah. Didalam stratifikasi sosial ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu: metode obyektif yang mengarah kepada secara fisiknya, metode subyektif yang mengarah pada kedudukan dalam masyarakat sedangkan metode reputasi mengarah kepada penyesuaian seseorang dalam bermasyarakat.

            Disamping adanya pendekatan, dalam stratifikasi juga ada teori. Ada 5 teori yang harus kita ketahui dalam stratifikasi sosial, diantaranya teori Evolusioner-Fungsionalis yang mengarah kepada kecenderungan perkembangan masyarakat, teori Surplus Lenski yang mengarah kepada egoisme, teori Kelangkaan yang mengarah kepada tekanan jumlah penduduk, teori Marxian mengarah kepada kekayaan seseorang menentukan stratifikasi sosial, sedangkan teori Weberian yang menagarah kepada stratifikasi tidak berlandasan kepemilikan.

 

 

                       

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

reformasi indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Krisis finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia melemah. Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya. Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup sehimgga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan amgka pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN semakin merajarela, ketidak adilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan demonstrasi yang  digerakkan oleh mahsiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.

Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan.Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan.Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.

Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Reformasi di Indonesia.

 

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Apa pengertian dan tujuan dari sebuah reformasi?
  3. Bagaimana sejarah terjadinya reformasi?
  4. Bagaimana urutan kronologis reformasi di Indonesia pada tahun 1998?
  5. Sejauh mana dampak yang ditimbulkan dari reformasi tahun 1998?
  6. Bagaimana kebijakan dan kepemimpian Presiden habibie, Gusdur, Megawati dan SBY?
  7. Bagaimana kondisi sosial ekonomi di Indonesia sejak adanya Reformasi tahun 1998?

 

  1. TUJUAN
  2. Untuk mengetahui pengertian/definisi serta tujuan reformasi.
  3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah reformasi di Indonesia.
  4. Untuk mengetahui bagaimana urutan kronologis reformasi di Indonesia pada tahun 1998.
  5. Untuk mengetahui sejauh mana dampak yang ditimbulkan dari reformasi di Indonesia tahun 1998.
  6. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan dan kepemimpian Presiden habibie, Gusdur, Megawati dan SBY?
  7. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi Indonesia sejak reformasi 1998.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN DAN TUJUAN REFORMASI

Pengertian Reformasi di Indonesia

Kata reformasi dalam bahasa Inggris reform, yang berarti memperbaiki atau memperbaharui. Reformation berarti, perubahan ke arah perbaikan sesuatu yang baru. Perubahan ini dapat meliputi segala hal, berupa sistem, mekanisme, aturan, kebijakan, tingkah laku, kebiasaan, cara-cara, atau praktik yang selama ini dinilai tidak baik dan diubah menjadi baik.

Kata “reformasi” yang sering dikumandangkan dalam diskusi maupun dalam perbincangan di kampus-kampus semakin menjadi jargon populer di kalangan mahasiswa. Satu kata “reformasi” mampu mengakumulasikan aspirasi perjuangan mahasiswa dan semakin membahana di seluruh Indonesia.

Demikian pula halnya dengan gerakan yang diinginkan para mahasiswa Indonesia. Dengan menyebut satu kata “reformasi,” mahasiswa sudah dapat mengakumulasikan protes-protesnya terhadap berbagai kebijakan pemerintah Orde Baru, terutama dalam bidang politik, ekonomi, dan hukum yang selama ini dipenuhi banyak penyimpangan. Tiga masalah ini merupakan pangkal dari multi-krisis yang menimpa Indonesia. Term reformasi senantiasa menjadi mainstream perjuangan kelompok anti-kemapanan di bumi pertiwi ini semenjak era sembilan puluhan. Pada mulanya, mereka didakwa oleh pemegang kekuasaan sebagai orang­-orang “musuh” pemerintahan. Sikap kritis mereka atas penyimpangan kebijakan para penyelenggara negara dianggap melawan negara.

Kata reformasi tidak muncul begitu saja. Kata ini sudah ada jauh sebelumnya dan tidak lagi asing di telinga mahasiswa dan menjadi penting ketika mahasiswa melihat kondisi politik, ekonomi, dan hukum mulai dirasakan sebagai penyebab terjadinya puncak krisis yang menimpa bangsa Indonesia. Gerakan reformasi muncul dari gerakan keagamaan pada abad ke-16, berkembang dalam lingkungan gereja dan masyarakat Eropa Barat. Pencetusnya, Martin Luther, seorang rahib di Jerman yang banyak terpengaruh oleh kehidupan lingkungannya, baik pengalaman-pengalaman yang diperolehnya secara individual maupun pengalaman-pengalaman dan lingkungan kemasyarakatannya di Eropa.

Tujuan Reformasi

Reformasi merupakan suatu perubahan catatan kehidupan lama catatanan kehidupan baru yang lebih baik. Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan demikian, reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan kehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru.

Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:

  1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsaan bernegara.
  2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa
  3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomim sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.
  4. Mengapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang/otoriter, penyimpangan dan penyelewengan yang lain dan sebagainya.

 

  1. SEJARAH REFORMASI

Reformasi merupakan suatu perubahan dari catatan kehidupan lama menuju catatan kehidupan baru yang lebih baik. Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan demikian, reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan kehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru.

Persoalan utama yang menyebabkan lahirnya reformasi adalah kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga sembilan bahan pokok (sembako) seperti ; beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam mengalami kenaikan tinggi. Sementara itu, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya terhadap pemerintahan Orde Baru.

Pengunduran diri Pak Harto sebagai Presiden RI, tentu saja tak luput dari adanya krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di kawasan Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1997. Dimulai dari jatuhnya nilai mata uang Bath (Thailand) terhadap Dollar. Efek dominonya merembet pula ke Indonesia, dimana nilai tukar Rupiah terhadap Dollar melemah secara terus menerus. Akibat dari krisis moneter, situasi ekonomi tidak terkendali berkembang menjadi krisis multidimensional yang berkepanjangan di berbagai bidang. Efeknya sangat menyengsarakan rakyat karena harga barang sandang pangan naik, BBM naik, hingga berbagai unjuk rasa pun bergulir secara simultan.

Krisis ekonomi kemudian berbuah menjadi krisis politik. Aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbuah pada pengunduran diri Pak Harto sebagai Presiden RI. Meski legowo turun tahta secara konstitusional sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998, toh tetap saja Pak Harto dihujat, diburu, dihina, serta dianggap sebagai koruptor – (meski hingga kini tak pernah terbukti).

Awal terjadinya reformasi ditandai dengan:

  1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi

Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengawali perjalannya pada dasawarsa 60-an rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi “Bapak Pembangunan “. Ternyata keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia temyata hanya semu belaka.

Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan, namun pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai “PKI”, subversi, dan sebagainya. Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan “PHK” karyawannya.

Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Mahasiswa bergabung dengan rakyat dalam mengadakan demonstrasi dan mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998. Dengan berani, mereka meneriakkan reformasi di bidang politik, ekonomi, dan hukum. Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.

  1. Krisis Ekonomi

Krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia, bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat di bulan Desember 1997 nilai tukar rupiah terhadap Dollar mencapai R. 5.000,00 per Dollar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 per Dollar pada sekitar Maret 1997. Nilai tukar Rupiah semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan adanya likudasi 16 bank pada bulan Maret 1997.

Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI). Hal ini temyata tidak membawa hasil, sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat dikembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar. Akibatnya, kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian Indonesia.

  1. Utang Negara Republik Indonesia.

Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan Februari 1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri tercatat : utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar Dollar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar Dollar AS dan utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Februari 1998.

Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri (impor) menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima Letter of Credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi. 

  1. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.

            Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang kurang memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya yang kemudian menjadi konglomerat.

            Meskipun Gross National Product (GNP) pada masa Orba pernah mencapai diatas US$ 1.000,00 , tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya. Uang yang beredar sebagian besar dipegang oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar. Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi.

 

  1. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia. Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara, tapi tidak dapat dihentikan karena ada “suatu kekuatan” dibelakangnya yang tidak tersentuh hukum. 

 

  1. Politik Sentralisasi

Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak memiliki peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi, sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat dan terjadi pembagian yang tidak adil. Inilah yang menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya, beberapa daerah menuntut berpisah dari pemerintah pusat, seperti ; Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).

Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang “Jakarta sentris”. Terjadinya banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama pers.

 

  1. Krisis Politik 

Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak partai Golkar (Golongan Karya) dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan. Golkar satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar muncul satu tahun sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata. Tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan dijabarkan sampai ke daerah-daerah. Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam Golkar.

Golkar dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, karena tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mempercundangi dirinya. Kemenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu yang tidak jujur dan adil (jurdil), penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Purn.) Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003.

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan Orde Baru. Kedaulatan rakyat berada di tangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak penguasa/elit. Kedaulatan rakyat yang seharusnya dilakukan oleh MPR secara de jure , namun secara de facto meleset dari harapan. Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, seperti; sebagian besar anggota diangkat bukan berdasarkan kualifikasi, melainkan dengan sistem kekerabatan keluarga (nepotisme). Rasa ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektornya menuntut pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan Pemilu secepatnya.

Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa. 

  1. Krisis Hukum

Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal 24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Keadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa, sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan. Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.

  1. Krisis Kepercayaan

Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah berlangsung lama sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia.

 

  1. KRONOLOGIS REFORMASI DI INDONESIA
  2. Kronologis Peristiwa Reformasi 1998

Reformasi merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru. Buah perjuangan reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun membutuhkan proses dan waktu. Dalam reformasi sendiri, gerakan mahasiswa merupakan fron terdepan yang membawa kepentingan-kepentingan lain masuk. Termasuk menyeret kelompok kriminal dan penjarah. Setiap perubahan dan apalagi revolusi, memang selalu terdapat masyarakat lapis paling bawah yang tidak berdaya dan tidak memiliki apa-apa. Kelompok ini dengan mudah memanfaatkan situasi kekacauan untuk mendapatkan kebutuhan yang paling dasar dengan melakukan penjarahan dan perampokan.

Seperti yang dikatakan Arendt (1972: 111) dalam Basuki (2012: 87-88), ketika ada strukutur kekuasaan yang bertentangan dengan perkembangan ekonomi, akan ada kekuatan politik yang dengan hal itu kerusuhan muncul.

Krisis finansial Asia yang dimulai sejak tahun 1997 yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Harga bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari merangkak naik menyebabkan daya beli masyarakat kita menurun.

Tahun 1998 tanda-tanda krisis semakin jelas ketika fundamental ekonomi Orde Baru mulai goyah dan tidak mampu mengatasi krisis moneter. Ketika krisis ekonomi terjadi di Thailand di sekitar bulan Mei 1997. Pemerintah Indonesia sangat yakin bahwa krisis baht tidak akan berpengaruh pada rupiah. Rupiah di pasar uang spot antarbank pada bulan yang sama di kisaran Rp. 2440-Rp. 2442 per dollar AS. Di bulan Agustus, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS telah menembus Rp. 3020.

Sementara itu Bank Dunia dalam laporan tambahannya yang berjudul Substaining High Growth with Equity mengingatkan ancaman memburuknya defisit transaksi berjalan pada 1998 yang mengundang pelarian modal ke luar negeri. Di samping itu, pinjaman utang luar negeri swasta yang akan jatuh tempo pada Maret 1998 mencapai 9,6 miliar dollar AS.

Ditinjau dari struktur luar negeri Negara ASEAN yang tercatat pada akhir tahun 1996, utang luar negeri pemerintah sebesar 109,3 miliar dollar AS yang mencapai 48 persen dari Gross Domestic Bruto (GDP), jauh lebih besar dari utang pemerintah Thailand yang mencapai 76,5 miliar dollar AS yang mencapai 43 persen dari GDP pemerintah Thailand.

Akibat krisis ini, sebanyak 786 pengembang yang merupakan anggota Real Estate Indonesia harus runtuh yang memberikan dampak berlipat bagi sistem perekonomian pemerintah orde baru. Berbagai proyek strategis mengalami penundaan. Ada 16 bank yang dilikuidiasi, terjadi pengetatan kebijakan keuangan, dan naiknya harga-harga bahan pokok makanan yang dibutuhkan masyarakat secara luas. Pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dan bahkan dalam keadaan negatif. Bersamaan dengan itu, muncul tekanan-tekanan keras baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari pihak-pihak internasional yang berkepentingan.

Kronologi Gejolak Kurs Rupiah Periode Juli-Agustus 1997

No

Kronologi

Deskripsi Situasi

1

21 Juli

Kurs rupiah mulai dihantam spekulan, terimbas gejolak baht. Sebelumnya kurs rupiah berada di antara Rp. 2450-Rp. 2500 per dollar AS. Tetapi serangan spekulan 21 Juli menekan rupiah ke Rp. 2650 per dollar AS.

2

21 Juli-14 Agustus

Kurs rupiah terus bergolak sebagai lanjutan dampak krisis baht

3

14 Agustus

Puncak serangan spekulan yang dipicu kekalutan masyarakt domestic, setelah kegagalan Bank Indonesia melakukan intervensi menjual dollar AS sebesar 1 miliar dollar AS. Setelah gagal, Bank Indonesia melaps kurs dan mengembangkan kurs rupiah di pasar. Cadangan devisa selamat.

4

15 Agustus

Masyarakat panik dan terus menjual rupiah karena kebingungan dengan situasi kurs yang mnegambang baru pertama kali terjadi dalam sejarah moneter Indonesia

5

16 Agustus

Pidato kenegaraan Presiden Soeharto di DPR.

6

18 Agustus

Kepanikan masih terus terjadi.

7

19 Agustus

Kurs masih bergejolak dan mencapai puncak. Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad diisukan meninggal.

8

20 Agustus

Isu bank kalah kliring ditiupkan yang ditebarkan oleh para spekulan.

9

21 Agustus

Kurs rupiah kembali ke kurs sebelaum 14 Agustus, sebagai dampak dari penyedotan rupiah termasuk penarikan dana BUMN Rp. 2 triliun dari sistem perbankan sehingga rupiah langka

 

Sumber: Kompas, 22 Agustus 1997

Seperti pada tahun 1997, tahun 1998 kerusuhan terjadi dimana-mana, namun intensitasnya lebih masif dan destruktif. Kerusakan fisik akibat kerusuhan di Jakarta saja mencapai Rp. 2,5 triliun belum termasuk isinya. Tercatat untuk kerusuhan di Jakarta ada 4.939 bangunan yang rusak. Sebanyak 4.204 bangunan seperti mal, swalayan, took, bengkel, hotel, dan restoran rusak. Ada 13 unit pasar juga rusak. Sebanyak 535 bangunan bank juga dirusak massa. Belum kantor swasta, pom bensin, tempat ibadah, rumah penduduk yang dibakar dan dijarah.

Sebelumnya amuk massa di Medan juga terjadi. Kerusakan dan kerugian menjadi sesuatu yang tidak dapat terhindarkan. Dalam kerusuhan tersebut, setidaknya ada 168 ruko dan 8 unit mobil dirusak dan dibakar massa. Kejadian-kejadian serupa juga terjadi di Surabaya, Yogyakarta, Palembang, Solo, dan Makassar.

Tekanan-tekanan lain muncul dari demonstrasi mahasiswa yang juga terjadi dimana-mana. Seringkali aksi ini berakhir ricuh dengan aparat keamanan karena mahasiswa memaksa turun ke jalan. Jalinan kejadian dan peristiwa satu dengan peristiwa yang lain membawa situasi kritis yang sangat kompleks. Terlebih dengan terpilihnya Presiden Soeharto kembali pada Maret 1998 turut menyulut kemarahan rakyat. Melalui serangkaian kegiatan aksi demonstrasi, para mahasiswa berusaha untuk melengserkan Presiden Soeharto.

Berikut kornologis peristiwa reformasi 1998 di Indonesia secara singkat.

22 Januari 1998

Rupiah tembus 17.000 per dollar AS. IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.

12 Februari

Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.

5 Maret

Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI.

10 Maret

Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan Presiden lima tahun yang ketujuh kali dengan menggandeng B. J. Habibie sebagai Wakil Presiden.

14 Maret

Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII. Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, terpilih menjadi menteri.

15 April

Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan berunjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik

18 April

Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.

1 Mei

Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.

2 Mei

Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).

Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan represif oleh aparat. Di beberapa kampus terjadi bentrokan.

4 Mei

Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6 meninggal

7 Mei

Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.

8 Mei

Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.

9 Mei

Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

12 Mei

Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh.

13 Mei

Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. kerusuhan juga terjadi di kota Solo. Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.

Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.

14 Mei

Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.

Soeharto, seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Kerusuhan di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.

15 Mei

Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke tanah air dan mendarat di lapangan Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta, subuh dini hari. Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden B. J. Habibie dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.

17 Mei

Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah mengejutkan pada Minggu, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Soeharto dengan alasan masalah keluarga, terutama desakan anak-anaknya.

18 Mei

Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.

Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu malu. Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.

Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”.

Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.

19 Mei

Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma’ruf Amin dari NU. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi

Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.

Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.

Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta. Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.

20 Mei

Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas. 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.

Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru.

Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno, Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.

Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.

Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.

Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.

Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma’arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur – panggilan akrab Nurcholish Madjid – menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru.

21 Mei

Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR. Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.

  1. DAMPAK REFORMASI

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

Pemerintahan Orde Reformasi yang pada awalnya bercita-cita memangkas semua kesalahan yang dilakukan pemerintahan Orde Baru ternyata dalam menjalankan pemerintahan tidak jauh berbeda dengan pola lama Orde Baru. Hal tersebut terlihat dari adanya budaya rangkap jabatan. Padahal salah satu tuntutan dari agenda reformasi adalah penghapusan rangkap jabatan.

Sebagai era keterbukaan, reformasi banyak dimaknai oleh masyarakat sebagai kebebasan yang berlebihan. Masyarakat terjebak oleh euforia kebebasan yangtelah menimbulkan bahaya disintegrasi nasional dan sosial. Peristiwa-peristiwa ini muncul pada masa kemelut akibat transisi dari masa Orde Baru ke Orde Reformasi dalam pemerintahan Republik Indonesia. Pelaksanaan Reformasi di Indonesia memberi dampak bagi masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang, yaitu:

1)      Bidang Politik

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).

  1. MPR hasil Pemilu 1999 mengeluarkan amandemen terhadap UUD 1945,

-Hasil amandemen UUD 1945 pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 bahwa MPR hasil Reformasi tidak lagi memiliki wewenang memilih, mengangkat presiden, dan menetapkan GBHN serta MPR hasil Reformasi hanya terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu legislatif.

-Penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan pendegradasian status DPA  sebagai pembantu presiden.

  1. Adanya perangkapan jabatan yang dilakukan oleh beberapa pejabat pemerintahan sehingga mengakibatkan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan politik.
  2. Pelaksanaan otonomi daerah banyak terdapat penyimpangan.

 

2)      Bidang Sosial

  1. Munculnya unjuk rasa terhadap kinerja dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbukaan dan kebebasan bagi masyarakat untuk ikut serta dalam memberikan tanggapan dan kritikan kepada pemerintah.
  2. Munculnya aksi unjuk rasa menyebabkan masing-masing kelompok dalam masyarakat saling menjatuhkan sehingga menimbulkan terjadinya perpecahan bangsa atau disintegrasi bangsa.

3)      Bidang Pertahanan dan Keamanan

Adanya alam kebebasan dan keterbukaan menyebabkan setiap orang berusaha untuk mengemukakan asprasinya secara bebas tanpa ada tekanan, sehingga di Indonesia muncul gerakan-gerakan separatisme yang didasarkan pada sifat kesukuan atu etnik, kepentingan partai politik, dan kepentingan masing-masing kelompok masyarakat. Peristiwa-peristiwa itu antara lain,

  1. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

GAM menuntut kemerdekaan Aceh yang lepas dari pemerintahan Republik Indonesia. Diketuai Teuku Hasan Tiro, dan bertujuan ingin memerdekakan diri secara hukum lepas dari pemerintahan RI, dapat diatasi dengan memberlakukan adanya DOM (Daerah Operasi Militer).

  1. Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Organisasi Papua Merdeka menuntut agar Irian Jaya merdeka dan lepas dari pemerintahan RI sehingga melakukan beberapa aksi yang mengancam stabilitas keamanan di Papua. Gerakan ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan rakyat Irian Jaya karena pemerintah tidak memperlakukan mereka serti penduduk Indonesia lainnya, kekayaan alam mereka hanya untuk mendatangkan devisa, tetapi kesejahteraan mereka tidak diperhatikan seperi proyek Freeport.

  1. Peledakan Bom

Peda masa refprmasi, banyak terjadi peledakan bom di berbagai daerah di Indonesia seperti di Bali, Jakarta dan gereja-gereja yang dilakukan oleh kelompok teroris. Akibatnya, banyak negara asing mengeluarkan larangan untuk berkunjung ke Indonesia, sehingga mempengaruhi kemerosotan pariwisata Indonesia, dll.

Dampak reformasi juga terlihat dari munculnya lembaga-lembaga yang menyuarakan aspirasi untuk menyelidiki dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Indonesia. Banyak kasus, seperti korupsi dan pelanggaran HAM yang belum terselesaikan pada masa Orde Baru sampai masa Orde Reformasi. Lembaga-lembaga tersebut, antara lain sebagai berikut.

a)      Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 Juli 1993 berdasarkan Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993. Fungsi Komnas HAM melaksanakan kajian, penelitian, penyuluhan, penawaran, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Tujuan Komnas HAM, antara lain

  • Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Mnusia.
  • Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

b)      Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkaman Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Menurut UUD 1945 kewajiban dan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut.

  • Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubara partai politik, dan memutus perselisihan tetang hassil pemilu.
  • Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD 1945.

c)      Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

KPK adalah sebuah komisi yang dibentuk tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi.

d)     Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

DPD adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan wakil-wakil daerah provinsi dan dipilih melalui pemilihan umum. Anggota DPD dari setiap provinsi adalah empat orang. Adapun tugas dan wewenang DPD antara lain sebagai berikut,

  • Mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah. Pengajuan meliputi:

1)    Hubungan pusat dan daerah

2)    Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah

3)    Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya

4)    Perimbangan keuangan pusat dan daerah

  • Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
  • Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
  • Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pelaksanaan pengawasan meliputi:

1)    Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah

2)    Hubungan pusat dan daerah

3)    Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya

4)    Pelaksanaan APBN, pajak, pendidikanm dan agama

  • Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN.

 

4)      Bidang Ekonomi

Sejak berlangsungnya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Hal tersebut terlihat dari nilai rupiah yang masih bertahan di Rp 8.000, 00-Rp 9.000,00 per dolar AS, keadaan perekonomian semakin memburuk dan kesejahteraan rakyat semakin menurun. Pengangguran semakin meluas, karena segala usaha sudah tidak cukup menguntungkan sehingga dilakukan perampingan dan pemutusan hubungan kerja. Bahkan investasi dari dalam maupu luar negeri tidak berjalan seperti sebelumnya. Indonesia bukan lagi tempat investasi yang menarik bagi investor luar negri. Akibatnya pertumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan per kapita cenderung memburuk sejak krisis 1997.

 

  1. KEBIJAKAN DAAN KEPEMIMPINAN PRESIDEN BJ. HABIBIE, GUS DUR (ABDURRAHMAN WAHID), MEGAWATI DAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
  2. Masa Pemerintahan Habibie

Pada masa pemrintahan Habibie disebut sebagai masa transisi karema masa inilah merupakan masa rawan dan penuh gejolak untuk mengantarkan reformasi kea rah kehidupan yang demokratis. Masa ini juga ditandai dari terobosan-terobosan besar bagi proses demokrasi di Indonesia meskipun tidak seluruhnya sesuai dengan tuntutan reformasi. Seidaknya, ada tiga prestasi besar masa pemerintahan BJ. Habibie yakni kebebasan pers, pemilu multipartai dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Berikut beberapa kebijakan yang diterapkan Habibie pada masapemerintahannya:

  1. Bidang politik

1)      Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya

Dalam sambutan HAbibie pada peringatan Hari Pers NAsional di Gedung Sata Pesona, Jakarta, 10 Februari 1999 ia mengatakan di era reformasi ini pemerintah telah menghapus ketentuan tentang Suat Izin Usaha PenerbitanPers (SIUPP). Pemeritah juga telah memberikan kebebasan kepada wartawan dan pengusaha penerbitan pers untuk embentuk berbagai wadah organisasi. Denagn berbagia penyempurnaan peraturan dan kebijaksanaan itu, presiden berharap, tidaka akan ada lagi tuduhan bahwa pemerintah menghalang-halangi kemerdekaan pers. Habibie juga mengingatkan kemerdekaan pers dengan sendirinya membwa tanggung jawab. BUkan kepada pemerintah tetapi kepada masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan tanggung jawab kepada hati nurani ditujukkan kepada Tuhan Yang MAha Kuasa. Oleh karena iu,Habibie menghimbau kalangan pers harus mampu menarik garis tegas anatara informasi dan agiitasi serta propaganda. Kemerdekaan pers tidak berarti kebebasan menyiarkan rumor yang tidak jelas sumber beritannya apalalgi berita dusta dan fitnah yang dapat menimbulkan keresahan dan kekacauan dalam masyarakat.

Keinginan Habibie untuk mewujudkan kemerdekaan pers di Indonesia semakin kuat dengan adanya UU yang menjamin perlindungan pers dan wartawan. Pasal tentang perlindungan wartawan tampak pada pasal 4 ayat 1,2,3 dan 4. Sebagai contoh pasal 4 ayat 2 berbunyi SIapapun atau lembaga apapun yang bisa merintangi wartawan atau pers bisa dihukum maksimal dua tahun ata denda maksimal 500 juta rupiah. UU pers ini diharpkan dapat memberikan kepastian hukum secara proporsional dalam merespons sejumlah tuntutan baru di tengah masyarakat.

2)      Membebaskan narapidana politik (napol)

Sebagai langkah awal pemerintah membebaskan Sri Bintang Pamungkas (Ketua PUDI) dan Muchtar Pakpahan (Ketua SBSI), Selasa dinihari pekan lalu. Lalu paket berikutnya, 5 orang lagi, antara lain Nuku Sulaiman (pembuat stiker Soeharto Dalang Segala Bencana -SDSB) dan Andi Syahputra (pencetak Majalah Suara Independen). Tuntutan dan unjuk rasa agar seluruh tapol dan napol dibebaskan semakin meruyak. Malah dua hari sebelum Bintang dan Pakpahan bebas, di Penjara Cipinang, Jakarta Timur diadakan selamatan atas kemenangan reformasi. Para napol juga diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya yang selama ini terkekang lewat sel-sel besi dan hanya menggumpal dalam benak. Tapi ada satu kesamaan tuntutan ‘’Bebaskan seluruh tapol dan napol, tanpa kecuali.” Selain tujuh orang yang sudah dibebaskan masih ada 179 orang yang ditahan di 25 penjara di seantero nusantara. Selain itu masih ada 8 orang yang ditahan di rumah tahanan militer dan 200 orang lebih yang ditahan dan belum diadili, antara lain menyangkut kasus tanah Belangguan, Jawa Timur, kasus Aceh Merdeka, Timor Timur, dan Irian Jaya. Diantara para narapidana politik itu, 13 orang yang terkait dalam G30S/PKI, 17 orang kasus Lampung. Dua diantaranya perempuan, Nurhayati kasus Aceh Merdeka dan Dita Indah Sari Ketua Umum PPBI (kasus buruh) di penjara perempuan Tanggerang. Berikut Daftar Tahanan yang dibebaskan oleh Habibie pada Kloter Akhir Desember 1998
Grasi kepada :

a)     Sudarsono alias Masdar, pidana penjara 17 tahun dalam kasus Lampung dan dituduh melakukan tindak pidana subversi, bebas dari kewajiban menjalani sisa penjara yang masih harus dijalaninya.

b)     Tardi Nurdiansyah, kasus Lampung penjara, 17 tahun.

c)      Fauzi bin Isman, kasus Lampung 20 tahun penjara

d)     Sugeng Yulianto alian Sugimin, kasus Lampung, pidana penjara seumur hidup ditahan di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

e)     Riyanto alias Yanto, seumur hidup, kasus Lampung, LP Nusakambangan.

f)       Hariyanto bin Yusuf, kasus Lampung, seumur hidup, LP Nusakambangan.

g)     Fachruddin alias Sukirna, kasus Lampung, seumur hidup, LP Nusakambangan

h)     Zamzuri bin Muh Raji, subversi kasus Lampung, seumur hidup, LP Nusakambangan

i)       Fadhillah alias Sugito bin Wiryo Perwito, subversi Lampung, seumur hidup, LP Nusakambangan

j)       Abadi Abdullah bin Siswo Martoto, penjara 20 tahun, subversi Lampung

k)      Munjaeni alias Munjen, kasus subversi Lampung, 20 tahun penjara

l)       Solihin alias Shodikun, kasus subversi Lampung, 13 tahun penjara

m)   Arifin bin Kayan, kasus subversi Lampung, 15 tahun penjara

n)     Muh.Mushonif bin Ahmad Marzuki, 20 tahun kasus subversi Lampung.

o)     Sri Haryadi alias Sofyan bin Sukam, pidana penjara seumur hidup dalam kasus subversi Lampung.

p)     Timzar Zubil alias Sudirman, penjara seumur hidup komando jihad -pengikut Imron, LP Tanjung Gusta, Medan.

Amnesti untuk :

a)      Alipio Pascoal Gusmao, Rutan Bau Cau

b)      Paulino Cabral

c)      Mario Jose Maria

d)     Miguel Da Jesus

e)      Agustino Da Costa Belo alias Acai/Agus

f)       Eusibio Dos Anjos Marques

g)      Alberto Freitas

h)      Lamberto Freitas

i)        Chlermi Soares

j)        Joaquim Carvalho De Araujo alias Lalete, Rutan Ermera

k)      Luis Gonzaga

l)        Helder Martins

m)    Manuel Gomes

n)      Matheus Carlos Tilman

o)      Lorico Lopes, Rutan Maliana

p)      Zakarias Sake

q)      Hernani Doelindo De Araujo

r)       Rui Laku Mau

s)       Basco Da Gama

t)       Tito Dos Reis

Abolisi diberikan pada tersangka :

a)      Alfonso Manuel alias Matitfei, Lapas Dili

b)      Matias Marsal Soares alias Furama

c)      Dominggus Pereira alias Timas

d)     Matias Guovea alias Hunuk

e)      Sesario Freitas, Rutan Bau Cau

f)       Aniceto Soares

g)      Miguel Correira

Rehabilitasi diberikan kepada :

a)      Haji Abdul Gani Masykur

b)      Muhammad Noer Husain

c)      Achmad Husain

d)     Achmad Maman Haji Suaeb

e)      M. Ali Wahab

f)       Muhammad Nur Djafar

g)      Ahsin Jumana

h)      Abdullah Yakub

i)        Mansyur

j)        Yusuf Abdullah

k)      Abubakar Mansyur

l)        Ahmad Jafar

m)    Rusli M.Nur

n)      H. Sulaiman M. Ali

o)      H.Usman Adam

p)      Muhtar Hadiyono

q)      Agus Fachry H.Abdul Gani Masykur

r)       Anwar bin H.Muhammad

s)       Kusjaya Firman Kasa

t)       Abdul Hakim

u)      Zaenal Arifin alias To’o

v)      Muhammad Mahmud

w)    Abubakar Ismail

x)      Ichwanuddin Ibrahim

y)      Prof.H.Oesman Al-Hamidy (Anditoaja,2008)

3)      Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen

4)      Membentuk tiga undang-undang yang demokratis

a)      UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik

Saat menerima kunjungan 45 pemimpin ormas Islam dan pengurua majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dipimpinKetua Umum MUI, KH. Hasan Basri di Bina Graha pada 30 Mei 1998, Habibie lebih jauh mengatakan bagaimana partai- partai baru masuk ke MPR/DPR akan diatur dengan undang-undang yang berlaku.

Langkah untuk membuka pendirian partai-partai baru merupakan koreksi atas praktik politik Orde Baru yang menerapkan system tiga partai yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golkar. Penyederhanaan system kepartaian selama Orde baru pada hakikatnya merupakan kristalisasi system banyak partai yang dianut selama Orde Lama sampai awal 1970-an yang dinilai tidak menjamin stabilitas politik. PAdahal, stabilitas merupakan prasyarat penting untuk melakukan pembangunan. (HIDAYAT L MISBAH,2007)

b)      UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu

c)      UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR

UU No.4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD yang mengatur susunan, keanggotaan dan pimpinan lembaga tersebut diundangkan pada 1 Februari 1999.

5)      Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi

Habibie juga sangat besar kontribusinya dalam memacu dalam penetapan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :

a)     Tap MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum

b)     Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai azas tunggal

c)      Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan Kebijakan di luar batas perundang-undangan

d)     Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.

Habibie juga dengan cerdas dan progresif ikut memacu dan berkontribusi dalam penetapan 12 Ketetapan MPR antara lain tentang

a)      Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan Negara

b)      Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme

c)      Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia

d)     Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah

e)      Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi

f)       Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

g)      Tap MPR No. VII/MPR/1998tentang perubahan dan tambahan atas Tap MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR,

h)      Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum,

i)        Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum,

j)        Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN

k)      Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang khusus kepada Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila

l)        Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).(KOMPASIANA,2013)

  1. Bidang ekonomi

1)      Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara

2)      Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah

3)      Menaikkan nilai tukar rupaih terhadap dolarhingga di bawah Rp. 10.000,00

4)      Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri

5)      Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF

6)      Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat

7)      Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

  1. Bidang Militer

      Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sekarang menjasi Tentara Nasional Inodnesia (TNI) adalah salah satu institusi yang mendapat sorotan paling tajam di era reformasi. Selama Orde Baru ABRI mendapatkan sejumlah hak istimewa dalam system social, politik dan ekonomi di tengah masyarakat, khususnya berkaitan dengan peran dwifungsi ABRI. Selain bertuga untuk menjaga pertahananan dan keamanana Negara, ABRI terlibat dalam berbagai urusan social politik kemasyarakatan melalui tugas kekaryaan di berbagai instansi sipil dipemerintahan. ABRI juga sering terlibat dalam praktik bisnis melalui sejumlah yayasan dan kerap dilibatkan dalam pengamanana usaha sejumlah kelompok bisnis. Sehingga untuk mengatasi dampak negative dari hak istimewa ABRI Habibie menrapkan bebrapa kebijakan yaitu:

1)      Pemisahan POLRI dari ABRI

2)      Perubahan Stat Sosial Politik menjadi Staf Teritorial

3)      Likuidasi Staf Karyawan

4)      Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II

5)      pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar

6)      netralitas ABRI dalam Pemilu

7)      perubahan Staf Sospol menjadi komsos

8)      pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda.

Pamisahan POLRI dari ABRI berhasil dilaksanakan sejak 1 April 1999. NAmun, MENHANKAM/ Pangab Jenderal TNI Wianto menjelaskan perlu adanya masa transisi selama dua tahun terhitung mulai dari 1999. Pada masa transisi ini POlri tetap berada di bawah tanggung jawab DEpartemen Pertahanan dan Keamanan. MAsa transisi ini diperlukan untuk mengubah struktur dan kultur anggota POLRI sebagai penegak hukum serta menyusun anggaran dan perundang-undangan.(HIDAYAT L MISBAH,2007)

 

  1. Gus Dur (Abdurrahman Wahid)

Hasil Pemilu 1999 menunjukan adanya partai peserta Pemilu yang menag secara dominan. Kekuatan partaia tersebar secara merata. HAsil Pemilu ini tidak menguntungkan Parpol karena tidak serta merta akan membawa keberhasilan untuk mencalonkan presiden. MAka dibentuklah koalisi antar partai politik peserta Pemilu. Berdasarkan hasil musywarah Abdurrahman Wahid terpilih menjadi presiden dan Megawati Soekarno Putri sebagai wakil Presiden. Berikut kebijakan yang diambil pada masa pemerintahan Gusdur:

  1. Bidang politik

1)      Menentang rencana pencabutan Tap No XXV/MPRS/1996 tentang pembubaran PKI

Gus Durmeminta agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 tentang pelarangan Marxisme-Leninisme, dicabut. Hal ini cukup kontroversial mengingat bagaimana pun sepanjang era Soeharto, PKI (yang berkaitan dengan Marxisme-Leninisme) sudah dihitamkan. Orang awam juga berpendapat bahwa PKI termasuk dalam golongan orang tidak beragama (walaupun ada Komunis-Islam), yang sulit diterima di Indonesia yang menjunjung “Ketuhanan yang Maha Esa”. Dengan membuka keadilan untuk kaum minoritas, sebenarnya Gus Dur menunjukkan adanya persamaan derajat antarsesama warga negara Indonesia.(KATIEF CAHSALEM, 2012)

2)      Penundaan bantuan IMF

hubungan pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Abdurrahman Wahid dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri; dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda pencairan bantuannya kepada pemerintah Indonesia, padahal roda perekonomian nasional saat ini sangat tergantung pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia terancam dinyatakan bangkrut oleh Paris Club (negara-negara donor) karena sudah kelihatan jelas bahwa Indonesia dengan kondisi perekonomiannya yang semakin buruk dan defisit keuangan pemerintah yang terus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali utangnya yang sebagian besar akan jatuh tempo tahun 2002 mendatang. Bahkan, Bank Dunia juga sempat mengancam akan menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF dengan pemerintah Indonesia macet.

Ketidakstabilan politik dan social yang tidak semakin surut selama pemerintahan Abdurrahman Wahid menaikkan tingkat country risk Indonesia. Ditambah lagi dengan memburuknya hubungan antara pemerintah Indonesia dan IMF. Hal ini membuat pelaku-pelaku bisnis, termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, kondisi perekonomian nasional pada masa pemerintahan reformasi cenderung lebih buruk daripada saat pemerintahan transisi. Bahkan, lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service mengkonfirmasikan bertambah buruknya country risk Indonesia. Meskipun beberapa indikator ekonomi makro mengalami perbaikan, namun karena kekhawatiran kondisi politik dan sosial, lembaga rating lainnya (seperti Standard & Poors) menurunkan prospek jangka panjang Indonesia dari stabil ke negatif.(RIYANTO WASIS, 2013)

3)      membuka kerjasama dengan Israel

Kubu yang kontra sangat membenci kebijakan itu, sebab Indonesia punya ikatan solidaritas sesama muslim yang kuat dengan Palestina yang terus diserang oleh Israel secara membabi buta. Tapi sekali lagi, itu tidak menggoyahkan pendirian presiden dari kalangan ulama ini. Menurutnya, bekerjasama bukan berarti bekerjasama meruntuhkan Palestina. Malah bisa saja berlaku sebaliknya, dengan lobi yang kuat terhadap Israel maka mereka bisa melunak terhadap Palestina.

4)      Memperbolehkan etnis Tionghoa merayakan imlek

Gus Dur terkenal dengan pluralitas-nya. Di masa pemerintahannya, beliau serasa membawa angina surga bagi etnis minoritas seperti Tionghoa. Beliau memperbolehkan etnis itu untuk merayakan hari raya Imlek, yang pada zaman Soeharto dilarang.(KOMPASIANA,2014)

  1. Bidang Ekonomi

1)      Diberlakukanya otonomi daerah dan pembagian keuangan daerah dengan pusat pada tahun 2001

2)      Rekonsiliasi dengan lembaga internasional (Bank Dunia, Adb, Negara Donor)

3)      Restrukturisasi Perbankan

4)      Restrukturisasi BUMN

5)      Restrukturisasi sektor rill

6)      Relalokasi subsidi

  1. Bidang Pendidikan, Sosial dan Budaya

1)      Pengalakan gerakan wajib belajar

2)      Memperbaiki gizi balita

3)      Penggalangan demonstrasi guru-guru Jawa Barat ke DPR

 

  1. Bidang Hukum

1)      Membentuk badan Reformasi hukun

2)      Inventarisasi kasus korupsi

3)      Penataan institusi penegakan hukum

  1. Bidang militer

1)      Penyelesaian konflik di Aceh melalui Impres no. 4 tahun 2000

Hasil dari beberapa kebijakan yang diterapkan oleh Gusdur adalah:

  1. Nilai tukar terhadap Dollar AS menguat mnjadi Rp. 7000,00
  2. Pers mendapar kebebasan untuk menyiarka segala berita atanpa intervensi dari pemerintah.
  3. Nama Irian Jaya diubah menjadi Papua Barat
  4. Aceh beriubah nama menjadi Nangroe Aceh DArussallam.
  5. Menetapkan Imlek sebagai hari lubir nasional.

 

  1. Megawati

Pemerintahan Megawati didukung oleh beberapa orang professional yang bersedia menjadi menteri pada masa pemerintahanya. Profesional yang mendukung Megawati menggawani masalah perekonomian, Negara,keamanan dan idelogi. Diharapkan para pembantu Megawati dapat mengkoordinasikan kekuataan untuk mewujudkan Indonesia yang baru. Beberapa kebijakan yang ditempuh Megawati:

  1. Bidang ekonomi

1)      Indonesia mengakhiri kerjasamanya dengan IMF

2)      Privatisasi BUMN

3)      Meningkatkan pendapatan melalui pajak dan cukai

4)      Meningkatkan kegiatan ekspor

5)      Pembelian pesawat Sukhoi dengan Rusia

6)      Kerjasama perdagangan dengan China

  1. Kebijakan Politik

1)      Membangun tatanan politik baru

2)      PNS dan TNI diharuskan netral dari politik

3)      Melanjutkan amandemen UUD 1945

4)      Meluruskan otonomi daerah

 

  1. Susilo Bambang Yudhoyono

Terpilihnya SBY menjadi presiden telah membuat babak baru dalam perjalanan sejarah Indonesi. Ia berkomitmen untuk tetap melaksanakan agenda reformasi. Program pemerintahan SBY dikenal dnegna program 100 hari> Program tersebut bertujuan memperbaiki kinerja pemerintahan dari unsur KKN serta mewujudkan keadilan dan demokratisasi melalui kepolisisan da kejaksaan agung. Tidak berhenti sampai disitu saja SBY meneuskan kebijakan – kebijakannya untuk membangung bangsa. Berikut kebijaka-kebijakan SBY:

  1. Bidang ekonomi

1)      Mengurangi subsidi

2)      Bantuan Langsung Tunai bagi Masyarakat miskin

3)      Menaikkan harga BBM

4)      Kebijakan Privatisasi

Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.

5)      Liberalisasi Perdagangan dan Investasi

6)      Klaim swasembada Pangan

7)      Kebijakan penggunanan gas domestik

8)      Kebijakn untuk meningkatkan investasi

  1. Bidang pendidikan

1)      Meningkatkan anggaran pendidikan

2)      Penyadiaan buku yang berkualitas

3)      Perbaikan kualitas guru dan dosen

4)      Penerapan TIK dalam bidang pendidikan

5)      Memberikan BOS

  1. Bidang sosial

1)      Meredan konflik di Ambo, Sampit dan Aceh

2)      Membuat undang- undang pornografi

  1. Bidang budaya

1)      Pelestarian 2000 cagar budaya

2)      Revitalisasi 17 museum, 6 cagar budaya dan 6 taman budaya

3)      Registrasi 5 cagar budaya

4)      Pembangunan 5 rumah budaya di luar negeri

5)      Pelaksanaan world Cultural Forum

 

  1. KONDISI SOSIAL EKONOMI DI INDONESIA SEJAK REFORMASI
  1. Kondisi Sosial

Pada dasarnya setiap masa memiliki pemimpin dengan pola kepemimpinannya masing-masing. Dimana pola kepemimpinan tersebut berusaha menyesuaikan dengan kondisi pada masa itu yang berkenaan dengan lingkungan, alam, manusia, dsb. Dari adanya hal tersebut yang harus dipahami adalah bahwa setiap masa memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing tergantung kepemimpinan dan pengaturan atas lingkungan alam dan manusianya. Meskipun sebenarnya banyak pihak yang telah memahami akan hal tersebut akan tetapi tidak mengubah pola pikir mereka (dalam hal ini masyarakat) terhadap masa-masa dimana masyarakat tersebut pernah mengalami kemalangan, kemiskinan, keterpurukan, kesusahan dan kelaparan pada diri mereka. Pihak yang merasa dirugikan atas suatu kondisi pada masa tertentu akan sangat mempengaruhi pandangan mereka pada masa-masa tersebut. Bahkan cenderung anti pada masa itu.

Hal inilah yang terjadi pada masa orde lama, orde baru, dan reformasi. Tiga periode/masa ini memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Bahkan pada setiap masa tersebut hampir keseluruhan mengalami pemberontakan. Dimana pemberontakan yang terjadi merupakan gerakan menggulingkan kedudukan pemimpinnya dan menginginkan kekuasaan. Pada masa orde lama, mungkin telah banyak diketahui terdapat pemberontakan yang salah satunya adalah G30S/PKI. Dimana pada masa ini Indonesia benar-benar mengalami ancaman luar biasa terutama dalam ideologi. Selain masa ini, terjadi kembali pemberontakan-pemberontakan lain yang muncul pada orde baru yakni masa Presiden Soeharto memimpin. Pemberontakan yang muncul pada orde ini melibatkan banyak massa terutama para mahasiswa atau generasi muda yang kritis akan kondisi negaranya. Mungkin bangsa Indonesia mulai mengalami kejenuhan atas kepemimpinan yang bertahan selama kurang lebih 32 tahun ini. Apalagi telah terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemerintah saat itu yang membuat mereka berkeinginan kuat untuk melakukan sebuah perubahan.

Akibat dari orde baru tersebut, muncullah apa yang disebut dengan Reformasi yang merupakan perubahan tatanan kehidupan lama dengan tatanan kehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum. Adanya keinginan untuk membuat perubahan inilah yang kemudian terjadi pada reformasi yakni perubahan dalam bidang sosial dan ekonomi.

Kondisi sosial sejak terjadinya Reformasi tahun 1998 dimulai dengan berbagai akibat yang timbul dari krisis moneter tahun 1997. Ketika tahun 1997 Banyak perusahaan swasta di Indonesia yang mengalami kerugian dan kesulitan dalam membayar gaji karyawannya. Selain itu, harga sembako menanjak naik. Karena harga kebutuhan pokok naik, hal itu menimbulkan gejolak bagi para karyawan untuk menuntut kenaikan gaji. Akan tetapi bukan gaji yang naik, melainkan adanya PHK bagi karyawannya. Dari karyawan-karyawan yang di-PHK tersebut menambah jumlah pengangguran. Pertengahan tahun 1998 ketika Reformasi mulai didengungkan, dengan kondisi yang ada sebelumnya yakni adanya PHK yang semakin meningkatkan jumlah pengangguran, akan menambah pula angka kriminalitas, kedua hal ini memang berjalan beriringan. Sebab banyak dari mereka yang menganggur berusaha untuk tetap mendapatkan pemasukan meski dengan cara-cara yang menyimpang seperti menjarah di pasar. Karena hal itulah, terjadi perubahan pola sosial dari masyarakat yang patuh menjadi angkuh dari yang segan menjadi edan. Dikatakan semacam itu karena masyarakat diawal resminya reformasi benar-benar masih sangat terikat dengan masa lalunya yang sulit. Sedangkan pada masa reformasi saja belum memperlihatkan tanda-tanda adanya perbaikan kondisi. Bahkan pada Reformasi tahun 1998, masyarakat sosial berubah menjadi masyarakat yang anarkis. Tentu hal ini merupakan pergeseran kehidupan sosial pada masyarakat Indonesia. Banyak terjadi kerusuhan sosial dan penghancuran failitas umum serta pembakaran pabrik-pabrik industri dan juga penjarahan barang-barang kebutuhan. Pada tahun pertama reformasi, dimana banyak pengangguran dan kriminalitas menjadi salah satu kondisi sosial yang menjadi permasalahan baru. Bahkan sejak tahunnya reformasi hingga saat ini tahunnya globalisasi, kondisi Indonesia tidak semakin membaik bahkan memburuk. Kehidupan sosial Indonesia saat ini seolah-olah telah menduplikasi masa-masa reformasi. Terlihat masih banyak masyarakat yang menganggur. Kemudian kriminalitas pun telah meluas sebagai akibat dari adanya pengangguran. Akan tetapi kondisi sosial yang semacam itu, telah terlanjur mendarah daging. Sehingga membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk benar-benar menghapuskan pengangguran dan kriminalitas. Maka dari itu, sejak reformasi 1998 hingga saat ini, belum terjadi perubahan kondisi sosial yang signifikan. Maka dari itu, pemerintah harus dapat mencari jalan keluar atau solusi atas permasalahan yang mendarah daging ini. Sebagai solusinya untuk memperbaiki kondisi sosial semacam itu dibutuhkan pemimpin yang peka terhadap kondisi yang ada. Perlu adanya jaminan bagi masyarakat yang sesuai dengan isi dari UUD 1945 mengenai jaminan kehidupan yang layak bagi rakyat Indonesia. Sehingga ada kerja nyata dari pemerintah untuk mengubah kondisi sosial yang ada pada masyarakat dari yang tak taat menjadi kembali hormat pada aturan moral dan sosial. Cara lainnya adalah pemerintah harus memperbaiki ketersediaan akan lapangan kerja baru yang dapat menampung para penganggur tersebut. Bahkan dapat menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja. Adanya perubahan kondisi sosial yang terjadi merupakan akibat dari perubahan kondisi ekonomi, sehingga untuk dapat mengubah kondisi sosial harus ada peingkatan dalam ekonomi.

 

  1. Kondisi Ekonomi

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwasanya pemicu adanya perubahan kondisi sosial masa Reformasi adalah terjadinya krisis moneter sebelum reformasi di Indonesia. Latar belakang sejarah yang terlalu pekat membuat masyarakat terpuruk dan bertindak anarkis serta melalaikan norma-norma yang ada. Bahkan hal itu tetap terjadi hingga tahun ini. Pada tahun sebelum reformasi didengungkan, kondisi ekonomi Indonesia mengalami masa-masa terpuruknya. Krisis moneter ditambah dengan tuntutan rakyat untuk Presiden Soeharto turun tahta rupanya semakin merosotkan Indonesia dalam jurang keterpurukan. Banyak karyawan perusahaan di PHK, banyak terjadi penjarahan massal, pembakaran perusahaan-perusahaan, dan banyaknya investor asing yang membatalkan kerjasama turut memperburuk kondisi Indonesia masa itu.

Akan tetapi sejarah tinggalah sejarah meski kita tahu sejarah akan tetap menjadi tolak ukur perjalanan untuk masa depan, namun bukan mengisyaratkan untuk tetap bertahan dalam sejarah bahkan untuk sejarah kelam Indonesia sebelum refomasi. Hal itulah yang kemudian membuat pemerintah baru yang ada setelah reformasi, bekerja giat memulihkan kondisi perekonomian Indonesia. Mulai dari BJ Habibie, beliau merupakan Wakil Presiden Soeharto yang diangkat menjadi Presiden ketika Soeharto turun tahta 21 Mei 1998. Presiden BJ Habibie melakukan beberapa usaha untuk membantu meningkatkan perekonomian diantaranya yakni :

  1. Merekapitulasi perbankan
  2. Merekonstruksi perekonomian IndonesiA.
  3. Melikuidasi beberapa bank bermasalah
  4. Menaikkan nilai tukar Rupiahterhadap Dollar AS hingga di bawah Rp.1.000
  5. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF

Dari usaha ini, perekonomian dapat dikatakan tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Meski begitu, usaha dari Presiden BJ, Habibie telah membangun semangat bagi pemimpin-pemimpin selanjutnya untuk dapat meningkatkan perekonomian.

Setelah perekonomian masa BJ Habibie, selanjutnya terdapat beberapa hal penting terkait perekonomian masa pemerintahan Abdurrahman Wachid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur. Beberapa hal penting terkait dengan perkembangan perekonomian Indonesia masa Presiden Abdurahman Wahid diantaranya sebagai berikut:

a)      Secara keseluruhan, perjalanan ekonomi Indonesia sepanjang pemerintahan Abdurahman Wahid masih belum stabil.

b)      Hingga tahun 2001 posisi rupiah senantiasa berada di atas 10.000 per dolar AS.

c)      Tingkat pertumbuhan ekonomi hingga akhir jatuhnya pemerintah Abdurahman Wahid hanya sebesar 3 persen.

d)     Terkait hubungan RI dengan lembaga keuangan internasional, utamanya IMF, pada tanggal 4 februari 2000, terjadi kesepakatan antara pemerintah dengan IMF tentang pemberian pinjaman jangka menegah kepada Indonesia sebesar SDR 3,638 milyar (sekitar 5 milyar dolar AS) untuk mendukung program reformasi ekonomi dan struktur Indonesia.

Berdasarkan hal itu, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi masa Gus Dur pun belum menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Hal ini tentu tidak mengherankan, mengetahui krisis moneter yang sebesar itu belum dapat terselesaikan oleh dua pemimpin baru. Mungkin perlu waktu dan pemimpin yang banyak untuk dapat menyelesaikan hutang dan meningkatkan perekonomian di Indonesia. Setelah masa Gus Dur berakhir kedudukan beliau digantikan oleh wakilnya Megawati.

Pada masa kepemimpinan Megawati, pada awalnya muncul harapan cerah  dari banyak pihak dan seluruh rakyat. Harapan dimana akan ada penguatan rupiah dan tumbuhnya perekonomian Indonesia. Pada mulanya memang harapan itu seolah menjadi kenyataan. Dimana rupiah mengalami penguatan menembus angka Rp. 8.650 per dolar AS. Akan tetapi, harapan tersebut mulai luntur ketika menginjak bulan ketiga. Posisi rupiah merosot hingga pada tingkat Rp. 10.250 per satu dolar AS. Agenda  utama perekonomian  Indonesia masa pemerintahan Megawati adalah upaya perbaikan hubungan  dengan lembaga-lembaga keuangan  multilateral terutama IMF. Setelah masa reformasi yang dipimpin BJ Habibie, Gus Dur, dan Megawati. Muncul seorang pemimpin yang dapat dikatakan baru pamornya dalam pemerintahan. Seseorang tersebut dianggap memiliki potensi dan pantas diperhitungkan dalam pemerintahan guna terus meningkatkan perekonomian Indonesia.

Beliau merupakan Susilo Bambang Yudhoyono, presiden Indonesia yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat. Benar saja, Presiden SBY tidak menginginkan kegagalan yang sama seperti pemimpin-pemimpin sebelumnya, sehingga beliau menyusun kembali langkah-langkah pembangunan baru. Krisis yang telah menghancurkan berbagai aspek kehidupan di Indonesia ini membuat kita membuka mata dan belajar betapa pentingnya membangun dan memperkuat pondasi perekonomian sekuat dan setinggi-tingginya. Hal inilah yang dilakukan Presiden SBY dengan menggandeng relasinya Jusuf Kalla, beliau merupakan pengusaha yang tentunya ahli ekonomi. Pada masa Presiden SBY perekonomian dapat dikatakan mulai meningkat dan stabil. Meskipun beberapa kali mengalami penurunan. Perekonomian pada masa ini cenderung dinamis. Keterbukaan kerjasama dan hubungan Internasional merupakan salah satu langkah untuk melakukan ekspor impor yang akan membantu peningkatan ekonomi Indonesia. Itulah perkembangan dan naik surutnya perekonomian Indonesia sejak Reformasi hingga saat ini.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat 5 sektor kebijakan yang harus digarap yaitu :

  1. Perluasan lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri seefisien mungkin
  2. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau
  3. Penyediaan fasilitas umum seperti : rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, angkutan, dengan harga yang terjangkau
  4. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau
  5. Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau pula.

 

 

BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Reformasi merupakan gerakan moral untuk menjawab ketidak puasan dan keprihatinan atas kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan sosial:

  1. Reformasi bertujuan untuk menata kembali kehidupan berma-sayarakat, berbangsa, dan bernegara yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila.
  2. Dengan demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk menjatuhkan pemerintahan orde baru, apalagi untuk menurunkan Suharto dari kursi kepresidenan.
  3. Namun, karena pemerintahan orde baru pimpinan Suharto dipandang sudah tidak mampu mengatasi persoalan bangsa dan negara, maka Suharto diminta untuk mengundurkan secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa dan negara Indonesia di masa yang akan datang

Gerakan reformasi merupakan sebuah perjuangan karena hasil-hasilnya tidak dapat dinikmati dalam waktu yang singkat.Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan reformasi memiliki agenda pembaruan dalam segala aspek kehidupan.

Oleh karena itu, semua agenda reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan dan dalam waktu yang singkat. Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka diperlukan strategi yang tepat, seperti:

  1. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan aspek mana yang direformasi kemudian.
  2. Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara tepat.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku:

  • Agus Suparno, Bagus. 2012. Reformasi dan Jatuhnya Soeharto. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
  • Robinson Tarigan: Analisis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sejak Era Reformasi (1998), 2007. Universitas Sumatera Utara.
  • Hidayat, Misbah L. 2007. Reformasi Administrasi Kajian Komparatif PemerintahTiga Presidenh: Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri.PT. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
  • Suryanegara, Ahmad Mansur,  1998. Menemukan Sejarah. Bandung: Mizan 92
  • Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)

Sumber Opini, Artikel dan Internet:

 

perkembangan papua nugini

 

  1. Perkembangan koloni Papua New Guinea : Bangsa portugis membuat kolonisasi Timor, tetapi bukan pulau besar, yang mereka sebut sebagai Ilha Papoia. Di awal abad 17, pelaut Belanda membuat percobaan sementara untuk menduduki pulau tetapi dipukul mundur oleh penduduk pribumi. Basis Eropa pertama adalah Inggris yang didirikan dengan benteng di bagian barat pulau pada tahun 1793 tetapi kemudian ditinggalkan setelah dua tahun, sebagai penghuni tetap harus membinasakan oleh penyebaran penyakit dan juga gangguan dari colonial lainnya. Wilaya utara negara ini dikuasai Jerman pada tahun 1884 sebagai Nugini Jerman. Selama Perang Dunia I, wilayah itu diduduki Australia, yang telah mulai memerintah Nugini Britania, yaitu bagian Selatan, dengan mengembalikan nama semulanya menjadi Papua pada tahun 1904. Setelah Perang Dunia I, Australia diberi mandat untuk memerintah bekas Nugini Jerman oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sebaliknya, Papua dianggap sebagai Wilayah Eksternal Persemakmuran Australia, meskipun secara hukum masih milik Britania, sebuah isu yang penting bagi sistem hukum negara itu pasca-kemerdekaan 1975. Perbedaan dalam status hukum memberikan arti bahwa Papua dan New Guinea memiliki pemerintah yang sepenuhnya terpisah, yang kedua-duanya dikendalikan oleh Australia.

Kampanye Nugini (1942-1945) adalah salah satu kampanye militer besar pada Perang Dunia II. Hampir 216.000 tentara darat-laut-udara Jepang, Australia, dan Amerika tewas selama Kampanye Nugini. Dua teritori dipadukan menjadi Teritori Papua dan Nugini setelah Perang Dunia II, yang kemudian disederhanakan menjadi “Papua Nugini”. Administrasi Papua menjadi terbuka bagi penglihatan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tetapi, kelembagaan tertentu terus saja berlaku hanya di satu dari dua wilayah, masalah cukup rumit kini berlangsung, yakni penyesuaian bekas perbatasan antara provinsi yang saling berbatasan langsung, sehubungan dengan akses jalan dan kelompok bahasa, sehingga undang-undang tersebut berlaku hanya pada satu sisi dari suatu batas yang tidak lagi ada.Sedangkan kolonisasi Australia dipimpim oleh beberapa pemerintahan. Pemerintahan Inggris mengirim beberapa orang yang dipercayainya untuk mengolah daerah koloninya di Inggris seperti Arthur Philip, Grose, Hunter, P.G King, W.Bligh dan I. Macquarie. Pada masa Arthur Philip ia melakukan kegiatan self help dan persahabatan dengan Aborigin. Pada masa Grose ia memberikan hadiah berupa tanah kepada para tentara , sehingga para tentara dapat memonopoli tanah. Hal ini mnyebabkan tentara menjadi golongan yang eksklusif. Pada masa pemerintahan Hunter dan P.G King dilakukan usaha unntuk memperbaiki kondisi Australia yang rusak akibat peredaran rum yang tidak dapat dihentikan namun, hal tersebut mendapatkan perlawanan dari para pedagang. Pasa masa W.Bligh tepatnya pada 26 Januari terjadi “Rum Rebellion” yang didalangi oleh Mayor George Johnston guna untuk menjatuhkan Bligh dan membebaskan Macarthur. Hingga pada akhirnya ditugaskan I. Macqurie untuk meningkatkan moral, menghentikan perdagangan minuman keras, dan menjaga kembali ketenangan di New South Wales.Pada pertengahan abad ke-19, ditemukan tambang emas di Australia sehingga benua itu pun ramai didatangi para imigran. Sejak itu pula, mereka memperjuangkan kemerdekaan untuk mengatur sendiri Australia, terlepas dari kontrol Inggirs.

  1. Kerjasama Indonesia dengan Papua :
  2. Di bidang kerjasama teknik, PNG selama ini telah memanfaatkan dan mengikuti secara aktif program-program “Kerjasama Teknik antara Negara Berkembang (KTNB)” Indonesia. Program-program KTNB yang diikuti adalah di bidang pertanian, perindustrian, perdagangan, pembangunan desa, pekerjaan umum dan koperasi. Pemerintah PNG menghargai bantuan yang telah diberikan Pemerintah Indonesia di bidang ini.  Untuk mengembangkan sumberdaya manusia di masa yang akan datang, Pemerintah PNG juga mengharapkan agar latihan yang diberikan selama ini terus dapat dilanjutkan terutama di bidang pertanian.
  3. Kerjasama bilateral di bidang pertanian antara  Indonesia – Papua New Guinea belum dilakukan secara optimal. Dasar hubungan bilateral RI-PNG mengacu pada Basic Arrangement  yang ditandatangani oleh kedua negara pada tahun 1990. Pertemuan bilateral I RI-PNG dilaksanakan pada tanggal 12-13 Februari 2001, di Jayapura, Irian Jaya, sebagai Review Basic Arrangement yang mengatur tentang masalah-masalah di perbatasan kedua negara tahun 1990, yang telah diperpanjang selama 1 (satu) tahun. Pada pertemuan tersebut telah dihasilkan kesepakatan-kesepakatan untuk perubahan/usul-usul kedua negara antara lain tentang pengaturan masalah-masalah pabean dan karantina.Pada tanggal 28 – 30 Oktober 2003 telah dilaksanakan Sidang Perundingan Joint Border Committee (JBC) RI – PNG ke-22 di Madang, Papua New Guinea.  Hasil dari sidang tersebut yang berkaitan dengan bidang pertanian adalah :
  4. Kedua belah pihak sepakat akan mebuka Pos Lintas Batas, apabila dimungkinkan akan dibuka pada bulan Juni 2004.  Hal ini didukung pihak PNG karena waktu pembukaan pos perbatasan pada bulan Juni 2004 bersamaan dengan waktu pelaksanaan Launching Cross-Border Vehicle Movements Arrangements.
  5. Telah ditandatangani MoU on Collaborative Plant and Animal Health and Quarantine Activities between PNG and Indonesia
  6. Pengiriman tenaga ahli pertanian Indonesia, melalui kerjasama Tripartite Indonesia – PNG – Jepang, pada tanggal 27 Oktober 2003 – 24 Januari 2004 telah dikirimkan expert dari Indonesia dibidang Rice Cultivation untuk kegiatan Promotion of Smallholder Rice Production Development, dan telah dilaksanakan dengan baik, dan untuk saat ini telah dilakukan perpanjangan selama 1 tahun. 

Kerjasama Indonesia dengan Australia:

  1. Bidang pendidikan : Banyak pelajar dari Indonesia yang belajar di universitas yang ada di Australia. Selain itu, pemerintah Australia juga membantu pemerintah Indonesia di dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
  2. Bidang kesehatan : Australia berkomitmen untuk membantu pemerintah Indonesia dalam bidang kesehatan. Australia membantu memperkuat kapasitas Indonesia dalam menangani kasus HIV/AIDS melalui program kemitraan senilai 100 juta dolar Australia atau sekitar Rp800 miliar. Selain itu, saat ini juga telah terjalin kemitraan antara Australia dan Indonesia di dalam penanggulangan penyakit mata di Indonesia, khususnyaBali. Hal ini ditunjukkan dengan itikad baik kedua negara membangun Pusat Mata Australia-Bali, di Denpasar, Bali. Pusat Mata itu sendiri telah diresmikan pada 27 Juli 2007 oleh pemimpin kedua negara.
  3. Bidang ekonomi : Perdagangan dan perniagaan antara Australia dan Indonesia semakin tumbuh. Perdagangan dua-arah telah meningkat menjadi 25,2% selama tahun 2000-2002. Lebih dari 400 perusahaan Australia sedang melakukan perniagaan di Indonesia, mulai dari usaha pertambangan sampai telekomunikasi. Perusahaan-perusahaan ini bekerja sebagai mitra dagang dengan perusahaan dan pemerintah Indonesia.
  4. Bidang pariwisata: Sejak awal 1970-an Indonesia telah menjadi tujuan utama wisata bagi orang Australia. Australia telah menjadi sumber wisatawan yang penting bagi Indonesia. Bali merupakan provinsi yang paling dikenal.
  5. Orang-orang Inggris yang datang ke Selandia Baru semakin banyak. Kedatangan mereka membuat suku Maori merasa terdesak, apalagi setelah kematian Hobson tahun 1843 membuat pertikaian suku Maori dengan para pendatang semkin meruncing. Setelah orang-orang kulit putih berkuasa, mereka memisahkan diri dengan kelompok suku Maori. Pada tahun 1860-1870, Inggris mengeluarkan UU baru mengenai penduduk suku Maori boleh meminjam uang ke pada suku kulit putih, namun pada kenyataannya UU itu tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi pertempuran kembali di Taranaki pada 1860, pada pertempuran ini pemerintahan Inggris meminta suku Maori untuk menjual tanah pada pihak koloni. Hal ini entu saja membuat suku Maori meradang. Setelah berulang kali bertempur, akhirnya pemimpin-pemimpin suku Maori berhasil ditaklukan. Akan tetapi kekalahan suku Maori tidak membuat mereka putus asa, para pemimpin muda yang telah mendapat pendidikan membentuk “ Artei Maori Muda”  dan berjuang kembali mebangun keagungan suku Maori di masa lampau melalui perjuangan diplomasi. Berkat penjuangan mereka menyuarakan hak mereka ke pemerintahan Inggris, maka membuahkan hasil dengan diberikannya 4 buah kursi dalam perlamen yang mewakili Maori. Akhirnya terbentukalah dominion Selandia Baru. Sedangkan proses penemuan benua Australia diawali dengan adanya beberapa anggapan mengenai bentuk Bumi lalu pemerintahan Inggris juga berusaha menemukan benua hitam tersebut. Pada tanggal 23 Agustus 1770, James Cook, seorang perwira angkatan laut yang memiliki kecakapan mengagumkan dalam hal membuat peta, berhasil mendarat di pantai timur Australia. Pelayaran James Cook ini disertai dengan salah seorang ahli botani yang bernama Joseph Banks dan seorang lagi yang berdarah Corsica bernama James Maria Matra. Kedua orang ini nantinya akan berperan penting dalam pengusulan pembukaan koloni di wilayah Australia tersebut. Di daerah yang kemudian diberi nama New South Wales (NSW) ini, James Cook menancapkan bendera Inggris sebagai tanda klaim kepemilikan Inggris atas New South Wales. Keberanian Cook meng-klaim New South Wales sebagai milik Inggris didasarkan pada satu pandangan bahwa daerah ini akan memberikan harapan kehidupan yang cerah di kemudian hari.Penemuan James Cook atas NSW dan laporan yang disampaikan tentang kondisi NSW baik dari James Cook, Joseph Banks, Solander dan James Maria Matra yang datang berikutnya telah mendorong pemerintah Inggris untuk menjadikan NSW sebagai koloni. Keputusan untuk membuka koloni ini diambil oleh kabinet William Pitt pada tahun 1787. Sebagai realisasi dari keputusan ini, pada tanggal 13 Mei 1788 diberangkatkan rombongan kolonis pertama di bawah pimpinan Kapten Arthur Phllip. Rombongan yang biasa disebut first Fleet ini terdiri dari 11 kapal dengan sekitar 1.400 orang, termasuk 769 narapidana (191 perempuan dan 520 laki-laki) tiba di Botany Bay tanggal 26 Januari 1788.

papua nugini

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Papua New Guinea atau Papua Nugini adalah sebuah negara yang terletak di bagian timur Pulau Papua dan berbatasan darat dengan Provinsi Papua di sebelah barat. Benua Australia di sebelah selatan dan negara-negara Oceania berbatasan di sebelah selatan, timur dan utara. Ibu kotanya, dan salah satu kota terbesarnya, adalahPort Moresby. Manusia yang pertama menetap di Papua Nugini diduga dimulai telah ada sejak 50.000 tahun yang lalu. Penduduk kuno ini mungkin berasal dari Asia Tenggara, sementara mereka yang berasal dari Afrika telah hadir sejak 50.000 hingga 70.000 tahun yang lalu. Orang Barat hanya sedikit mengetahui pulau ini hingga abad ke-19, meskipun para saudagar dari Asia Tenggara telah mengunjungi Pulau Papua sejak 5.000 tahun lalu untuk mengoleksi bulu dan rambut Cendrawasih dan para penjelajah berkebangsaan Spanyol dan Portugis telah menemukannya pada abad ke-16 (tahun 1526 dan 1527 oleh Jorge de Menezes). Nama negara ini yang memberikan kesan ganda yang dihasilkan dari sejarah administratifnya yang kompleks sebelum kemerdekaan. Kata Papua diturunkan dari pepuah kata dari bahasa Melayu yang menggambarkan rambut orang Melanesia yang keriting, dan “New Guinea” (Nueva Guinea) adalah nama yang digulirkan oleh penjelajah dari Imperium Spanyol, Ynigo Ortiz de Retez, yang pada tahun 1545 mencatat kemiripan orang-orang Papua dibandingkan dengan orang-orang yang pernah dilihatnya di sepanjang pesisir Guinea, Afrika.

Dalam perjalananya saat mengalami masa kolonial pulau ini dibagi dua yaitu bagian utara negara ini dikuasai Jerman pada tahun 1884 sebagai Nugini Jerman. Selama Perang Dunia I, wilayah itu diduduki Australia, yang telah mulai memerintah Nugini Britania, yaitu bagian Selatan, dengan mengembalikan nama semulanya menjadi Papua pada tahun 1904.

Setelah Perang Dunia I, Australia diberi mandat untuk memerintah bekas Nugini Jerman oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sebaliknya, Papua dianggap sebagai Wilayah Eksternal Persemakmuran Australia, meskipun secara hukum masih milik Britania, sebuah isu yang penting bagi sistem hukum negara itu pasca-kemerdekaan 1975. Perbedaan dalam status hukum memberikan arti bahwa Papua dan New Guinea memiliki pemerintah yang sepenuhnya terpisah, yang kedua-duanya dikendalikan oleh Australia. Kemerdekaan tanpa peperangan dari Australia, kekuatan metropolitan de facto, muncul pada 16 September 1975, dan tetap bertalian dekat (Australia masih menjadi penyumbang bantuan dipihak terbesar bagi Papua Nugini).

 

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Bagaimanakah profil negara Papua Nugini ?
  3. Bagaimanakah kondisi Papua Nugini ketika dibawah administrasi Inggris ?
  4. Bagaiamanakah kondisi Papua Nugini setelah merdeka dan lepas dari cengkeraman Inggris ?
  5. Bagaimanakah keadaan Papua Nugini saat ini ?

 

  1. TUJUAN PENULISAN
  2. Mengetahui dan menjelaskan profil negara papua Nugini.
  3. Mengetahui dan menjelaskan kondisi Papua Nugini ketika dibawah administrasi Inggris.
  4. Mengetahui dan menjelaskan kondisi Papua Nugini setelah merdeka dan lepas dari cengkeraman Inggris.
  5. Mengetahui dan menjelaskan keadaan Papua Nugini saat ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. PROFIL NEGARA PAPUA NEW GUINEA

Papua Nugini atau Papua Guinea Baru adalah sebuah negara yang terletak di bagian timur Pulau Papua dan berbatasan darat dengan Provinsi Papua(Indonesia) di sebelah barat. BenuaAustralia di sebelah selatan dan negara-negara Oceania berbatasan di sebelah selatan, timur, dan utara. Ibu kotanya, dan salah satu kota terbesarnya, adalah Port Moresby. Papua Nugini adalah salah satu negara yang paling bhinneka di Bumi, dengan lebih dari 850 bahasa lokal asli dan sekurang-kurangnya sama banyaknya dengan komunitas-komunitas kecil yang dimiliki, dengan populasi yang tidak lebih dari 6 juta jiwa. Papua Nugini juga salah satu negara yang paling luas wilayah perkampungannya, dengan hanya 18% penduduknya menetap di pusat-pusat perkotaan. Negara ini adalah salah satu negara yang paling sedikit dijelajahi, secara budaya maupun geografis, dan banyak jenis tumbuhan dan binatang yang belum ditemukan diduga ada di pedalaman Papua Nugini.

Sebagian besar penduduk menetap di dalam masyarakat tradisional dan menjalankan sistem pertanian sederhana yang hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Masyarakat dan marga ini memiliki beberapa pengakuan tersirat di dalam kerangka undang-undang dasar negara Papua Nugini. Undang-Undang Dasar Papua Nugini (Pembukaan 5(4)) menyatakan harapan bagi kampung dan komunitas tradisional untuk tetap menjadi satuan kemasyarakatan yang lestari di Papua Nugini, dan untuk langkah-langkah aktif yang diambil untuk melestarikannya. Dewan Perwakilan Rakyat Papua Nugini telah memberlakukan beberapa undang-undang di mana sejenis “Tanah Ulayat” diakui, artinya bahwa tanah-tanah tradisional pribumi memiliki beberapa landasan hukum untuk memproteksi diri dari campur tangan kaum pendatang yang bertindak berlebihan. Tanah ulayat ini disebutkan melingkupi sebagian besar tanah yang dapat digunakan di negara ini (sekitar 97% seluruh daratan); tanah yang dapat diolah oleh kaum pendatang bisa saja berupa milik perseorangan di bawah syarat pinjaman dari negara atau tanah milik pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

Geografi negara Papua Nugini beragam dan di beberapa tempat sangat kasar. Sebuah barisan pegunungan memanjang di Pulau Papua, membentuk daerah dataran tinggiyang padat penduduk. Hutan hujan yang padat dapat ditemukan di dataran rendah dan daerah pantai. Rupa bumi yang sedemikian telah membuatnya menjadi sulit bagi pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur transportasi. Di beberapa daerah, pesawat terbang adalah satu-satunya modus transportasi. Setelah diperintah oleh tiga kekuatan asing sejak 1884, Papua Nuginimerdeka dari Australia pada tahun 1975. Kini Papua Nugini masih menjadi bagian dari dunia persemakmuran. Banyak penduduk hidup dalam kemiskinan yang cukup buruk, sekitar sepertiga dari penduduk hidup dengan kurang dari US$ 1,25 per hari.

Papua Nugini adalah anggota Negara-Negara Persemakmuran, dan Ratu Elizabeth II adalah kepala negaranya. Sudah diharapkan oleh konvensi konstitusional, yang menyiapkan rancangan konstitusi, dan oleh Australia, bahwa Papua Nugini akan memilih untuk tidak mempertahankan hubungan dengan monarki Inggris. Bagaimanapun, para pendirinya menganggap bahwa kaum terhormat kerajaan menganggap bahwa negara yang baru merdeka tidak akan mampu berbicara dengan murni melalui sistem kerajaan pribumi – sehingga sistem monarki Inggris dipertahankan. Sang Ratu diwakili oleh Gubernur Jenderal Papua Nugini, saat ini Paulias Matane. Papua Nugini dan Kepulauan Solomon adalah dua entitas negara yang tidak biasa di antara Negara-Negara Persemakmuran, yakni bahwa Gubernur Jenderal secara efektif dipilih oleh badan legislatif bukan oleh cabang eksekutif, seperti di beberapa negara demokrasi parlementer.

Dan kemudian sistem pemerintahannya bersifat Parlementer, Kekuasaan eksekutif sebenarnya terletak pada Perdana Menteri, yang mengepalai kabinet. Perdana Menteri saat ini adalah Sir Michael Somare. Parlemen nasional yang tunggal memiliki 109 kursi, 20 di antaranya ditempati oleh para gubernur dari 19 provinsi dan Distrik Ibukota Nasional. Calon anggota parlemen dipilih pada saat perdana menteri menyerukan pemilihan umum nasional, selambat-lambatnya lima tahun setelah pemilu nasional sebelumnya. Pada awal-awal kemerdekaan, ketidakstabilan sistem partai menyebabkan sering terjadinya mosi tidak percaya di parlemen yang berakibat pada jatuhnya pemerintah masa itu dan pemilu nasional perlu diadakan lagi, sesuai dengan konvensi demokrasi parlementer. Dalam beberapa tahun terakhir, berturut-turut pemerintah telah mengeluarkan undang-undang demi mencegah suara seperti itu lebih cepat dari 18 bulan setelah pemilihan umum nasional. Ini mengakibatkan stabilitas yang lebih besar, meskipun mungkin dengan mengurangi akuntabilitas dari cabang eksekutif pemerintahan.Pemilihan di Papua Nugini menarik banyak calon. Setelah kemerdekaan pada tahun 1975, anggota dipilih dengan plurality vote system, dengan para pemenang seringkali meraih kurang dari 15% suara. Reformasi elektoral pada tahun 2001 memperkenalkan Limited Preferential Vote, sebuah versi dari instant-runoff voting. Pemilihan umum tahun 2007 adalah yang pertama dilakukan dengan menggunakan sistem itu.

            Papua Nugini dibagi menjadi empat region, yang bukan merupakan pembagian administratif primer melainkan cukup signifikan di dalam banyak sendi pemerintah, perdagangan, olah raga, dan kegiatan lainnya.Negara ini memiliki 20 pembagian wilayah yang setara provinsi: 18 provinsi, Daerah Otonom Bougainville dan Distrik Ibu Kota Nasional. Tiap-tiap provinsi dibagi menjadi satu distrik atau lebih, yang kemudian dibagi lagi menjadi satu pemerintah lokal atau lebih.Provinsi adalah pembagian administratif primer di Papua Nugini. Pemerintah provinsi adalah cabang pemerintah nasional Papua Nugini bukanlah federasi provinsi. Wilayah-wilayah yang setara provinsi itu adalah:

 

 

  1.  

Western

 

Southern Highlands

 

Gulf

 

Western Highlands

 

National Capital District

 

Eastern Highlands

 

Central

 

Simbu

 

Milne Bay

 

Enga

 

Oro

 

Manus

 

Morobe

 

New Ireland

 

Madang

 

East New Britanian

 

East Sepik

 

West New Britanian

 

Sandaun (West Sepik)

 

North Solomons

 

  1. KONDISI PAPUA NUGINI KETIKA INGGRIS MASUK.

1. WESTERN

 

 

Provinsi Western adalah provinsi paling besar di bagian barat Papua Nugini dan memiliki kepadatan penduduk yang sangat jarang (kurang dari 1 orang per km2). Provinsi Western memiliki curah hujan tertinggi dan sungai terbesar di Papua Nugini (Sungai Fly) serta danau terbesar (Murray). Banyak pula daerah rawa-rawa yang tetap atau musiman. Selama bertahun-tahun Western dianggap sebagai Provinsi termiskin di Papua Nugini. Pertambangan emas dan tembaga OK Tedi memberikan pendapatan bagi provinsi ini untuk pembangunan pedesaan.

Pada tahun 1984, ribuan pengungsi dari Irian Jaya menyeberang ke Western. Perserikatan Bangsa-bangsa mengembangkan daerah pemukiman seluas 20.000 ha di Awin Timur untuk pengungsi dari Irian Jaya dan menampung pengungsi lain yang datang dari Sandaun. Sensus tahun 1990 melaporkan terdapat sebanyak 6872 penduduk Irian Jaya di Awin Timur dan di daerah yang dekat dengan perbatasan.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 103548 warga dan 6872 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 99300 km2.

3)      Anggota parlemen: 4.

4)      Kabupaten; warga negara; bahasa utama:

a)      Balimo; 25867; Gogodala, Bamu Kiwai, Ari-Waruna, Waia.

b)      Daru; 23302; Kiwai Selatan, Wabuda, Bine, Gidra, Idi.

c)      Kiunga; 22032; Awol, Ninggirurn.

d)     Nomad; 15083; Biami, Nomad, Boazi, Pa, Zimakani.

e)      Morehead; 7861; Suki, Idi, Nambu, Tonda, Lewanda.

f)       Tabubil; 9403; Faiwol, Bimin.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya orang telah tinggal di pegunungan utara Western selama lebih dari 15000 tahun, tetapi menetap di dataran rendah hanya selama beberapa ribu tahun. Orang Suki dan Gogodala mungkin telah menetap dan mengembangkan budaya mereka dalam beberapa ratus tahun. Banyak orang di dataran rendah tinggal di rumah panjang. Bangunan ini adalah bangunan bersama yang memiliki panjang hingga 200 m, dibangun 2 m di atas tanah. Laki-laki tinggal di lorong tengah, perempuan dan anak-anak tinggal di kamar keluarga terpisah di kedua sisi dengan pintu masuk melalui lantai.

Pemerintah Kolonial Inggris membuat Daru sebagai markas Divisi Provinsi Western pada 1893. Namun, hanya pengembangan kecil yang dilakukan oleh kekuasaan Inggris atau Australia. Emas dan tembaga ditemukan di Ok Tedi pada tahun 1968. Pada tahun 1975, orang-orang dekat Morehead mendirikan Daerah Manajemen Pengelolaan Satwa Liar Tonda (Tonda Wildlife Management Area) seluas 4800 km2, untuk mengontrol pembunuhan rusa, burung air, dan satwa liar lainnya. Daerah Manajemen Pengelolaan Satwa Liar Tonda merupakan area pengelolaan satwa liar pertama di Papua Nugini.

 

2. GULF

 

 

Provinsi Gulf adalah sebuah provinsi di pesisir selatan yang luas, sedikit kepadatan penduduknya, dan perkembangan ekonominya lambat. Provinsi Gulf memiliki curah hujan yang tinggi, dan sungai serta rawa-rawa yang luas, yang membuat komunikasi dan transportasi sulit. Kayu, udang, dan kopra adalah ekspor utama Gulf. Seperempat dari penduduk Gulf telah pindah ke provinsi lain untuk bekerja. Pembangunan jalan raya antar pulau diusulkan dan diharapkan mampu membuka peluang di Timur Gulf. Proyek kelapa sawit telah diajukan di distrik Baimuru dan Ihu. Cadangan minyak dan gas alam yang besar telah ditemukan, dan pendapatan ekonomi Gulf akan meningkat jika minyak dan gas alam tersebut dapat dikembangkan.

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 68610 warga dan ekspatriat 127.

2)      Luas tanah: 34500 km2.

3)      Anggota parlemen: 3.

4)      Kantor Pusat: Kerema.

5)      Kabupaten; penduduk; dan bahasa utama:

a)      Baimuru; 7109; Purari, Pawaia.

b)      Ihu; 9739; Orokolo, Keuru.

c)      Kaintiba; 14654; Hamtai Kaintiba.

d)     Kerema; 7891; Uaripi.

e)      Kikori; 9430; Kiwai Timur Laut, Kerewo, Podope, Porome.

f)       Malalaua; 19787; Toaripi, Hamtai Pmasa’a.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan telah menemukan bukti bahwa orang-orang telah menggunakan batu sebagai tempat berlindung di daerah Kikori-Kairi 3000 tahun yang lalu. Alat batu mereka terbuat dari bahan baku yang berasal dari Tapini, Central, dan Hulu Sungai Kikori dan Sirebi. Pada saat itu masyarakat pesisir berdagang kerang dan mutiara ke dataran tinggi untuk mendapatkan kapak batu.

Pemukiman Eropa yang didirikan di Provinsi Gulf lebih lambat dibandingkan dengan di kebanyakan provinsi dataran rendah dan provinsi pulau lain. Masyarakat Misionaris London (LMS; London Missionary Society) mulai menghuni di sepanjang pantai pada tahun 1884. Australia membuka area distrik di Kerema pada tahun 1906. Banyak laki-laki Gulf bekerja sebagai buruh selama Perang Dunia II. Mereka membantu membangun jalan sepanjang 144 km dari Bulldog -Lakekamu-, menuju ke Wau, Morobe. Jalan tersebut digunakan hanya sebentar, ditutup setelah dibangun jalan yang menghubungkan antar pulau.

Setelah perang, orang-orang Gulf mulai bermigrasi ke Port Moresby dan kota-kota lain untuk bekerja. Tahun 1990 sensus menunjukkan bahwa 23,1% orang-orang yang lahir di Gulf hidup di luar Gulf.

 

3. NATIONAL CAPITAL DISTRICT

            Distrik Ibukota Nasional (NCD: National Capital District) termasuk di dalamnya adalah Port Moresby, terdiri atas perkampungan yang tersebar luas, pusat pemerintahan, pinggiran kota, dan perkampungan liar. Port Moresby merupakan kota terbesar (195570 orang) dan terpadat penduduknya di Papua Nugini (783 orang/km2). NCD memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak daripada 12 Provinsi lain di Papua Nugini. 5/9 penduduk di NCD lahir di luar NCD. Hal ini membuat penduduk asli (orang-orang Motu dan Koitabu) kurang dari sepersepuluh dari total populasi penduduk yang menempati NCD. Desa orang-orang Motu dan Koitabu adalah pusat keramaian dan kemiskinan. Seperempat penduduk NCD hidup di perkampungan liar. Sebaliknya, kota ini juga memiliki bangunan tertinggi dan perumahan paling mewah. NCD tidak terhubung oleh jalan dengan kota besar lainnya.

 

 

 

Kegiatan pemerintahan merupakan kegiatan utama di NCD. Museum Nasional dan Galeri Seni merupakan salah satu tempat wisata di NCD. Festival Tahunan Port Moresby dan Festival Hiri Moale merupakan salah satu festival yang diadakan di NCD.

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 188089 warga dan ekspatriat 7481.

2)      Luas tanah: 240 km2.

3)      Anggota parlemen: 4.

4)      Kantor Pusat: Waigani.

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya orang-orang Motu telah menetap di NCD lebih dari 400 tahun yang lalu. Orang-orang Motu mulai mendirikan desa Pari dan Badihagwa 250 tahun yang lalu, Hanuabada (Kampung Besar) 130 tahun yang lalu, Vabukori dan Tatana baru-baru ini. Orang-orang Motu membangun rumah-rumah panggung di atas laut. Pisang, ubi jalar, dan ikan adalah makanan pokok mereka. Sagu adalah makanan utama mereka dari bulan November sampai Mei, diantara musim ubi jalar. Orang-orang Motu menggunakan lakatois (sampan dengan 2 lambung besar) untuk mengangkut periuk dan kerang ke Gulf untuk ditukarkan dengan sagu. Orang-orang Koitabu pedalaman berteman dengan Motu dan menukarkan tanaman untuk mendapatkan ikan. Orang-orang Koitabu mendirikan desa Baruni, Kilakila dan Korobosea di perbukitan pantai. Mereka juga menetap di pinggir desa Motu, dan perkawinan antara keduanya, membuat keduanya semakin erat.

Pada tahun 1873, Kapten Laut Britania, John Moresby, meneliti pelabuhan di NCD. Ia menamai dua pelabuhan yang ia teliti dengan nama Pelabuhan Fairfax dan Pelabuhan Moresby, untuk menghormati ayahnya, Laksamana Fairfax Moresby. Pada tahun 1874, Williarn G. Lawes mendirikan markas besar Masyarakat Missionaris London di dekat Hanuabada. Port Moresby adalah pelabuhan yang terdekat dengan Australia yang dijadikan sebagai markas kolonial Britania (1884-1906) dan Australia (1906-75).

Jepang mengebom Port Moresby berulang kali pada tahun 1942, pada awal Perang Dunia II. Jenderal Douglas MacArthur bersama pasukan sekutu membuat markas utama sementara di Port Moresby. Kebanyakan pria Motu dan Koitabu terdaftar sebagai buruh, tenaga kerja di perusaan pengangkut, pelayan, dan tenaga medis. Perempuan dan anak-anak pindah ke desa yang letaknya jauh di timur maupun barat untuk menyelamatkan diri. Ketika perang berakhir di tahun 1945, desa Motu-Koitabu hancur akibat perang. Mereka membangun tempat penampungan sementara dengan perlengkapan perang yang ditinggalkan. Di akhir 1940-an, Australia membantu mereka membangun kembali Hanuabada.

Kawasan industri Badili dikembangkan pada tahun 1950. Universitas Papua Nugini dibuka pada tahun 1965. Pengembangan kantor pusat pemerintahan nasional di Waigani dimulai pada tahun 1970. Port Moresby memiliki Dewan Kota dipilih dari tahun 1971 hingga 1980, ketika kabinet Nasional ditangguhkan akibat kesalahan keuangan. Dewan memiliki 21 anggota yang mewakili 7 kota. Pada Mei 1982, Parlemen mengadopsi sebuah sistem pemerintahan untuk NCD, sementara itu pemerintahan alternatif tengah dipelajari. Pemerintahan dipimpin oleh 10 anggota Motu-Koitabu yang dipilih, 4 anggota parlemen nasional, dan 10 orang yang diangkat secara politik pada tahun 1991. Sistem tersebut digantikan oleh sistem saat ini pada tahun 1992.

 

4. CENTRAL

Central berada di pesisir selatan yang memiliki iklim terkering di Papua Nugini, memiliki beberapa gunung-gunung tertinggi, dan salah satu provinsi dengan kepadatan penduduk terendah (5 orang/km2). Keadaan di Central sangat dipengaruhi oleh tetangganya, Distrik Ibukota Nasional (NCD). Pusat desa menjual buah-buahan, sayuran, ikan, dan buah pinang ke pasar di NCD. Penduduk desa mendapatkan manfaat dari toko-toko dan pelayanan-pelayanan publik, sistem kesehatan dan transportasi yang berbasis di ibukota. Banyak pekerjaan di bidang pemerintahan atau bisnis di sini. Jauh dari NCD, penghidupan di bidang pertanian dan memancing adalah kegiatan utama. Tingkat upah Central adalah terendah di Papua Nugini. Kayu, karet, dan ekor lobster adalah ekspor utama provinsi ini.

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 140847 warga dan 348 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 29 500 km2.

3)      Anggota parlemen: 5.

4)      Kantor Pusat: Konedobu, NCD.

5)      Kabupaten; penduduk warga negara; bahasa utama:

a)      Abau, hq[1] di Kupiano; 31088; Magi, Keapara, Daga, Sona.

b)      Goilala, hq di Tapini; 22073; Fuyuge, Taude, Kunimaipa.

c)      Hiri, hq di Konedobu, NCD; 28731; Motu, Koiari, Koita.

d)     Kairuku, hq di Bereina; 29548; Roro, Nara, Mekeo, Kuni.

e)      Rigo, hq di Kwikila; 29407; Sinagoro, Keapara, Maria.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan telah menemukan alat batu dan bukti lain yang menunjukkan bahwa orang telah tinggal di Kosipe di pegunungan Goilala 26000 tahun yang lalu. Orang-orang pesisir dari Tanjung Rodney Barat diyakini telah tiba di 2000 tahun terakhir. Dua jaringan perdagangan tradisional terdapat di sepanjang Pantai Central. Kedua jaringan perdagangan tradisional tersebut menggunakan sampan besar yang bergantung pada perubahan angin musim untuk pergi maupun kembali. Dalam perdagangan Giri, orang-orang Motu menukarkan periuk dan kerang untuk mendapat sagu dan kayu dari orang-orang Elemea di timur Provinsi Gulf.

Sagu yang dapat disimpan untuk waktu yang lama adalah makanan utama di akhir musim kemarau di sekitar NCD. Penduduk Mailu di timur Central menjual periuk, kapak, dan kerang bersama dengan orang-orang Motu dan Teluk Milne.

Masyarakat Missionaris London mulai melakukan misinya di sepanjang Pantai Central pada tahun 1873. Pemerintahan Inggris mulai datang pada tahun 1884. Pada 1885, misi Katolik Roma membuat markas besarnya di Pulau Yule. Misi Katolik Roma membuat banyak misi di kawasan Kairuku dan Goilala. Uskup Katolik pertama di PNG adalah Louis Vangeke. Eropa mendirikan perkebunan karet di daerah Sogeri, area sungai Kemp Welch dan perkebunan kelapa di sepanjang pantai. Pada tahun 1908 Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh memulai misi pertamanya di Papua Nugini, di dekat Sogeri.

Selama Perang Dunia II, pasukan Jepang melintasi area Stanley Owen dan bergerak jauh menuju sepanjang jalur Kokoda sebelum pasukan Australia menghentikan mereka di pegunungan Imita, dekat Sogeri, pada September 1942. Banyak laki-laki dari Central menjabat sebagai tenaga kerja di perusahaan pengangkutan atau buruh untuk pasukan sekutu. Setelah perang, bangunan-bangunan tentara di Sogeri diubah menjadi sebuah pusat pelatihan.

 

5. MILNE BAY

 

 

Teluk Milne (Milne Bay) berada di ujung timur Papua Nugini. Teluk Milne juga merupakan provinsi pulau terbesar di Papua Nugini. Lebih dari 435 pulau-pulau mengelilingi daratan utama Teluk Milne. Kebanyakan penduduk Teluk Milne adalah pelaut. Tradisi Cincin Kula berupa upacara tukar-menukar hadiah adalah salah satu warisan budaya terkaya di Pasifik. Transportasi yang buruk dan kurangnya lahan yang luas serta berkualitas untuk pertanian membuat pengembangan di sini terhambat. Namun, Teluk Milne memiliki perkebunan sawit baru dekat Alotau serta tambang emas dan perak Misima yang memberikan fondamen ekonomi baru bagi Provinsi Teluk Milne.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 158484 warga dan ekspatriat 296.

2)      Luas tanah: 14000 km2.

3)      Anggota parlemen: 5.

4)      Kantor Pusat: Alotau.

5)      Kabupaten; warga negara; bahasa utama:

a)      Alotau; 26789; Kehelala, Taupota, Tavara, Bohutu, Wagawaga.

b)      Bolubolu; 24511; Iduna, Bwaidoka.

c)      Esa’ala; 24738; Dobu, Duau, Molima.

d)     Losuia; 26607; Kilivila, Muyuw.

e)      Misima, hq di Bwagaoia; 20 706; Misima, Yele, Sud-est.

f)       Rabaraba; 20996; Gwedena, Dawawa, Gapapaiwa, Maiwa, Wedau.

g)      Samarai; 14137; Suau, Kehelala, Tubetube.

 

  1. Sejarah

Reruntuhan batu candi banyak dtemukan di Kepulauan Trobriand. Para ilmuwan percaya mereka berhubungan dengan candi-candi di Polinesia. Cincin Kula adalah tradisi yang paling terkenal. Di daratan, masyarakat pesisir menukarkan ikan kepada penduduk pedalaman untuk mendapatkan hasil dari kebun dan hutan. Babi ditukarkan untuk mendapatkan kapak batu.

Pemukiman Eropa mulai didirikan pada 1847, ketika misionaris Marist (Katolik) membangun sebuah misi di Muyua. Hal itu berlangsung hanya 8 tahun. Masyarakat Misionaris London memulai misi di sepanjang pesisir selatan pada 1870. Pada tahun 1891, Kristen Anglikan memulai sebuah misi di Dogura dan Dobu dan Gereja Metodis memulai misinya di Dobu.

Dua titik balik pertempuran Perang Dunia II di Teluk Milne pada tahun 1942. Dalam pertempuran laut Coral, 5-8 Mei, Angkatan Laut Amerika dan Australia berhasil memukul mundur kapal Jepang yang bermaksud menyerang Port Moresby. Pada 7 September, tentara Australia memaksa Jepang melepas Teluk Milne setelah 12 hari pertempuran besar di daerah Alotau. Kemenangan itu merupakan kemenangan pertama pasukan sekutu di Pasifik.

 

6. ORO

 

 

Oro merupakan provinsi yang jarang penduduknya di daerah pegunungan dan dataran di pantai utara. Tanah subur bekas abu vulkanik memberikan wilayah Popondetta-Ilimo-Kokoda sebagai wilayah tanah pertanian terbesar dan terbaik di daratan. Skema pemukiman di Oro telah menarik ratusan keluarga untuk menanam karet, kelapa sawit, kakao, kopra, atau sapi. Perkebunan kelapa sawit Higaturu dekat Popondetta seluas 9600-ha merupakan perkebunan kelapa sawit terbesar. Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi kerusuhan sosial antara masyarakat Oro dan penduduk liar. Kupu-kupu Ratu Alexandra merupakan kupu-kupu terbesar di dunia yang terdapat hanya di Oro.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 96 318 warga dan 173 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 22 800 km2.

3)      Anggota parlemen: 3.

4)      Kantor Pusat: Popondetta.

5)      Kabupaten; warga negara; dan bahasa utama:

a)      Afore; 10 348; Managalasi, Yareba, Bauwaki.

b)      Kira; 2359; Guhu-samane.

c)      Ioma; 7781; Binandere, Aeka.

d)     Kokoda; 11 966; Hunjara, Barai, Aomie, Gunung Koiari.

e)      Popondetta; 53 510; Orokaiva, Notu, Ambasi.

f)       Tufi; 10 354; Korafe, Arifamia-Miniafia, Maisin, Baruga.

 

  1. Sejarah

Sebelum berhubungan dengan bangsa Eropa, orang-orang Oro telah tinggal di desa-desa kecil yang tersebar dan mereka menanam talas dan ubi sebagai sumber makanan pokok. Masyarakat pesisir memperdagangkan kerang, kapur, periuk tanah liat, piring kayu, kaca vulkanik dan sampan. Mereka berdagang dengan orang-orang pedalaman untuk mendapatkan bulu, kulit reptil, kain dan pinang.

Penambang emas asing pindah ke Yodda-Kokoda pada tahun 1895. Pemerintah Kolonial Inggris membuka stasiun di Kokoda 1898 karena masalah antara penduduk setempat dan para penambang. Anglikan memulai sebuah misi di Wanigela pada tahun 1898 dan di Mamba, di dekat Kokoda pada tahun 1899.

Pasukan Jepang menginvasi Oro, antara Buna dan Gona, pada 21 Juli 1942. Pertempuran sengit pun berlangsung selama berbulan-bulan. Tentara Australia akhirnya berhasil menghalangi serangan Jepang di Pegunungan Imita, Central, pada pertengahan September. Pasukan Jepang menguasai Kokoda pada 2 November. Pasukan Australia dan Amerika memaksa Jepang keluar dari Oro pada 23 Januari 1943. Kebanyakan warga desa melarikan diri dari zona pertempuran, tetapi banyak penduduk Papua Nugini yang bertugas sebagai tentara atau tenaga kerja perusahaan pengangkutan menderita luka atau meninggal karena luka-luka, penyakit atau kelelahan.

Pada tanggal 21 Januari 1951, letusan dahsyat Gunung Lamington membunuh 2942 orang. Letusan ini merupakan bencana alam terbesar dalam sejarah Papua Nugini. Gas panas dan semburan batu menghancurkan segala sesuatu dalam radius 175 km2 di wilayah lereng pegunungan bagian utara. Letusan ini juga menyerang Higaturu dan Sekolah Peringatan Marty (Martyrs’ Memorial School) di Sangara, yang Anglikan bangun pada 1948, sebagai tanda peringatan untuk mengenang pendeta-pendeta yang dibunuh oleh Jepang. Insinyur Tentara Australia dengan cepat membangun jalan dan bangunan kota untuk membuat Popondetta sebagai markas distrik baru. Sekolah Peringatan Marty dibangung kembali di Agenahombo. Bulan Oktober 1960, George Ambo, dari sebuah desa dekat Gona, diangkat menjadi uskup Anglikan. Dia adalah uskup pertama di Papua Nugini.

 

7. MOROBE

 

 

Morobe merupakan provinsi yang memiliki populasi penduduk terbesar dan karakter yang paling beragam di Papua Nugini. Provinsi ini memiliki beberapa iklim terbasah dan terkering di Papua Nugini, memiliki beberapa gunung tertinggi dan memiliki salah satu lembah yang terbesar. Lae (88172 orang) adalah kota terbesar kedua di PNG. Di daerah ini pesawat adalah transportasi penting. Budaya Morobe memiliki 98 jenis bahasa yang berbeda.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 377 756 warga dan ekspatriat 2361

2)      Luas tanah: 34 500 km2.

3)      Anggota parlemen: 10.

4)      Kantor Pusat: Lae

5)      Kabupaten; warga negara; dan bahasa utama:

a)      Finschhafen; 47177; Kate, Kube.

b)      Garaina; 7541; Guhu-Samane, Biaru-Waria, Gazili.

c)      Kabwum; 38685; Kimba, Timbe, Selepet.

d)     Kaiapit, hq di Mutzing; 36207; Adzera, Wantoat, Safeyoka.

e)      Huon, hq di Lae; 149591; Bukawac, Nabak, Wampar.

f)       Menyamya; 41711; Menya, Hamtai, Yagwoia.

g)      Mumeng; 16703; Mumeng, Mapos.

h)      Siassi, hq di Semo; 10103; Kovai, Mutu, Mangap.

i)        Wau; 30038; Hamtai, Biangi.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan telah menemukan alat batu dan jejak pemukiman manusia sejak 39000 tahun yang lalu di dekat Bobongara di pantai timur laur Huon. Penemuan ini adalah jejak awal pemukiman manusia di Papua Nugini atau Australia. Selat Vitiaz merupakan pusat jaringan perdagangan antara Britania Baru, Morobe dan Madang. Barang-barang yang diperdagangkan antara lain kerang, gigi anjing, kano, periuk, dan ukiran mangkuk.

Finschhafen dijadikan sebagai ibukota Jerman Guini Baru dari 1885 hingga 1892. Pemerintaha Jerman hanya sedikit mengembangkan Morobe. Namun, pendeta-pendeta Gereja Lutheran Jerman melakukan banyak misi gereja, termasuk satu di Lae pada tahun 1911. Menurut perkiraan terdapat 7000 tentara dan warga desa yang tewas di Morobe selama pertempuran antara Jepang dan sekutu dari tahun 1942 sampai 1944. Tugu Peringatan Perang dan makam terdapat di kebun botani di Lae. Terdapat Monumen Batu sebagai tanda banyak terjadi suatu pertempuran di tempat ini.

 

8. MADANG

 

 

 

Madang merupakan provinsi yang memiliki banyak puncak tertinggi, memiliki gunung berapi yang paling aktif, dan memiliki percampuran bahasa terbesar (175 bahasa) di Papua Nugini. Kota Madang adalah kota berpenduduk terbesar ketiga di PNG (27181 orang). Gula Ramu dan penggilingan kayu Jant/Gogol merupakan industri yang mempekerjakan karyawan terbanyak di Papua Nugini sedangkan pengalengan tuna di Alexishafen merupakan industri yang mempekerjakan karyawan terbanyak kedua setelah Gula Ramu dan penggilingan kayu Jant/Gogol. Provinsi ini merupakan produsen kopra dan sapi kedua terkemuka di PNG dan produsen coklat terkemuka ketiga. Sebagian besar wilayah ini masih jauh dari jalur transportasi dan perkembangannya lambat.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 252411 warga dan 784 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 29000 km2.

3)      Anggota parlemen: 7.

4)      Kantor Pusat: Madang.

5)      Kabupaten; warga negara; dan bahasa utama:

a)      Bogia; 51468; Manam, Mikarew, Katiati, Tangu, Tani.

b)      Karkar; 29296; Takia, Waskia.

c)      Madang; 87700; Amele, Gedaged, Mugil, Garuh, Garus.

d)     Ramu Tengah, hq Aiome; 33097; Kalam, Rao, Kobon, Maring.

e)      Pantai Rai, hq Saidor; 23237; Nahu, Rawa, Mebu, Nankina.

f)       Ramu Atas, hq Walium; 27613; Gende, Girawa, Rawa, Sumau.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan telah menemukan bukti adanya pemukiman manusia sejak 12000 hingga 15000 tahun yang lalu di dekat Simbai. Baru-baru ini, orang-orang Yabob dan Bilbil menggunakan sampan besar untuk menjual periuk mereka dari Pulau Karkar hingga Morobe barat. Mereka merupakan bagian dari jaringan perdagangan Selat Vitiaz. Bundi adalah pusat perdagangan antara Teluk Astrolabe dan dataran tinggi. Barang perdagangan meliputi kerang, garam, periuk dari tanah liat, dan mangkuk kayu dari dataran rendah dan kapak batu, bulu, dan perempuan dari Asaro, Simbu, dan lembah-lembah Jimi.

Hubungan dengan Bangsa Eropa di provinsi ini mulai terjadi pada tahun 1871, ketika ahli biologi Rusia Nicolai Miklouho-Maclay menjelajahi pantai Rai. Dia memperkenalkan nanas, mangga, kacang, labu, dan makanan baru lainnya. Kemudian, Jerman membangun perkebunan tembakau, kapas, dan kopi di Bogia dan di sekitar Teluk Astrolabe. Pada tahun 1886, Johannes Flierl memulai sebuah misi Gereja Lutheran di Simbang. Katolik mendirikan misi di Bogia pada tahun 1901 dan Alexishafen pada tahun 1904.

Tentara Jepang merebut kota Madang pada tanggal 1 Mei 1942, awal Perang Dunia II. Penduduk desa yang tinggal dekat instalasi Jepang menderita akibat pengeboman yang dilakukan oleh pesawat sekutu, kekurangan makanan, dan wabah penyakit. Pasukan Sekutu merebut kembali Madang pada 24 April 1944.

Setelah Perang Dunia II, orang-orang Madang membentuk kerja sama untuk menjual hasil panen mereka. Pada 1 November 1970, gempa bumi di area Adelbert menyebabkan 18 orang meninggal dan kerugian mencapai K[2] 1700000.

 

9. EAST SEPIK

 

 

Sepik Timur merupakan provinsi terbesar kedua di daerah daratan Papua Nugini dan salah satu yang paling terkenal di luar Papua Nugini. Topeng Suci, ukiran, dan tembikar dari Sepik Timur berada di museum-museum di seluruh dunia. Saat ini orang-orang Sepik membuat benda-benda tersebut untuk dijual kepada turis dan pembeli komersil. Kopi robusta dan kakao merupakan sumber pendapatan lainnya bagi penduduk Sepik. Namun, dapat dikatakan provinsi ini nyaris terbelakang. Sungai Sepik adalah jantung provinsi ini, tetapi alirannya sering menyebabkan banjir. Daerah lain ditutupi oleh padang rumput yang tidak subur. Setengah dari populasi yang padat penduduknya terletak di bukit utara sungai. Gizi buruk merupakan masalah di provinsi ini. 13,7% dari orang yang lahir di Sepik Timur telah pindah ke provinsi lain.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 253 814 warga dan 557 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 42 800 km2

3)      Anggota parlemen: 7

4)      HQ: Wewak

5)      Kabupaten; penduduk warga negara; dan bahasa utama:

a)      Ambunti; 31 223; Iwam, Kwoma, Manambu, Chambri.

b)      Angoram; 48 394; Iatmul, Angorarn, Kambot, Banaro.

c)      Maprik; 111 302; Abelam, (Abulas), Kwanga Arapesh Selatan.

d)     Wewak; 62 895; Boiken, Sawos, Gunung Arapesh, Kairiru.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya bahwa Sepik merupakan rute utama migrasi ke dataran tinggi selama ribuan tahun. Berbagai bahasa di Sepik Timur menunjukkan serangkaian migrasi yang pernah terjadi. Kerang dari pantai dan kapak pisau dari Sandaun (Sepik Barat) adalah barang-barang yang diperdagangkan ke dataran tinggi.

Jerman menganeksasi area Sepik pada tahun 1884, tetapi Jerman tidak banyak mengembangkan area tersebut. Jerman merekrut buruh untuk bekerja di perkebunan dari tempat lain. Wewak memulai sebuah misi Katolik pada tahun 1912. Setelah tahun 1914 Australia menguasai Sepik dan melakukan pembangunan baru di daerah ini.

Tentara Jepang mengambil alih Sepik Timur pada Maret 1942, awal Perang Dunia II. Pertempuran antara pasukan sekutu dan Jepang mengakibatkan kerusakan berat di distrik Wewak dan Maprik pada April 1944. Jepang menyerah di Tanjung Wom pada bulan September 1945. Tentara Jepang membunuh banyak binatang untuk makanan, sedangkan tentara sekutu melakukan pengeboman yang berakibat hancurnya desa-desa dan pohon-pohon penghasil makanan. Sepik Timur menjadi sebuah distrik yang terpisah pada tahun 1966. Misi Katolik dan Aliansi Evangelikal memimpin sebuah misi yang menyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan.

 

10. SANDAUN

 

 

Sandaun (dahulu Sepik Barat) adalah sebuah provinsi yang besar sekaligus terbelakang di Papua Nugini yang terletak di utara berbatasan dengan Irian Jaya. Pemukiman terbanyak di wilayah ini terletak di daerah Aitape dan pegunungan Torricelli. Masih banyak daerah di Sandaun yang tidak didiami orang. Sandaun memiliki 95 bahasa lokal (rata-rata kurang dari 1400 bahasa per penutur). Transportasi sangat terbatas di wilayah ini. Vanimo merupakan daerah yang memiliki kayu-kayu terbesar di Papua Nugini. Penebangan dimulai pada tahun 1985 dan telah membawa beberapa kemajuan pembangunan. Sandaun berasal dari bahasa tok pisin yang berarti terbenamnya matahari – tempat dimana matahari terbenam paling akhir di Papua Nugini.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 139 011 warga dan 906 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 36 300 km2.

3)      Anggota parlemen: 5.

4)      Kantor Pusat: Vanimo.

5)      Kabupaten; warga negara; bahasa utama:

a)      Aitape; 24 750; Sissano, Olo, Warapu, Gunung Arapesh.

b)      Amanab; 21 848; Abau, Amanab, Waris, Anggor.

c)      Lumi; 28 162; Olo, An, Namie.

d)     Nuku; 25 583; Kwanga, Mehek, Au, Yil.

e)      Telefomin; 21 319; Oksapmin, Telefol, Tifal, Mianmin.

f)       Vanimo; 17 349; Fas, Kilmeri, Vanimo.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya orang-orang mulai memasuki Papua Nugini melalui sepanjang pesisir Sandaun (Sepik Barat) lebih dari 40.000 tahun yang lalu. Pendatang baru mendorong pendatang sebelumnya menuju ke pedalaman. Masyarakat pesisir telah melakukan hubungan dengan pedagang Cina dan Melayu ratusan tahun yang lalu. Om di Distrik Lumi merupakan daerah sumber penghasil kapak batu dan pisau.

Misionaris Katolik (Anggota Gereja Tuhan Internasional) melakukan sebuah misi di Tumleo dekat Aitape pada tahun 1896. Pemerintah kolonial Jerman dan Australia hanya sedikit mengembangkan wilayah ini. Perekrut tenaga kerja mempekerjakan orang-orang Sandaun untuk bekerja pada perkebunan kopra di daerah lain.

 

11. SOUTHERN HIGHLANDS

 

 

Dataran Tinggi Selatan (Southern Highlands) adalah sebuah provinsi yang tidak rata tanahnya, terpencil, padat penduduknya, dan pertumbuhan ekonominya lambat. Pertanian merupakan penghidupan utama di wilayah ini. Tradisi pertarungan antar-suku, tetap dijaga eksistensinya. Southern Highlands merupakan provinsi yang memiliki tingkat pendidikan, melek huruf, pendapatan ekonomi dan upah kerja yang paling rendah di Papua Nugini. Banyak orang yang pindah ke provinsi lain untuk bekerja. Hujan deras dan biaya pengangkutan yang tinggi telah menjadi hambatan terbesar untuk pengembangan provinsi ini. Proyek minyak Kutubu di selatan distrik Nipa dan ladang gas Hydes dekat Tari telah membuka lapangan pekerjaan dan pemberdayaan masyarakat di daerah ini.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 316 987 warga dan 450 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 23 800 km2.

3)      Anggota parlemen: 9.

4)      Kantor Pusat: Mendi.

5)      Kabupaten; warga negara; bahasa utama:

a)      Ialibu; 30 093; Kewa, Imbong’gu, Wiru.

b)      Kagua; 45 496; Kewa, Sau, Wiru, Podopa.

c)      Koroba; 40 108; Hewa Duna, Huli.

d)     Mendi; 57 102; Angal (Mendi).

e)      Nipa; 65 453; Angal, Foi, Fasu.

f)       Pangia; 24 459; Wiru.

g)      Tari; 54 276; Huli, Kaluli.

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya Dataran Tinggi Selatan telah dihuni oleh manusia selama lebih dari 20000 tahun. Mereka menemukan bukti berupa alat batu dekat Mendi yang mungkin digunakan untuk menggiling talas menjadi pasta makanan. Beberapa alat batu tersebut telah dianggap sebagai batu ajaib. Penduduk Dataran Tinggi Selatan merupakan pedagang perantara antara Teluk Papua (kerang) dan dataran tinggi (garam, kapak). Orang-orang daerah Danau Kutubu membawa minyak dari pohon tigasso dalam perdagangan ini. Minyak ini digunakan oleh penduduk Dataran Tinggi untuk mempercantik tubuh mereka.

Mayor Pertama Patroli Kolonial Australia mencapai Dataran Tinggi Selatan di pertengahan tahun 1930-an. Pada tahun 1951 Dataran Tinggi Selatan menjadi sebuah distrik dengan Mendi sebagai ibukotanya. Batas-batas baru di Dataran Tinggi Selatan ditetapkan pada tahun 1973. Unit Teknik Mesin Angkatan Darat Australia telah membangun sebagian jalan dan jembatan di provinsi ini sejak 1971. Pada tahun 1974, jalan di Dataran Tinggi telah mencapai Mendi. Jalan tersebut mencapai Koroba pada tahun 1981, menghubungkan Mendi dengan daerah barat yang lebih padat. Aliansi Evangelikal, Katolik, Inggris, dan Lutheran melakukan sebuah misi berupa pelayanan pendidikan dan kesehatan.

 

12. WESTERN HIGHLANDS

 

 

Dataran Tinggi Barat (Western Highlands) memiliki pegunungan tertinggi dan beberapa lembah terbesar di Papua Nugini. Tanah yang kaya akan abu vulkanik menjadikan tanah sepanjang 80 km di Lembah Wahgi menjadi salah satu wilayah pertanian paling produktif di Papua Nugini. Provinsi ini menghasilkan dua-perlima dari ekspor kopi dan teh di Papua Nugini. Provinsi ini juga memproduksi sayuran untuk supermarket di kota. Gunung Hagen adalah pusat transportasi dan perdagangan untuk 3 Provinsi dataran tinggi Barat. Orang-orang Dataran Tinggi Barat telah belajar menumbuhkan tanaman sejak 9000 tahun, membuat mereka menjadi petani tertua dunia. Provinsi ini memiliki kepadatan penduduk tertinggi dari setiap provinsi (sekitar 37 orang/km2). Kebanyakan dari mereka tinggal di lembah utama 1500-1800 m dpl. Pertempuran antar-suku sering terjadi di daerah Gunung Hagen-Baiyer-Nebilyer.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 335 592 warga dan ekspatriat 586.

2)      Luas tanah: 8500 km2.

3)      Anggota parlemen: 8.

4)      Kantor Pusat: Gunung Hagen.

5)      Kabupaten; warga negara; bahasa utama:

a)      Hagen Central, hq di Gunung Hagen; 108 629; Melpa, Gawigl.

b)      Hagen Utara, hq di Muglamp; 86 134; Melpa, Enga Kayaka.

c)      Jimi, hq di Tabibuga; 33 354; Ganja, Narak, Maring, Kalam.

d)     Tarnbul; 28 374; Gawigl.

e)      Wahgi, hq di Minj; 79 101; Wahgi.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya orang-orang telah tinggal di rawa-rawa Kuk dekat Gunung Hagen sejak 20000 tahun yang lalu. Mereka telah berkebun 9000 tahun yang lalu. Pemburu dan pengumpul makanan hidup di gua-gua di Yuku dekat Sungai Baiyer 12 000 tahun yang lalu. Mereka telah makan babi dari 10000 tahun yang lalu dan telah menjadi petani dan pedagang sejak 6500 tahun yang lalu.

Patroli Australia pertama dipimpin oleh Jim Taylor dan Leahy bersaudara memasuki Dataran Tinggi Barat pada tahun 1933. Pastur William Ross memimpin misionaris Katolik ke daerah Gunung Hagen pada tahun 1934, tetapi kegiatan mereka dibatasi oleh pemerintah sampai pertengahan 1940-an. Ekspatriat mulai menanam kopi di awal 1950-an. Tanaman harus diangkut ke Madang oleh pesawat hingga awal 1960-an, ketika Jalan Dataran Tinggi ke Lae diperlebar hingga cukup untuk penggunaan perdagangan. Perkebunan teh mulai didirikan di dekat Minj pada tahun 1964. Sejak itu, telah ada reklamasi skala besar tanah-tanah rawa Wahgi untuk tanaman teh ini. Pada tahun 1970, penduduk desa menyelesaikan jalan yang menghubungkan lembah Jimi dengan Lembah Wahgi di Banz.

 

13. EASTERN HIGHLANDS

 

 

Dataran Tinggi Timur merupakan provinsi Dataran Tinggi yang paling berkembang. Dataran Tinggi Timur memiliki harapan hidup 53.1 tahun, tertinggi di dataran tinggi, dan keempat tertinggi di Papua Nugini. Pembangkit Listrik Ramu di Yonki menghasilkan listrik untuk Dataran Tinggi Timur dan 6 provinsi lain.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 298 502 warga dan 2146 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 11 200 km2.

3)      Anggota parlemen: 9.

4)      Kantor Pusat: Goroka.

5)      Kabupaten; penduduk warga negara; dan bahasa utama:

a)      Goroka; 98 790; Gahuku-Asaro, Benabena, Siane.

b)      Henganofi; 37 671; Kamano.

c)      Kainantu; 80 838; Gadsup, Agarabi, Tairora.

d)     Lufa; 30 485; Kamano-Yagaria, Gimi.

e)      Marawaka; 11 814; Baruya, Sirnbari, Yagwoia.

f)       Okapa; 38 904; Fore, Gimi, Auyana.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya orang-orang telah tinggal di tempat tinggal dari batu di lembah Lamari 18000 tahun yang lalu dan di Kafiavana, di Lembah Asaro, Goroka Selatan 11000 tahun yang lalu. Orang-orang di Kafiavana memiliki hubungan dagang dengan orang-orang pesisir selama 9000 tahun yang lalu.

Misionaris Gereja Lutheran menjelajahi Lembah Asaro dan Lembah Bena Bena pada tahun 1927. Pencari emas Australia tiba di tahun 1930-an. Hubungan dengan Eropa umumnya terjadi secara damai. Pada tahun 1935, Pastor Buko Usemo, seorang penginjil Lutheran dari Finschhafen, menjadi pemukim pertama di Goroka.

Selama Perang Dunia II (1942-45), banyak penduduk desa yang bekerja sebagai tenaga kerja perusahaan pengangkutan atau buruh untuk sekutu yang membangun landasan terbang sementara dan alat penangkis serangan kapal udara di Dataran Tinggi Timur. Jepang mengebom Goroka beberapa kali selama akhir 1943. Dataran tinggi Timur juga dijadikan pusat istirahat untuk pasukan sekutu dan sumber sayuran segar.

Pada tahun 1946, Goroka menjadi pusat administratif untuk dataran tinggi dan jaringan udara utama dengan Madang sebagai pelabuhan terdekat. Jalan pertama yang menghubungkan Goroka dengan Lae selesai pada awal 1950-an. Ekspatriat mulai menanam kopi Arabika di daerah Kaintantu dan Goroka.

 

14. SIMBU

 

 

Simbu (juga dikenal sebagai Provinsi Chimbu) merupakan wilayah pegunungan kecil di tengah dataran tinggi Papua Nugini. Daerah ini merupakan produsen kopi terkemuka ketiga di Papua Nugini. Simbu terkenal karena kemampuannya untuk menumbuhkan tanaman di sisi pegunungan yang curam. Simbu adalah provinsi kedua yang paling padat penduduknya, 31 orang per km2 (4 kali dari rata-rata nasional). Karena terlalu padat dan kurangnya kesempatan kerja di daerah ini, menyebabkan seperlima dari orang-orang Simbu pergi ke daerah lain. Laju pertumbuhan di Simbu 0.3 persen per tahun adalah yang terendah di Papua Nugini. Penduduk usia muda memiliki jumlah tertinggi di Simbu.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 183 649 warga dan 200 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 6181 km2.

3)      Anggota parlemen: 7.

4)      Kantor Pusat: Kundiawa.

5)      Kabupaten; warga negara; bahasa utama; (bahasa dialek Simbu):

a)      Chuave; 31 241; Elimbari, Chuave, Siane-Komunku, Lambau

b)      Gembogl; 17 048; (Kuman, Nagane).

c)      Gumine; 32 858; (Golin, garam-Yui, Yuri, Kia, Keri, Era), Nomane

d)     Karimui; 12 204; Mikaru Daribi, Pawaia, Bomai

e)      Kerowagi; 36 251; (Kuman, Kombugl).

f)       Kindiawa; 36 537; (Kuman, Dom), Naur, Narku, Nongumugl.

g)      Sinasina; HQ di Kamtai; 17 510; (Tabare, Guna).

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya bahwa orang-orang telah tinggal di Nombe, dekat Chuave 24000 tahun yang lalu. Gua-gua pemakaman purba terletak di Gunung Elimbari dekat Chuave. Bangsa Eropa pertama kali memasuki Simbu pada April tahun 1933. Misi Katolik dan Gereja Lutheran didirikan di lembah-lembah Utara pada tahun 1934. Pada tahun 1935, Misi Lutheran membangun lapangan terbang pertama dekat Kundiawa. Pemerintah Dewan Daerah didirikan pada tahun 1960. Mereka membantu membangun sekolah dan jalan. Simbu yang pada mulanya menjadi bagian dari Dataran Tinggi Timur, menjadi sebuah distrik yang terpisah pada tahun 1966.

 

 

15. ENGA

 

 

Enga merupakan provinsi terdingin, tertinggi, dan setidaknya merupakan provinsi yang berkembang. Sebuah perebutan ladang emas di Gunung Kare pada tahun 1988 dan pembukaan tambang emas besar di Porgera tahun 1990 telah memberikan provinsi ini kemakmuran. Tambang Porgera telah menyediakan pekerjaan, perumahan modern, dan pengembangan masyarakat dan infrastruktur di daerah. Namun, kebanyakan orang masih hidup dengan gaya hidup tradisional. Salju parah setiap beberapa tahun meminta banyak korban tanaman dan kehidupan.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 235 233 warga dan 328 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 12 800 km2.

3)      Anggota parlemen: 6.

4)      Kantor Pusat: Wabag.

5)      Kabupaten; penduduk; dan bahasa utama (dialek Enga):

a)      Kandep; 41 961; Enga (Kandepe), Katinja.

b)      Kompiam; 22 852; Enga (Sau, Kopona), Wapi, Lembena

c)      Lagaip, di Laiagarn; 50 973; Enga (Tayato, Yandapo), Nete

d)     Porgera; 16 385; Ipili, Hewa.

e)      Wabag; 59 698; Enga (Mai, Kaina, Malamuni).

f)       Wapenamanda; 43 364; Enga (Layapo, Kopona).

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan telah menemukan bukti bahwa orang telah berburu dan mengumpulkan makanan tinggal di gua di Yuku/Sungai Baiyer di perbatasan timur Enga 12100 tahun yang lalu. Mereka menggunakan alat-alat yang mirip dengan yang ditemukan di Kosipe, Central, dan diyakini telah ada sejak 27000 tahun yang lalu. Orang-orang Yuku telah makan babi sejak 10000 tahun yang lalu. Mereka telah menjadi petani dan pedagang sejak 6500 tahun yang lalu. Di daerah lain, bukti adanya pembukaan hutan mungkin untuk ladang pertanian sejak 4000 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa tanah yang subur di Enga berasal dari abu dari letusan gunung berapi besar di Pulau Panjang (Long Island), Madang, sekitar 250 tahun yang lalu.

Garam dari mata air di Sirunki ditukarkan dengan kerang, kapak, dan bulu burung. Salju menghancurkan kebun dan menyebabkan kelaparan parah di tahun 1941 dan 1972 di daerah Kandep, Laiagam, dan Porgera. Misionaris Katolik dan Gereja Lutheran tiba pada tahun 1947, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh pada tahun 1949. Pada tahun 1948, perebutan ladang emas kecil terjadi di Porgera. Pada tahun 1973, Distrik Enga dibentuk dari setengah Dataran Tinggi Barat dan sebagian dari Dataran Tinggi Selatan.

 

16. MANUS

 

 

Manus memiliki 208 pulau yang tersebar seluas lebih dari 220.000 km2. Manus merupakan provinsi dengan luas wilayah terkecil dan populasi yang paling sedikit dari provinsi manapun. Penduduknya bekerja sebagai nelayan dan petani. Kayu, kopra dan kakao adalah ekspor utama. Namun, pendapatan yang lebih besar di Manus diperoleh dari orang-orang muda berpendidikan yang bekerja di luar Provinsi Manus kemudian mengirimkan uang ke kampung halamannya.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 32 713 warga dan ekspatriat 127.

2)      Luas tanah: 2100 km2.

3)      Kantor Pusat: Lorengau

4)      Anggota parlemen: 2

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya orang Melanesia telah menetap di Admiralties lebih dari 10000 tahun yang lalu. Penduduk Mikronesia dari utara banyak menetap di Kepulauan Barat.

Manus adalah bagian dari wilayah yang diduduki Jerman pada 1884. Jerman mengembangkan perkebunan kelapa di banyak pulau. Mereka juga membawa penyakit disentri dan penyakit lainnya yang membunuh banyak orang di pulau-pulau tersebut. Gereja Lutheran mendirikan misi pada tahun 1914, Katolik memulai misi pada tahun 1920, dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di tahun 1930-an. Tentara Jepang mengambil alih Manus tanpa perlawanan yang berrarti pada bulan April 1942. Desa-desa Manus menderita kerusakan berat ketika pasukan sekutu merebut kembali pulau Manus setelah pertempuran selama 6 minggu pada awal 1944.

 

17. NEW IRELAND

 

 

Irlandia Baru memiliki 149 pulau-pulau yang tersebar seluas lebih dari 230000 km2. Provinsi Irlandia Baru merupakan eksportir terkemuka kayu dan kopra. Tuna dan emas juga merupakan sumber daya penting lainnya. Lihir memiliki salah satu tambang emas terbesar di dunia. Emas juga telah ditemukan di pulau-pulau terdekat dari Irlandia Baru.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 86 741 warga dan 258 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 9600 km persegi.

3)      Anggota parlemen: 3.

4)      Kantor Pusat: Kavieng.

5)      Kabupaten; warga negara; bahasa utama:

a)      Kavieng; 23 937; Tigak, Nalik, Kara.

b)      Konos; 13 508; Madak, Tabar, Notsi.

c)      Lihir; HQ di Potzlaka; 6805; Lihir.

d)     Mussau Emira; HQ di Palakau; 3234; Emira-Mussau.

e)      Namatanai; 26 925; Tangga, Patpatar.

f)       Hanover Baru, hq di Taskul; 12 332; Tungak.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya orang-orang telah tinggal di Irlandia baru setidaknya 30000 tahun yang lalu. Pemikiran ini didasarkan pada penemuan tempat tinggal dari batu di Namatanai. Terdapat pula bukti perdagangan 12000 tahun yang lalu. Tembikar Lapita yang berusia 3700 tahun telah ditemukan di Eloaua, dekat Mussau.

Metodis memulai sebuah misi di Kalili pada tahun 1875. Pada 1870-an, banyak penduduk Irlandia baru dipekerjakan pada perkebunan di Queensland dan Samoa. Pada waktu di bawah kekuasaan Jerman (1884-1914), kebanyakan orang Gunung diwajibkan untuk pindah ke pantai. Pada awal 1900-an, Jerman membangun jalan besar pertama di Papua Nugini (Jalan Raya Boluminski), untuk menghubungkan perkebunan di pesisir timur dengan Kavieng, satu-satunya pelabuhan yang layak. Misi-misi Katolik mulai menjalankan misi pada tahun 1901.

Tentara Jepang merebut Kavieng pada 23 Januari 1942, awal Perang Dunia II. Mereka menjadikan daerah Kavieng sebagai pelabuhan utama dan pangkalan pesawat. Pengeboman yang dilakukan oleh Sekutu membunuh banyak penduduk seperti halnya yang dilakukan oleh Jepang. Tapi sekutu tidak pernah menyerbu Kavien. Sekutu menerima pernyataan menyerah dari Jepang di Namatanai pada tanggal 19 September 1945.

 

 

18. EAST NEW BRITAIN

 

 

Britania Timur Baru terkenal akan produksi kopra, kakao, dan menguasai produksi kayu. Produksi tersebut sempat terganggu oleh letusan gunung berapi yang merusak pusat perdagangan Rabaul, pada September 1994. Gangguan tersebut hanya berefek sementara. Semenanjung Gazelle kaya akan tanah vulkanis. Namun, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan ketegangan sosial. Distrik Pomio di bagian selatan provinsi merupakan daerah terbelakang. Pemerintah provinsi mengembangkan jalan dan perumahan. Namun, banyak orang Pomio ingin membentuk provinsi terpisah.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 184 364 warga dan 1095 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 15 500 km persegi.

3)      Anggota parlemen: 5.

4)      Kantor Pusat: Rabaul.

5)      Kabupaten; penduduk warga negara; dan bahasa utama:

a)      Kokopo; 46696; Kuanua Baining.

b)      Pomio; 28 870; Mengen, Mamusi, Kol, Baining.

c)      Rabaul; 108 798; Kuanua, Duke of York, Baining.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya bahwa orang-orang telah menetap di Britania Timur Baru setidaknya 12000 tahun yang lalu. Perdagangan terjadi setidaknya 2500 tahun yang lalu. Orang-Orang Tolais, yang terdiri dari 2/3 dari penduduk Britania Timur Baru telah menyerbu Semenanjung Gazelle dari Irlandia Baru beberapa ratus tahun yang lalu. Mereka mendorong orang-orang Baining dan Sulka ke pegunungan.

Bangsa Jerman mulai membangun pemukiman permanen orang Eropa di Britania Timur Baru dengan pusat perdangangan kopra di Mioko, Pulau Duke of York, pada tahun 1874, dan di Pulau Matupit, Teluk Blanche, pada tahun 1876. George Brown memulai misi Methodist di Port Hunter, Duke of Yorks, pada tahun 1875. Imam-imam Katolik mulai bekerja di pantai utara Rabaul pada tahun 1882. Pada tahun 1883, kebun kelapa ekspatriat yang pertama didirikan di Kokopo dan Katolik memulai misi Vunapope. Kokopo adalah markas Jerman Nugini Baru dari 1899-1910, ketika kota baru dan markas besar dibangun di Rabaul karena pelabuhannya yang lebih baik. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh mulai misi pada tahun 1929. Pada Mei 1937, gunung berapi Vulcan di Rabaul dan gunung berapi Tavurvur meletus hebat. Batu dan abu membunuh 507 orang dan menyebabkan banyak kerusakan.

Pasukan Jepang menguasai Rabaul pada 23 Januari 1942 dan menjadikannya sebagai basis utama mereka untuk Pasifik Selatan selama Perang Dunia II. Pasukan Sekutu mengebom secara bertubi-tubi wilayah Rabaul, tetapi tidak mencoba untuk merebut kembali Rabaul. Jepang menyerah pada bulan September 1945.

Pada tahun 1966, Britania Baru dibagi menjadi distrik Britania Timur dan Barat. Pada tahun 1984, banyak orang meninggalkan Rabaul dan perusahaan-perusahaan ditutup setelah serangkaian gempa bumi dan peringatan oleh para ilmuwan bahwa letusan gunung berapi mungkin akan terjadi. Letusan baru gunung berapi Tavurvur dan Vulcan pada September 1994 menewaskan 5 orang dan memaksa lebih dari 50000 orang untuk meninggalkan rumah mereka.

 

19. WEST NEW BRITAIN

 

 

Britania Barat Baru adalah provinsi di Papua Nugini yang memiliki gunung berapi, perkebunan kelapa sawit, dan pusat kayu. Provinsi ini juga terkenal akan produksi kopranya. Provinsi ini memiliki 5 Gunung berapi aktif dan 16 kawah yang tidak aktif atau mati. Banyak orang datang ke Britania Barat Baru sebagai buruh perkebunan atau penduduk liar pada perkebunan kelapa sawit. Seperempat dari populasi di provinsi ini lahir di luar provinsi. Konflik terjadi antara penduduk liar dan penduduk desa. Pemerintah Provinsi mengumumkan rencana untuk memulangkan 4800 penduduk liar dan penduduk desa. Britania Barat Baru juga memiliki tingkat kelahiran yang tinggi yang menyebabkan lahan menjadi semakin sempit dan menyebabkan konflik antar-suku di beberapa daerah.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 129 664 warga dan 526 ekspatriat.

2)      Luas tanah: 24 575 km persegi.

3)      Anggota parlemen: 3.

4)      Kantor Pusat: Kimbe.

5)      Kabupaten; warga negara; bahasa utama:

a)      Bialla; 25 720; Nakanai, Melamela.

b)      Gloucester; 12 009; Kaliai, Mok-Aria-Bibling, Kilenge.

c)      Kandrian; 21 630; Arawe, Moewehafen, Pulie, Rauto.

d)     Kimbe; 70 305; Bali-Witu, Bola, Kove-Kaliai, Mok Aria.

 

  1. Sejarah

Para ilmuwan percaya ‘mokmok’, uang tradisional rakyat Kaulong pedalaman telah digunakan sejak 20000 tahun yang lalu. Kaca Vulkanik dari Talasea diperdagangkan 12000 tahun lalu. Kaca Vulkanik dan Tembikar Lapita telah diperdagangkan ke Samoa dan Borneo 4000 tahun yang lalu. Terdapat bukti aktivitas manusia sejak 10000 tahun yang lalu di gua Misisil.

Britania Barat Baru menjadi sebuah distrik administratif yang terpisah pada tahun 1966, setelah 80 tahun di bawah pemerintahan kolonial Jerman dan Australia dari Rabaul. Pengembangan kecil terjadi selama masa kolonial, kecuali tersebarnya pengembangan perkebunan kelapa. Katolik memulai misi di awal 1900-an.

Tentara Jepang mengambil alih semua Britania Baru pada Januari 1942, awal Perang Dunia II. Pasukan sekutu menyerang Arawe dan Teluk Gloucester pada Desember 1943. Mereka menguasai sebagian besar wilayah Britania Barat Baru ketika Jepang menyerah kalah pada bulan September 1945.

Pada 1960-an, pemerintah membeli kawasan tanah subur yang luas, yang tidak terpakai antara Semenanjung Willaumez dan Teluk Open, untuk pengembangan pemukiman dan pertanian. Pada bulan Mei 1985, gempa bumi menyebabkan kerugian sebesar lebih dari K1 juta dekat Bialla.

 

20. NORTH SOLOMONS

 

 

Solomon Utara merupakan provinsi di Papua Nugini yang memiliki ekonomi paling produktif dan salah satu provinsi yang memiliki pemerintahan dan sistem pendidikan yang paling efektif sebelum terjadi pemberontakan yang menuntut pemisahan diri dari Papua Nugini pada tahun 1989. Program-program pemulihan sejak 1991 ditujukan untuk memperbaiki kondisi Provinsi Solomon Utara kembali seperti sedia kala. Pada tahun 1992 Solomon Utara menduduki peringkat kedua dalam ekspor kakao dan kelima dalam kopra. Sebelum mengalami peristiwa pemberontakan, provinsi ini menduduki peringkat pertama dalam ekspor kakao dan yang kedua dalam kopra. Tambang tembaga/emas yang besar di Panguna memiliki cadangan bijih yang cukup untuk dapat dibuka kembali pasca pemberontakan.

 

  1. Ringkasan

1)      Populasi: 154 000 (perkiraan).

2)      Luas tanah: 9300 km persegi.

3)      Anggota parlemen: 4

4)      Kantor Pusat: Arawa

5)      Distrik; warga negara; bahasa utama:

a)      Buin; 45 048 (perkiraan); Buin, Siwai, Nagovisi, Banoni.

b)      Buka, hq Buka; 713 50 (perkiraan); Halia, Teop, Solos, Nehen.

c)      Kieta; 58 239 (perkiraan); Nasioi, Rotokas, Eivo.

 

  1. Sejarah

Penemuan-penemuan terbaru menunjukkan bahwa orang-orang telah tinggal di Buka setidaknya 28000 tahun yang lalu. Perusahaan Jerman Nugini Baru (The German New Guinea Company) mulai berdagang dengan orang-orang Solomon Utara di tahun 1800-an. Perusahaan Jerman tersebut merekrut laki-laki untuk bekerja di perkebunan. Katolik (Marists) memulai sebuah misi di Kieta pada tahun 1901. Metodis memulai misinya di Siwai pada tahun 1920 dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Lavelai pada tahun 1924.

Tentara Jepang mengambil alih Solomon Utara awal tahun 1942, pada awal Perang Dunia II. Pasukan Amerika merebut kembali Torokina pada 1 November 1943. Mereka menggunakannya sebagai sebuah pangkalan udara untuk mengebom markas Jepang di Rabaul.

North Solomon adalah pusat dari pergerakan untuk melepaskan diri dari kendali Australia di tahun 1960-an dan awal 1970-an. Pergerakan-pergerakan ini muncul akibat perselisihan atas penggunaan tanah untuk Perusahaan Tambang Bouganiville (BCL: Bougainville Copper Limited) di Panguna dan menuntut agar pemilik tanah mendapat kompensasi yang sepadan atas aktivitas pertambangan di tanah mereka.

Pada tahun 1974, pemimpin Solomon Utara memenangkan hak untuk mengatur pemerintah provinsi yang akan berbagi keuntungan tambang dengan pemilik tanah. Pada tahun 1975, ancaman pemisahan lain muncul setelah Dewan Majelis gagal untuk membuat pemerintah provinsi menjadi bagian dari Konstitusi Papua Nugini. Pada 1 September (hanya dalam tempo 2 minggu sebelum kemerdekaan), pemberontak mengangkat bendera Republik Solomon Utara di Kieta.

Antara 1972 dan 1989, Pertambangan Panguna berkontribusi sebesar K1.000.000.000 dalam pajak dan deviden kepada pemerintah nasional. Pendapatan ini memberikan Provinsi Solomon Utara tingkat upah tinggi dan membuka banyak pekerjaan lain di industri jasa. Namun, pemilik tanah Panguna tetap marah atas gangguan yang disebabkan oleh tambang dan pembagian keuntungan untuk mereka yang relatif kecil (K23000000).

Pemberontakan yang dipimpin oleh Francis Ona melancarkan kampanye sabotase dan pembunuhan, yang memaksa BCL untuk menutup tambang pada 15 Mei 1989. Ona menuntut pemisahan dari Papua Nugini, penutupan tambang secara permanen, dan kompensasi sebesar K1000000000. Tindakannya didukung oleh beberapa pemimpin gereja dan ekspatriat yang kritis terhadap kerusakan lingkungan dan gangguan sosial yang disebabkan oleh adanya kegiatan penambangan tersebut. Tentara Revolusioner Bougainville (BRA: Bougainville Revolution Army) menarik dukungan dari luar area pertambangan. Pada bulan Juni 1989 pemerintah Papua Nugini mengirim tentara untuk melawan para pemberontak. Gencatan senjata ditandatangani oleh pemerintah dan BRA pada bulan Maret 1990. Semua polisi, tentara, dan pejabat pemerintahan ditarik dari Buka dan Bougainville. BRA menyatakan kemerdekaan dan pembentukan Republik Meekamui pada 17 Mei 1990. Bangsa-bangsa lain tidak mengakui republik ini. Pasukan pemerintah mendarat di Buka pada tanggal 13 September 1990 atas permintaan kepala adat setempat. Mereka melakukan pendaratan di Bougainville pada 13 April 1991. Pejuang perlawanan sukarelawan membantu pasukan pemerintah. Warga desa melarikan diri dari daerah-daerah yang dikuasai BRA untuk mencari keamanan dan penampungan di pemerintah pusat. Puncaknya, 60 000 orang (lebih dari sepertiga dari penduduk) tinggal di pusat.

Program pemulihan dipimpin oleh Sam Tulo, mantan Perdana Menteri Papua Nugini. Prioritasnya adalah pembentukan kembali hukum dan ketertiban, merawat orang-orang terlantar (tetap 33000 pada awal 1994), membangun sekolah, meningkatkan perawatan kesehatan, dan pembangunan kembali jalan, bandara dan infrastruktur lainnya. Bank Pembangunan Daerah (Rural Development Bank) menawarkan skema kredit khusus untuk mendorong bisnis baru.

 

  1. KONDISI PAPUA NUGINI PASCA KEMERDEKAAN

            Saat Papua Nugini hendak mencapai kemerdekaan, peralatan perang ditinggalkan dan diletakkan untuk digunakan dalam mengembangkan Papua Nugini. Bahkan hingga saat ini masih terlihat banyak Pondok dari Perang Dunia II masih berdiri. Namun, dampak utama perang terbukti sosial dan politik. Masuknya ekspatriat ke Papua Nugini, terutama Australia, memicu pertumbuhan ekonomi yang cepat. Ekspatriat tumbuh dari sekitar 6.000 hingga mencapai lebih dari 50.000 pada tahun 1971. Kolonialisme tidak populer di tahun 1950-an dan 1960-an dan Australia didesak untuk mempersiapkan Papua Nugini menuju kemerdekaan. Misi PBB mengunjungi Papua Nuginipada tahun 1962 dan menekankan bahwa jika orang tidak mendorong untuk kemerdekaan, maka Australia yang harusbertanggung jawab untuk melakukannya. Kebijakan Australia untuk memperkuat pendidikan dan melek huruf bertujuan untuk menciptakan kelompok sosial yang berpendidikan yang dapat menjalankan pemerintahan. [3]

            Pada tahun 1964, Dewan Majelis dengan 64 anggota dibentuk. Pemerintahan mandiri mulai diberlakukan pada tahun 1973, diikuti oleh kemerdekaan penuh pada 16 September 1975.

            Hukum dan ketertiban di Papua Nugini tidak menjadi masalah serius sampai 1990-an, hingga pengusaha mineral Papua Nugini mulai mengembangkan operasi pertambangan skala besar. Hal ini cepat menjadi kontributor terbesar kepada ekonomi, tetapi juga menjadi beban sosial, lingkungan, dan politik. Pada 1980-an dan 90-an, kegiatan pertambangan yang dilakukan mengakibatkan kerusakan berat. Perusahaan raksasa tambang emas dan tembaga, Ok Tedi,meracuni sungai Fly (Fly River), dan kemudian konflik ditambang tembaga Panguna di Pulau Bougainville berubah menjadi peperangan. Pemimpin pemberontak Francis Ona dan Tentara Revolusioner Bougainville (BRA) berjuang untuk melepaskan diri dari Papua Nugini. [4]

            Aktivitas penambangan tembaga di Bougainville sendiri mulai mengundang kontroversi ketika menjelang akhir dekade 1960-an, para penduduk asli Bougainville mengeluhkan bahwa mereka tidak mendapatkan kompensasi yang sepadan dari aktivitas penambangan tembaga di tanah mereka. Para pekerja tambang yang berasal dari golongan penduduk asli Bougainville juga mengaku bahwa mereka mendapat upah lebih rendah ketimbang pekerja non-Bougainville dan hanya diberi fasilitas seadanya. Selain masalah kompensasi dan upah, perusahaan Bougainville Copper Limited (BCL) juga dituduh melakukan perusakan lingkungan dengan membuang limbah pertambangan ke sungai-sungai yang digunakan penduduk.

            Keluhan dari penduduk Bougainville tersebut lantas diproses oleh Pengadilan Tinggi Australia mengingat pada periode tersebut, Papua Nugini termasuk Bougainville, masih berstatus sebagai bagian dari wilayah Australia. Hasilnya, Pengadilan Tinggi Australia pun memutuskan bahwa para penduduk lokal Bougainville memang mendapatkan kompensasi yang tidak sepadan. Kendati demikian, status Papua Nugini yang dianggap sebagai wilayah seberang lautan Australia membuat keputusan pengadilan tersebut sifatnya tidak mengikat sehingga masalah kompensasi untuk penduduk lokal Bougainville tetap terkatung-katung.

            Konflik Bougainville sangat merepotkan Papua Nuginiselama bertahun-tahun. Sejak tahun 1988 pemerintah Papua Nugini tidak berhasil menumpas pemberontakanseparatis Bougainville. Tentara Revolusioner Bougainville (BRA) yang menantang militer Papua Nugini hanya dengan busur dan panah itu sangatmenguasai medan. Tak heran jika mereka mampu bertahan dari gempuranmiliter Papua Nugini bersenjata lengkap selama 9 tahun sampai sekarang.

            Pada tahun 1996 Pemerintah Sir Julius Chan mempekerjakan tentara bayaran untuk mencoba menghancurkan pemberontakan di Bougainville. Akhirnya yang dipilih adalah konsultan militer Sandline International (SI), anakperusahaan dari Executive Outcomes (EO). EO adalah perusahaan yangmenjual jasa dan kekuatan militer. Meski terdaftar di London, perusahaan tersebut berpangkal di Afrika Selatan dan juga seringberoperasi di negara-negara Afrika. Dengan cepat mereka bias diterjunkan ke kancah konflik di negara mana pun. Keputusan menyewa jasa tentara bayaran Sandline International (SI), merupakan jalan keluar yang diambil menyusul kekalahan terus menerus tentara Papua Nugini dalam menumpas pemberontakan di Pulau Bougainville.Apa yang dilakukan Sir Julius Chan justru menimbulkanreaksi keras dari dunia internasional dan memaksa Sir Julius Chan untukmencari solusi damai melalui perundingan yang ditengahi oleh Selandia Baru dan Australia.

            Konflik separatisme di Bougainville berlangsung selama sekitar 10 tahun di mana konflik tersebut mengakibatkan korban tewas sebanyak 20.000 jiwa& kerugian material mencapai 2,5 milyar dollar AS.

            Pada bulan Maret 2002 pemerintah Papua Nugini mengesahkan undang-undang yang berisi pemberian otonomi dan perjanjian damai (Bougainville Peace Agreement) dengan penduduk Bougainville, serta menjamin suatu referendum untuk kemerdekaan penduduk Bougainville pada tahun 2020. Pemerintah otonom Bougainville dilantik pada tanggal 15 Juni 2005 dengan Joseph Kabui sebagai Presiden. [5]

     Kesepakatan damai antara Papua Nugini dan penduduk Bougainville sendiri sebenarnya tidak diterima oleh semua pihak. Francis Ona selaku pendiri kelompok Tentara Revolusioner Bougenville (BRA) contohnya, saat terjadi perundingan damai memilih untuk tidak datang sehingga ia enggan mengakui isi perjanjian damai tersebut hingga sekarang. Para milisi pengikutnya juga masih menguasai separuh Pulau Bougainville hingga sekarang. Untungnya, Ona sendiri memilih tetap bersikap pasif sehingga kondisi Pulau Bougainville tetap kondusif hingga Ona menghembuskan napas terakhirnya 24 Juli 2006.

  1. KONDISI PAPUA NUGINI SAAT INI
  1. Politik

Papua Nugini adalah anggota Negara-Negara Persemakmuran, dan Ratu Elizabeth II adalah kepala negaranya. Sudah diharapkan oleh konvensi konstitusional, yang menyiapkan rancangan konstitusi, dan oleh Australia, bahwa Papua Nugini akan memilih untuk tidak mempertahankan hubungan dengan monarki Inggris. Bagaimanapun, para pendirinya menganggap bahwa kaum terhormat kerajaan menganggap bahwa negara yang baru merdeka tidak akan mampu berbicara dengan murni melalui sistem kerajaan pribumi sehingga sistem monarki Inggris dipertahankan. Sang Ratu diwakili oleh Gubernur Jenderal Papua Nugini, saat ini Paulias Matane. Papua Nugini dan Kepulauan Solomon adalah dua entitas negara yang tidak biasa di antara Negara-Negara Persemakmuran, yakni bahwa Gubernur Jenderal secara efektif dipilih oleh badan legislatif bukan oleh cabang eksekutif, seperti di beberapa negara demokrasi parlementer.

Pada pemilihan umum yang dilaksanakan pada Juni dan Juli 2007, Perdana Menteri yang sedang menjabat Sir Michael Somare dari partai Aliansi Nasional memenangkan kursi terbanyak (27 dari 109). Pada pendudukan pertamanya, 13 Agustus, parlemen baru memilih Sir Michael sebagai Perdana menteri. Aliansi Nasional memimpin koalisi yang mencakup People’s Action Party, United Resources Party, Pangu Pati, People’s National Congress, People’s Democratic Movement dan beberapa partai kecil. Partai oposisi mencakupi Perdana Menteri Sir Mekere Morauta (Partai PNG), Sir Julius Chan (People’s Progress Party) dan Bart Philemon (New Generation Party).

Sir Michael mengumumkan dewan eksekutif nasionalnya (cabinet) pada tangga 29 Agustus 2007. Periode 18 bulan perpanjangan selama pemerintahan Somare bebas dari akhir mosi tidak percaya pada 13 Februari 2009.Pada juli 2010, Mahkamah Agung PNG mengatur bahwa bagian dari OLIPAC invalid secara konstitusional, termasuk persyaratan yang mengharuskan MPs untuk memilih sepanjang garis partai dalam hal keuangan dan mosi tidak percaya. Peraturannya juga membebaskan MPs untuk berhenti atau mengganti partai politik, sesuatu yang sebelumnya dilarang dibawah hukum itu.

  1. Ekonomi

Papua Nugini kaya akan sumber daya alam, tetapi eksploitasinya terkendala oleh rupa buminya yang rumit, tingginya biaya pembangunan infrastruktur, persoalan perundang-undangan yang serius, dan sistem status pertanahan yang membuat upaya pengenalan pemilik tanah untuk tujuan negosiasi perjanjian terhadapnya tetap saja menyisakan masalah. Pertanian memberikan penghidupan yang penting bagi 85% penduduk. Cadangan mineral, meliputi minyak bumi, tembaga, dan emas, menyumbangkan 72% perolehan ekspor. Negara ini juga memiliki industri kopi yang cukup bernilai. emas, bijih tembaga, minyak mentah dan gas alam, kayu, ikan, minyak sawit, teh, karet dan batang kayu. Apabila dirincikan, untuk produk kehutanan menyumbang 4% GDP, kelautan 1% GDP, pertanian sebesar 13% GDP dengan produk utama kopi, bijih cokelat, kelapa, minyak, kayu, teh dan vanilla, industry menyumbang 25% GDP: dengan sektor utama pada penghancuran kopra, proses pembuatan minyak, produksi tripleks, produksi kayu, pertambangan emas, perak dan tembaga; konstruksi, turis, produksi minyak mentah, produksi penyulingan minyak tanah, sedangkan mineral dan minyak yang paling banyak untuk GDP sebesar 82%.

Dalam perdagangan khususnya ekspor impor, PNG memiliki jumlah ekspor yang lebih besar daripada impornya. Komoditas yang diekspor berupa emas, bijih tembaga, minyak kayu, minyak kelapa sawit, dan kopi. Pasarnya berada di Australia, Jepang, Filipina, Jerman, Korea Selatan, Cina, USA, UK, Singapura, dan Malaysia. Sedangkan Impor berupa mesin dan perlengkapan transportasi, kendaraan, barang-barang manufaktur, makanan, bahan bakar minyak, dan kimia. Supply terbesar dari Australia, USA, Singapore, Jepang, Cina, New Zealand, Malaysia, Hong Kong, Indonesia dan UK.

Dalam hal pengelolaan mineral, kayu dan sektor perikanan dikuasai oleh investor asing. Pendapatan pemerintah bergantung pada ekspor mineral dan minyak. Pemilik lahan asli dari sumber kedua komoditas ini juga mendapat pendapatan dari setiap operasi yang dilakukan. Saat ini komoditas itu dikuasai oleh Exxon mobil dan Interoil dari Amerika Serikat.Sedangkan sekitar 75% populasi menggantungkan dirinya pada sector pertanian. Deforestasi mewarnai sector ini dikarenakan tidak adanya regulasi yang jelas dalam peraturan pembukaan lahan. Dalam sector perikanan, PNG memiliki industry tuna yang aktif, akan tetapi penangkapannya dilakukan oleh kapal bangsa lain dibawah lisensi PNG.Australia, Singapura dan Jepang adalah eskporter utama pada Papua New Guinea. Mesin, minyak, pertambangan dan penerbangan adalah ekspor kuat Amerika kepada Papua New Guinea.

Saat ini Exxon Mobil menguasai mayoritas dari cadangan gas alam dan pembangunan fasilitasnya. Menyusul Interoil Amerika yang mengoperasikan kilang minyak di Port Moresby dan telah menandatangani perjanjian dengan Korporasi Energi Dunia untuk membangun proyek LNG (Liquefied Natural Gas) kedua pada PNG. Dan saat ini Cina tengah gencar dalam proyek pengembangan tambang nikel di PNG.Dalam hal hubungan kerjasama multilateral dalam bidang ekonomi, PNG telah bergabung dalam APEC (Asean Pasific Economic Forum) sejak tahun 1993, kemudian masuk dalam WTO tahun 1996, juga sebagai observer di ASEAN dan anggota ARF, juga tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG).Sumber bantuan mayor lainnya kepada PNG adalah Japan, Uni Eropa, China, Taiwan, PBB, ADB, IMF, dan WB. Beberapa volunteer dari sejumlah negara dan misi pekerja gereja menyediakan pendidikan, kesehatan, dan pemberian bantuan pembangunan negara. Bantuan asing kepada PNG sekitar $46 per capita. Dana U.S $1.5 juta per tahun digunakan untuk proyek HIV/AIDS di PNG.

Perekonomian PNG ini jika dilihat secara seksama, terdiri dari sektor formal, sektor berbasis hukum dan sector informal. Sektor formal mengarah pada industri yang menyediakan basis pekerjaan yang sempit, terdiri dari pekerja kontrakkan dalam produksi mineral, sektor manufaktur yang relatif kecil, lapangan kerja yang kecil dalam sektor keuangan, sektor publik dan industri jasa, konstruksi serta transportasi.Jika dibandingkan dengan Negara Pasifik lainnya, PNG masih memiliki posisi ekonomi yang kuat, dengan jumlah simpanan yang banyak dan bertambah selama ledakan komoditas terjadi sebagai penyangga keuangan selama Krisis Ekonomi Global (Global Economic Crisis), dan sektor keuangan relatif terlindungi dari kegentingan kredit global.Pertumbuhan ekonomi di PNG diperkirakan kuat pada tahun 2010, dengan kontribusi dari sector domestic dan eksternal. Berdasarkan perkiraan Departemen keuangan, tahun 2010 pertumbuhan ekonomi akan naik mencapai 7.5% diatas estimasi tahun 2009 sebesar 5.5%.Inflasi turun pada tahun 2010 mendekati 5 %. Dengan itu, Departemen Keuangan dan Bank di PNG lebih memusatkan perhatian pada hal-hal yang akan meungkinkan inflasi kembali meningkat. Resiko terhadap perekonomian kemungkinan berasal dari LNG dan pertumbuhan sektor mineral. Pendapatan Pemerintah PNG mudah terkena imbas karena sangat tergantung pada perubahan peningkatan dari harga global untuk emas, tembaga dan minyak. Exxon Mobil, membawa proyek LNG pada kesempatan peningkatan pertumbuhan ekonomi bagi PNG dan diperkirakan dapat berkontribusi dalam meningkatkan 15-20% GDP. Australia dan PNG memiliki kesepakatan untuk membangun keefektifan, transparansi dari proyek pendapatan Negara didalam pemerintahan, dan pemerintah Australia telah memberikan pinjaman sebesar USD 500 juta untuk mendukung partisipasi Australia dalam pengembangan proyek tersebut. Hubungan Australia dan Papua New Guinea sangat dekat, ditandai dengan bantuan Australia untuk mewujudkan Kesejahteraan Keuangan Berdaulat untuk mengatur pendapatan secara efektif.

Mantan Perdana Menteri Sir Mekere Morauta berupaya untuk meletakkan kembali kesatuan perlembagaan negara, memantapkan mata uang kina, meletakkan kembali kemantapan anggaran nasional, memprivatisasi perusahaan-perusahaan umum yang dirasa cocok, dan memastikan kelestarian perdamaian Bougainville setelah tercapainya perjanjian 1997 yang mengakhiri ketegangan kaum separatis Bougainville. Pemerintah Morauta mencapai kejayaan ketika menarik dukungan internasional, khususnya mendapat dukungan dari IMF dan Bank Dunia demi mengamankan pinjaman bantuan pembangunan. Tantangan yang cukup hebat dihadapi oleh Perdana Menteri Sir Michael Somare, termasuk upaya memperkuat kepercayaan penanam modal, melanjutkan upaya privatisasi aset-aset pemerintah, dan memelihara dukungan dari anggota Parlemen.

Pada Maret 2006, Komisi PBB untuk Kebijakan Pembangunan menyeru agar status Papua Nugini sebagai negara berkembang diturunkan menjadi negara terbelakang karena kemandekan sosial dan ekonomi yang mulur. Tetapi, sebuah penilaian yang dilakukan IMF pada penghujung 2008 menemukan bahwa “paduan antara kebijakan moneter dan fiskal yang tepat, dan tingginya harga ekspor barang tambang dunia, telah mendukung mengambangnya pertumbuhan ekonomi dan memantapnya ekonomi makro terbaru Papua Nugini. Pertumbuhan PDB sejati, pada lebih dari 6% di tahun 2007, berlandasan luas dan diharapkan terus menguat pada 2008.”

  1. Kesehatan

Papua Nugini memiliki insiden HIV dan AIDS tertinggi di kawasan Pasifik dan merupakan negara keempat di Asia Pasifik yang memenuhi kriteria wabah HIV/AIDS yang diperumum. Rendahnya kepedulian terhadap HIV/AIDS adalah masalah pokok, khususnya di pedesaan. Pada awal dasawarsa 2000-an, hanya ada 5 dokter per 100.000 penduduk.

 

  1. Pendidikan

Masih banyak penduduk di negara ini yang belum melek aksara.Particularly women are affected. Ada banyak lembaga pendidikan di negara ini yang dikelola oleh gereja. Ini termasuk 500 sekolah Gereja Luther Injil Papua Nugini. Papua Nugini punya enam universitas yang terpisah dari lembaga-lembaga pendidikan tersier lainnya. Dua universitas yang didirikan adalah Universitas Papua Nugini yang berbasis di Distrik Ibukota Nasional dan Universitas Teknologi Papua Nugini yang berbasis di luar Lae, di Provinsi Morobe.

Empat universitas lainnya yang dulunya disebut college, didirikan baru-baru ini setelah memperoleh pengakuan pemerintah. Universitas tersebut adalah Universitas Goroka di Provinsi Pegunungan Timur, Universitas Firman Tuhan (dijalankan oleh Gereja Katolik) di Provinsi Madang, Universitas Pertanian Vudal di Provinsi Britania Baru Timur, dan Universitas Advent Pasifik (dijalankan oleh Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh) di Distrik Ibukota Nasional.

  1. Sosial Budaya

Penduduk di Papua New Guinea merupakan salah satu yang heterogen di dunia. Pertumbuhan penduduk pertahun menurut data sejak tahun 2005-2010 sebesar 2.0%. Keberagaman bahasa juga ditemukan disana. Setiap desa yang dilewati masing-masing memiliki bahasa yang berbeda. Tapi pada umumnya ada 3 bahasa yang digunakan yakni Inggris, Tok Pisin dan Motu. Dan diperkirakan terdapat sekitar 860 bahasa lainnya. Penduduk asing terdiri dari 1 % populasi. Setengah dari mereka adalah Australia, China, dan UK, New Zealand, Filipina, India, dan USA. Mereka semua adalah misionaris. Sejak kemerdekaan, sekitar 900 penduduk asing telah menjadi penduduk naturalisasi. Dalam hal pendidikan, jumlah melek huruf di Papua New Guinea terbilang cukup besar. Diperkirakan sekitar 49.3%.

Papua New Guinea memiliki beberapa ribu komunitas yang terpisah, yang berbeda bahasa, adat dan tradisinya masing-masing. Kemajemukan ini terkadang menjadi sumber konflik disana.Meskipun kebudayaannya bervariasi secara lebar, struktur sosial PNG pada umumnya termasuk karakter dibawah ini:

  1. Pertalian keluarga yang sangat kuat dan mengikat,
  2. Hubungan yang sederajat berdasarkan status yang diperoleh sendiri,
  3. Cinta yang begitu kuat terhadap tanahnya. Komunitas tradisional tidak mengakui transfer permanen atas kepemilikan ketika tanah dijual,
  4. Tanah dan barang kepemilikan lainnya di beberapa budaya bisa diwariskan pada perempuan. Tapi pada umumnya, perempuan diperlakukan rendah. Kekerasan gender menjadi endemic.
  5. Pola dan frekuensi aktivitas seksual (khususnya di area pedesaan) berkontribusi terhadap cepatnya penyebaran HIV saat ini,
  6. Kebanyakan penduduk masih sangat taat dengan pola kehidupan tradisional mereka yang berakar kuat dalam kehidupan dipedesaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Papua New Guinea atau Papua Nugini adalah sebuah negara yang terletak di bagian timur Pulau Papua dan berbatasan darat dengan Provinsi Papua di sebelah barat. Benua Australia di sebelah selatan dan negara-negara Oceania berbatasan di sebelah selatan, timur dan utara. Ibu kotanya, dan salah satu kota terbesarnya, adalahPort Moresby. Sejarah kolonisasi di Papua Nugini dimulai pada tahun 1884 dengan pembagian wilayan Papua Nugini menjadi dua yaitu Pemerintah Kekaisaran Jerman (German New Guinea) mengambil kepemilikan formal terhadap ¼ timur laut dan pulau-pulau yang berdekatan (termasuk Bougainville), sementara Protektorat Inggris (British New Guinea) mengklaim pesisis bagian selatan (area yang disebut Papua) dan pulau-pulau lainnya yang berdekatan.

Setelah Perang Dunia I, Australia diberi mandat untuk memerintah bekas Nugini Jerman oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sebaliknya, Papua dianggap sebagai Wilayah Eksternal Persemakmuran Australia, meskipun secara hukum masih milik Britania, sebuah isu yang penting bagi sistem hukum negara itu pasca-kemerdekaan 1975. Perbedaan dalam status hukum memberikan arti bahwa Papua dan New Guinea memiliki pemerintah yang sepenuhnya terpisah, yang kedua-duanya dikendalikan oleh Australia. Kemerdekaan tanpa peperangan dari Australia, kekuatan metropolitan de facto, muncul pada 16 September 1975, dan tetap bertalian dekat (Australia masih menjadi penyumbang bantuan dipihak terbesar bagi Papua Nugini).

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Lynne Armitage. “Customary Land Tenure in Papua New Guinea: Status and Prospects”.

McKinnon, Rowan., Jean-Bernard Carillet. 2008.Papua New Guinea and Solomon Island 8th Edition. Australia: Lonely Planet.

Queensland University of Technology, pdf. dalam http://dlc.dlib.indiana.edu/archive/00001043/00/armitage. Diakses pada   21april 2014.

http://andripradinata.blogspot.com/2011/05/papua-new-guinea.html

http://www.scribd.com/doc/147308333/Bentuk-Negara-Dan-Sistem-Pemerintahan-Negara-Kawasan-ASEAN-Akan-Secara-Singkat-Menyebutkan-Luas-Wilayah

http://republik-tawon.blogspot.com/2012/06/bougainville-pulau-indah-yang-dibakar.html. Diakses pada Sabtu, 12 April 2014, pukul 23.29 WIB.

Papua New Guinea

http://komunitaspecintasejarah.blogspot.com/2012/01/sejarah-papua-nugini-vanuatu-dan.html

 

[1] hq: headquarters (Kantor Pusat)

[2]K: Kina (Mata Uang Papua Nugini), (1K= 0.36 USD; Sumber: http://in.coinmill.com/PGK_calculator.html#PGK)

[3]RowanMc Kinnon dan Jean-Bernard Carillet, Papua New Guinea and Solomon Island 8th Edition (Australia: Lonely Planet, 2008),h. 29.

[4]Rowan Mc Kinnon dan Jean-Bernard Cariller, loc.cit

[5]Rowan Mc Kinnon dan Jean-Bernard Cariller, Ibid, h.31

interaksi sosial

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Pengertian Proses Sosial Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan gambaran aksi seseorang atau sekelompok orang yang mendapat reaksi dari pihak lainnya. Aksi dan reaksi tersebut disederhanakan dalam satu konsep yang disebut interaksi sosial atau lebih tepatnya antar-aksi.

Interaksi sosial merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis, artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. Kemungkinan yang muncul apabila satu manusia berhubungan dengan manusia yang lainnya adalah;

  • Hubungan antara individu satu dengan individu lainnya,
  • Individu dan kelompok, atau
  • Kelompok dengan kelompok.

Interaksi sosial apabila dua pihak bertemu, saling bertegur sapa, berjabat tangan, berbicara, bahkan termasuk apabila sampai terjadi pertengkaran, perkelahian dan sebagainya. Artinya, dari peristiwa-peristiwa tersebut ada salah satu pihak yang memberikan aksi dan pihak yang lain memberikan reaksinya, kemudian dimulailah kegiatan antara aksi dan reaksi tersebut.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antar kelompok tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.

Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi juga di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih nyata ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Jika antar kelompok terdapat kesamaan-kesamaan tertentu, maka akan terjadi kerja sama antar kelompok sosial. Sebaliknya, jika di antara kelompok-kelompok tersebut terdapat beberapa pebedaan, maka kemungkinan akan terjadi konflik antar kelompok sosial.

Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak jika terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin terjadi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan tersebut.

Interaksi sosial merupakan kegiatan manusia dengan manusia, bukan manusia dengan benda mati, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian selama aksi dan reaksi tersebut tidak terjadi antara manusia dengan manusia lainnya, maka aktivitas tersebut tidak dapat didefinisikan sebagai interaksi sosial.

Interaksi sosial antar individu dapat saja terjadi hubungan antara dua orang individu, misalnya hubungan tersebut berupa obrolan-obrolan, dua siswa bersama mengerjakan tugas, dan seorang siswa yang mendiskusikan pelajaran dengan gurunya. Sedangkan interaksi antara individu dengan kelompok terjadi antara satu orang sebagai salah satu pihak dengan suatu kelompok di pihak lainnya, misalnya seperti seorang dosen yang sedang memberi kuliah kepada mahasiswanya atau seorang pelatih sepak bola yang memberikan instruksi kepada tim asuhannya.

Biasanya interaksi sosisal antar kelompok dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan antar kelompok. Misalnya seperti kelompok mahasiswa yang melakukan demonstrasi kepada DPR karena ada alasan tertentu.

Dengan demikian, dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan suatu hubungan yang dinamis antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok dalam bentuk kerja sama, persaingan maupun pertikaian.

Jika interaksi sosial masih berdasarkan nilai dan norma yang berlaku, maka interaksi sosial tersebut dikatakan sebagai interaksi sosial yang normal. Sebaliknya, jika interaksi sosial sudah keluar dari batasan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, maka interaksi sosial tersebut dapat dikatakan interaksi tidak normal.

Terdapat beberapa kriteria agar hubungan antar manusia dapat dikatakan sebagai interaksi sosial, bukan hanya sebatas hubungan timbal balik antar manusia saja. Beberapa kriteria tersebut adalah sebagai berikut;

  1. Harus ada pelaku yang jumlahnya lebih dari satu, hal ini merupakan syarat mutlak, karena interaksi sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang individu saja.
  2. Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol berupa suara, gerakan, isyarat, tulisan, atau tanda tertentu sehingga dari kedua belah pihak saling menafsirkan apa maksud dari pihak yang lainnya.
  3. Ada dimensi waktu, yaitu lampau kini dan mendatang yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung.
  4. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pengamat

 

  1. Unsur-unsur dalam Interaksi Sosial
  2. Tindakan Sosial

Tindakan dari manusia dipahami melalui sudut pandang perilakunya. Tindakan manusia merupakan perbuatan perilaku atau aksi yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan manusia mempunyai tujuan yang sangat beragam dan kompleks. Tindakan manusia sebenarnya tidak jauh dari aktivitas yang saling memberikan aksi dan interaksi.

Tindakan sosial merupakan tindakan yang berhubungan dengan orang lain baik antar individu maupun antar kelompok. Hal ini kemudian memunculkan pemahaman bahwa tidak semua tindakan manusia termasuk tindakan sosial, karena yang dimaksud dengan tindakan sosial dibatasi dengan syarat bahwa tindakan tersebut mendapatkan respon ataupun reaksi dari pihak lainnya. Seorang ahli, yakni Max Weber, berpendapat tentang batasan tindakan sosial, yakni ‘tindakan seorang individu yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat’.

 

 

Tindakan manusia dibedakan dalam dua macam :

  1. Tindakan yang terorganisasi

Tindakan ini dilatarbelakangi oleh seperangkat kesadaran sehingga apa yang dilakukannya didorong oleh tingkat kesadaran yang berasal dari dalam dirinya.

  1. Tindakan yang dilakukan tanpa kesadaran

Tindakan refleks yang tidak dikategorikan tindakan sosial, sebab tindakan itu tidak terorganisasi melalui kesadaran diri.

Beberapa hal yang mempengaruhi proses terbentuknya tindakan terorganisasi manusia diantaranya;

  1. Imitasi

Imitasi merupakan tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di sekitarnya. Imitasi banyak dipengaruhi oleh tingkat jangkauan inderanya, yaitu sebatas yang dilihat, didengar, dan dirasakan.

Sejak lahir manusia mengimitasikan diinya sendiri, seperti mengulang kata-kata melalui mulutnya, mengucapkan lafal-lafal yang tidak memiliki arti. Tindakan ini dilakukan karena dia sedang belajar melafalkan kata-kata sekaligus melatih lidahnya melalui naluri. Kemudian ia mulai mengimitasi tindakan orang lain, terutama perkataan-perkataan orang lain seperti orang tua dan saudara kandung serta orang lain. Ia melihat, mendengar, dan merasakan setiap hari terhadap segala tingkah laku orang lain di sekitarnya. Di saat dia bisa melakukan tindakan secara otonom, dalam arti sudah dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan pihak lain seperti berjalan, memahami tindakan orang lain, maka ia mulai dikenalkan dengan mode, atau tatanan yang dapat dipahaminya secara berkesinambungan hingga akhirnya setelah tumbuh dewasa ia mulai mengenali tata pergaulan yang lebih luas yang akhirnya menjadi manusia yang kompleks. Manusia dalam fase ini sudah tidak hanya sekedar meniru, atau mempelajari pekerti orang lain, tetapi ia sudah memiliki kemampuan analitis kritis melalui akalnya.

 

 

  1. Sugesti

Sugesti biasanya diartikan dengan tingkah laku yang mengikuti pola-pola yang berada di dalam dirinya, yaitu ketika seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dalam dirinya lalu diterima dalam bentuk sikap dan perilaku tertentu. Dari sugesti tersebut, kemudian memunculkan norma-norma dalam kelompok, prasangka-prasangka sosial dan sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh kinerja akal yang setelah melalui proses belajar ia tidak hanya sekedar memindahkan apa yang ia respon atau ia tanggapi dari pihak luar, tetapi melalui akal ia mulai melakukan identifikasi dan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut terhadap apa yang ia tanggapi dari pihak luar, tetapi melalui akal ia mulai melakukan identifikasi dan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut tehadap apa yang ia tanggapi. Dalam studi-studi ilmu-ilmu sosial, sugesti dapat dirumuskan sebagai proses dimana seseorang menerima suatu cara penglihatan juga pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Akan tetapi kenyataannya tidak semua individu mampu melakukan sugesti ini, sebab ada beberapa individu yang memiliki kelainan jiwa. Bentuk kelainan jiwa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

1)   Hambatan berpikir.

Hambatan berpikir terjadi ketika hubungan di mana seseorang memberikan sugesti bersifat over pandangan sehingga orang yang dikenainya tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau berpikir kritis. Dalam hal ini orang yang terkena sugesti menelan saja apa yang dikatakan oleh pihak lain. Seseorang yang lelah berpikir atau daya proses pikirannya dikurangi maka ia akan kecil sekali memiliki dorongan untuk berpikir kritis, sehingga menerima apa adanya. Hambatan berpikir ini sering terjadi dalam doktrin-doktrin yang bersifat dogmatis, seperti dalam ajaran agama yang ortodoks, doktrin-doktrin politik, militer, dan sebagainya.

2)   Keadaan pikian yang terpecah-pecah

Keadaan pikiran seseorang terpecah-pecah ketika di dalam pikirannya mengalami kelelahan atau sedang mengalami kebingungan karena menghadapi kesulitan-kesulitan sehingga dengan kelelahan pemikiran yang dialaminya ia tidak bisa berpikir. Seseorang yang sakit parah, kemudian keluarganya mengalami kebingungan akhirnya pikirannya menjadi kalut, sehingga tidak berpikir jernih dan menurut saja apa kata orang lain untuk menyembuhkan penyakit keluarganya, misalnya pergi ke dukun.

3)   Otoritas

Kecenderungan seseorang atau sekelompok orang menerima pandangan atau sikap-sikap tertentu karena sikap dan pandangan tersebut berasal dari orang yang dianggap ahli, maka orang yang dianggap ahli adalah pihak yang memiliki otoritas. Sebagai contoh adalah seorang pasien yang akan menebus obat yang diresepkan tanpa berpikir kritis kecocokan obat terebut dengan dirinya karena yang memberikan adalah dokter yang memiliki otoritas menentukan obat bagi pasien. Contoh lainnya seperti seseorang yang meminta saran pada seorang kyai yang berilmu tinggi, sehingga saran apapun akan diterima dan dianggap benar.

4)   Mayoritas

Dalam hal ini seseorang dan sekelompok orang akan menerima saja sikap dan pandangan karena dukungan banyak orang atau mayoritas terhadap sikap atau pandangan tersebut.

5)   Will of believe

Dalam hal ini seseorang menerima pandangan atau pemikiran orang lain tanpa didahului oleh pemikiran dan pertimbangan karena apa yang disampaikan orang lain sudah ada dalam dirinya tetapi belum terungkap atau diungkapkan. Dengan demikian, dalam diri orang yang menerima sugesti tersebut telah ada kesediaan untuk lebih menyadari atau lebih meyakini akan hal-hal yang disugestikan.

  1. Identifikasi

Identifikasi timbul ketika seseorang mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada norma-norma dan peraturan-peraturan yang harus dipelajari, dipenuhi dan ditaatinya. Seorang anak yang belum mengetahui sesuatu yang dianggap baik atau buruk akan melakukan identifikasi tentang pedoman tata kelakuan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ketika melakukan suatu tindakan, dan ditegur oleh orang yang lebih dewasa, maka ia akan menyimpulkan bahwa tindakan tersebut tidak boleh dilakukan. Sebaliknya, apabila yang ia lakukan tidak mendapatkan teguran, bahkan jika ia diberikan pujian ia akan menyimpulkan bahwa yang ia lakukan adalah sesuatu yang diperbolehkan. Disaat itulah anak mulai mengalami fase identifikasi untuk mengenali antara baik dan buruk. Pada awalnya ia akan dipandu oleh orang yang lebih dewasa yang ada di sekelilingnya, tetapi pada akhirnya ia akan melakukan sendiri proses tersebut melalui tindakan menbanding-bandingkan sikap atau tindakan yang ada di sekelilingnya. Dalam fase yang lebih dewasa ia akan mampu melakukan identifikasi dari setiap perilaku, sikap dan pandangan yang muncul untuk dikumpulkan kemudian dipelajarinya dan dikembangkan menjadi pedoman perilaku sehari-hari.

  1. Simpati

Yang dimaksud dengan simpati adalah faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau kelompok orang lain. Faktor simpati muncul bukan dari pemikiran logis rasional tetapi berdasarkan penilaian perasaan, sebagaimana dalam proses identifikasi. Orang tiba-tiba merasa tertarik dengan orang lain bukan karena salah satu ciri tertentu, tetapi karena kesluruhan cara tingkah laku orang lain tersebut. simpati tidak sama dengan identifikasi, sebab simpati didorong ingin mengerti dan ingin kerja sama dengan orang lain. Akibat dari simpati adalah dorongan simpatisan (orang yang tertarik) untuk menjalin hubungan kerja sama antardua orang atau lebih yang setaraf. Adapun identifikasi lebih didorong oleh keinginan mengikuti jejaknya, ingin mencontoh, ingin belajar dari orang lain yang dianggap ideal. Dengan demikian, dalam identifikasi biasanya terdapat keinginan menjadi seperti orang lain terutama sifat-sifat yang melekat pada dirinya. Adapun simpati, seseorang akan dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan dia adalah orang lain.

 

  1. Tipe-tipe Tindakan Sosial

Jika dilihat dari tekanan, cara dan tujuan tindakan sosial tersebut dilakukan, maka tindakan sosial dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu;

 

 

  1. Tindakan sosial rasional instrumental.

Merupakan tindakan yang memperhatikan kesesuaian antara cara dan tujuan yang dengan mempertimbangkan efisiensi dan afektivitas atau kemudahan dan kehematan dari sejumlah pilihan tindakan. Sehingga tindakan rasional instrumental lebih menekankan pada rasio atau akal sebagai alat yang digunakan untuk mendasari tindakan tersebut, sehingga tindakan ini adalah tindakan yang masuk akal.

  1. Tindakan sosial berorientasi nilai

Merupakan tindakan yang selalu didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Pihak yang melakukan tindakan tersebut tidak mempermasalahkan tujuan dan tindakannya, akan tetapi lebih mempermasalahkan cara-cara tindakan tersebut. tindakan ini didasari oleh kriteria baik atau buruk, dan antara sah dan tidak sahnya menurut tatanan nilai yang berlaku. Pelakunya tidak mempermasalahkan tercapai atau tidak tindakannya tersebut, tetapi yang terpenting adalah kesesuaiannya dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

  1. Tindakan sosial tradisional

Merupakan tindakan sosial yang tidak memperhitungkan aspek rasional atau perhitungan-perhitungan tertentu, tetapi lebih menekankan pada aspek kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat yang berlaku di dalam mayarakat. Tindakan sosial tradisional biasanya terjadi tanpa melalui perencanaan terutama yang berkenaan dengan aspek tujuan ataupun cara yang dilakukan dalam tindakan tersebut. Pertimbangan pokok dari tindakan ini adalah faktor kebiasaan yang sudah menjadi warisan turun temurun dan dilakukan berulang-ulang. Antara tindakan sosial tradisional dan tindakan sosial berorientasi nilai ada sedikit kesamaan jika melihat ketidakpeduliannya terhadap tujuan tindakan, orientasinya terhadap cara-cara atau tahapan yang harus dilalui, dan sebuah tradisi biasanya dipertahankan oleh sebagian masyarakat karena terkait dengan nilai tertentu. Perbedaannya adalah tindakan sosial tradisional dilakukan menurut cara yang diwariskan generasi sebelumnya, sedangkan tindakan sosial berorientasi nilai lebih menekankan pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat sekarang ini.

  1. Tindakan sosial efektif

Merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang berdasarkan perasaan atau emosi. Kebanyakan tindakan ini dikuasai oleh perasaan atau emosi yang tanpa perhitungan atau pertimbangan rasional tertentu.

 

  1. Kontak Sosial

Kontak adalah aksi individu atau kelompok dalam bentuk isyarat yang memiliki arti atau makna bagi si pelaku dan bagi penerima aksi tersebut dengan reaksi.

Kontak sosial dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu berdasarkan caranya, sifatnya, bentuknya, dan tingkat hubungannya.

Jika dilihat dari caranya:

  1. Kontak sosial langsung.

Kontak sosial dapat dikatakan kontak sosial langsung apabila hubungan timbal balik atau aksi reaksi antar individu atau antar kelompok terjadi secara fisik, misalnya seperti berbicara, tersenyum, berjabat tangan, dan lain sebagainya.

  1. Kontak sosial tak langsung

Dikatakan kontak sosial tidak langsung karena terjadi melalui peantara atau ada mediator tertentu yang menjebataninya, misalnya seperti mengadakan hubungan melalui telepon, telegram, surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya.

Jika dilihat dari sifatnya:

  1. Kontak sosial antara individu dengan individu
  2. Kontak sosial antara individu dengan kelompok
  3. Kontak sosial antara kelompok dengan kelompok

Jika dilihat dari bentuknya:

  1. Kontak sosial positif.

Merupakan kontak sosial yang bentuk hubungan sosialnya mengarah pada pola-pola kerja sama.

 

  1. Kontak sosial negatif

Merupakan kontak sosial yang bentuk hubungannya mengarah pada pertentangan yang berakibat putusnya interaksi sosial.

Jika dilihat dari tingkat hubungannya:

  1. Kontak sosial primer

Merupakan kondisi dimana kedua belah pihak yang saling mengadakan hubungan bisa bertemu secara langsung, atau melalui tatap muka secara langsung, seperti misalnya berjabat tangan, bercakap-cakap berhadapan, dan sebagainya.

  1. Kontak sosial sekunder

Kontak sosial sekunder terjadi apabila kedua belah pihak yang saling berhubungan tidak bertemu secara langsung, akan tetapi dengan menggunakan perantara, misalnya menggunakan peralatan teknologi komunikasi seperti dialog interaktif dengan media televisi, bebicara lewat telepon, dan lain sebagainya.

  1. Komunikasi Sosial

Komunikasi merupakan aksi antara dua pihak atau lebih yang melakukan hubungan dalam bentuk saling memberikan tafsiran atas pesan yang disampaikan oleh masing-masing pihak. Melalui tafsiran pada perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku sebagai reaksi atas maksud yang ingin disampaikan oleh pihak lainnya.

Komunikasi tidak hanya sekedar pembicaraan-pembicaraan saja tetapi lebih dari sekedar pembicaraan, karena ada berbagai macam cara manusia untuk berkomunikasi. Yang terpenting dalam komunikasi adalah peran bahasa, karena bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa orang dapat mengetahui gerak gerik atau suara yang disampaikan orang lain. Sedangkan melalui sikap dan gerak orang tahu keadaan orang lain, mungkin sedih, senang, marah, ragu, menerima, menolak, takut, kecewa, dan lain sebagainya.

Komunikasi dan kontak sosial sangat mirip, akan tetapi perlu diketahui bahwa kontak belum tentu komunikasi, sebab dalam komunikasi diperlukan adanya pemahaman makna atas pesan dan tujuan yang disampaikan oleh masing-masing pihak yang melakukan komunikasi.

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari antarpihak yang sedang melakukan hubungan dan melalui tafsiran tersebut pihak-pihak yang saling berhubungan mewujudkan perilaku sebagai reaksi atas maksud dan pesan yang disampaikan oleh pihak lain tersebut.

Sifat-sifat komunikasi sosial:

  1. Kominikasi positif

Komunikasi positif terjadi apabila pihak-pihak yang melakukan komunikasi ini terjalin kerja sama sebagai akibat dari kedua belah pihak saling memahami maksud atau pesan yang disampaikannya.

  1. Komunikasi negatif

Sedangkan yang dimaksud dengan komunikasi negatif adalah apabila pihak-pihak yang melakukan komunikasi tesebut tidak saling mengerti atau salah paham maksud masing-masing pihak sehingga tidak menghasilkan kerja sama, tetapi justru sebaliknya, yaitu menghasilkan petentangan diantara keduanya.

 

  1. Bentuk-bentuk Proses Sosial
  2. Proses Sosial Asosiatif

Proses sosial Asosiatif adalah proses sosial yang didalam realitas sosial anggota-anggota masyarakatnya dalam keadaan harmoni yang mengarah pada pola-pola kerjasama. Harmoni sosial ini menciptakan kondisi sosial yag teratur. Didalam realitas sosial terdapat seperangkat tata aturan yang mengatur perilaku para anggotanya. Jika anggota masyarakat dalam keadaan mematuhi tata aturan ini, maka pola-pola harmoni sosial yang mengarah pada kerjasama antar-anggota masyarakat akan tercipta. Selanjutnya harmoni sosial ini akan menghasilkan interaksi sosial yaitu pola sosial dimana para anggota masyarakatnya dalam keadaan bersatu padu menjalin kerjasama.

 

 

Proses-proses sosial yang Asosiatif dibedakan menjadi :

  1. Kerjasama (Cooperation)

Kerjasama dapat dijumpai hampir dalam setiap kehidupan sosial mulai dari anak-anak hingga kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan hingga kedalam komunitas sosial. Kerjasama dapat terjadi karena didorong oleh kesamaan tujuan atau manfaat yang akan diperoleh dalam kelompok tersebut. Charles H. Cooley memberikan gambaran tentang kerjasama dalam kehidupan sosial. Kerjasama timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempuyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan ini melalui kerjasama, kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.

Dengan factor pendukung munculnya kerjasama ialah adanya kepentingan bersama. Sebagaimana bentuk kerjasama yang menjadi salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia yaitu kebiasaan gotong-royong dalam mengerjakan pekerjaan karena didorong oleh adanya sifat pekerjaan yang manfaatnya adalah untuk kemaslahatan bersama. Sehubungan dengan hal tersebut bentuk kerjasama dibedakan menjadi 3 macam :

1)      Bargaining Process (Proses Tawar-menawar)

Pelaksanaan perjanjian tentang pertukaran barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih atau dalam pengertian lain tawar-menawar dapat diartikan sebagai perjanjian yang dilakukan antara dua atau lebih organisasi. Perjanjian ini ditujukan untuk mecapai kesepakatan bersama agar kedua belah pihak atau lebih sama-sama diuntungkan dalam perjanjian itu, sebab sebagai naluri manusia tidak ada satupun manusia yang mau menderita kerugian.

2)      Co-optation (Kooptasi)

Proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

 

3)      Coalition (Koalisi)

Kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Di negara yang mekanisme politiknya menganut system multipartai jika didalam pemilu tidak ada pemenang mayoritas dari masing-masing partai politik atau organisasi peserta pemilu (OPP) biasanya diadakan koalisi antar partai untuk membentuk pemerintahan yang disebut pemerintahan koalisi.

          

  1. Akomodasi (Accomodation)

Akomodasi merupakan upaya untuk mencapai penyelesaian dari suatu pertikaian atau konflik oleh pihak-pihak yang bertikai yang mengarah pada kondisi atau keadaan selesainya suatu konflik atau pertikaian tersebut. Biasanya akomodasi diawali dengan upaya-upaya oleh pihak-pihak yang bertikai untuk saling mengurangi sumber pertentangan diantara kedua belah pihak, sehingga intensitas konflik mereda. Bentuk-bentuk akomodasi diantaranya:

1)      Coercion

Proses akomodasi yang proses pelaksanaannya dilakukan dengan paksaan atau dengan kekerasan. Biasanya proses ini akan berjalan jika salah satu pihak yang bertikai memiliki kedudukan yag lebih kuat, sedangkan pihak lain keadaannya lemah. Contoh : polisi meredam tawuran antar pelaku kerusuhan dengan menggunakan tembakan gas air mata, penguasa negara yang otoriter menekan gerakan-gerakan prodemokrasi karena gerakan tersebut lemah, pemerintahan colonial memaksakan kehendaknya untuk mengatur masyarakat atau bangsa yang dijajah.

2)      Compromise

Proses akomodasi dimana pihak-pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutan yang menjadi sumber ketegangan untuk mencapai penyelesaian terhadap suatu perselisihan. Didalam pemilu 2009 yang lalu, Partai Demokrat Pimpinan Susilo Bambang Yudoyono memenangkan Pemilu. Akan tetapi dalam Pilpres perolehan suara partai tersebut tidak memungkinkan memenangkan Pilpres. Untuk itu Partai Demokrat mengadakan kompromi-kompromi politik tertentu dengan partai lain untuk mendukung SBY dalam Pilpres dengan kompensasi jatah mentri bagi partai-partai yang mendukungnya.

3)      Arbitration

Usaha untuk kompromi dari pihak-pihak yang bertikai tidak tercapai penyelesaian, maka hadir pihak ketiga untuk menengahi persoalan pertikaian diantara mereka. Contoh dalam kasus tuntutan buruh untuk kenaikan upah kepada perusahaan seiring dengan melambungnya harga-harga kebutuhan pokok karena naiknya harga BBM. Permasalahan tersebut akhirnya kedua belah hadir pihak ketiga, yaitu DPR dan Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) untuk menengahi pertentangan antara pihak perusahaan dan buruh.

4)      Mediation

Penyelesaian pertikaian antara dua kelompok atau lebih yang kedua belah pihak tidak sanggup mencapai kesepakatan sehingga kedua belah pihak yang bertikai menghadirkan pihak ketiga. Mediation hampir sama dengan Arbitrase tetapi dalam Mediation pihak ketiga bersikap netral, artina hanya menjadi penengah atau mediator untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Contoh pertikaian antara PKB Kubu Muhaimin Iskandar dan Kubu Gusdur yang akhirnya hadir pihak ketiga, yaitu PBNU untuk menjadi mediator Islah diantara Kubu yang bertikai tersebut.

5)      Conciliation

Usaha untk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang saling bertikai guna mencapai persetujuan bersama. Konsiliasi dilakukan secara resmi melalui wakil-wakil dari pihak yang terlibat. Contoh usaha untuk penyelesaian konflik antara pemerintah RI dan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pemerintah RI mengutus perwakilannya, demikian juga pihak GAM juga mengutus perwakilannya untuk berunding menyelesaikan pertikaian di antara kedua belah pihak di Helsinki Finlandia.

6)      Toleration

Salah satu bentuk akomodasi yang tidak direncanakan sehingga terjadi dengan sendirinya sebab tiap-tiap orang memiliki karakter untuk sedapat mungkin menghindari perselisihan. Contoh Toleransi antar-penganut agama di Indonesia.

7)      Stalemate

Salah satu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang berselisih mempunyai kekuatan yang imabng sehingga berhenti dengan sendirinya. Contoh Perang Dingin antara AS dan Soviet di Era 1980-an yang akhirnya perang tidak terjadi, tetapi berhenti dengan sendirinya.

8)      Adjudication

Merupakan salah satu bentuk akomodasi dengan cara menyelesaikan perkara lewat pengadilan oleh pihak-pihak yang saling bertikai. Contoh perselisihan persengketaan tanah yang oleh pihak-pihak yang bertikai sepakat untuk diselesaikan lewat pengadilan negeri.

Adapun akomodasi sendiri memiliki beberapa tujuan diantaranya:

  1. Mengurangi perbedaan paham, pertentangan politik, atau permusuhan antar kelompok, seperti suku, ras, dan kelompok kepentingan lain.
  2. Mencegah terjadinya ledakan konflik yang berupa benturan antar kelompok, seperti perang, perpecahan yang mengarah pada disintegrasi sosial.
  3. Menyatukan dua kelompok atau lebih yang terpisah-pisah untuk mencapai persatuan dan kesatuan, sebagaimana di negara Indonesia yang mengunakan lambing Bhineka Tunggal Ika sebagai langkah ideologis untuk mempersatukan kelompok masyarakat yang majemuk.
  4. Mengupayakan terjadinya proses pembauran antarsuku, etnis atau ras, antaragama, antargolongan, dan sebagainya sehingga mengarah pada proses terjadinya asimilasi.

 

  1. Asimilasi (Asimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai oeleh adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau antar kelompok sosial yang diikuti pula usaha-usaha untuk mencapai keatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan bersama.

Syarat asimilasi yaitu:

  1. Kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya. Perpecahan antarkelompok dalam satu wilayah cultural (kebudayaan) tidak digolongkan asimilasi.
  2. Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama. Tanpa melalui pergaulan dalam kurun waktu tertentu maka asimilasi tidak akan tercapai.
  3. Kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Faktor-faktor yang mempermudah bagi jalannya asimilasi diantaranya:

  1. Toleransi.

Sikap dan tindakan yang saling memberikan peluang atau kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu, sehingga benih-benih pertentangan antar individu atau antarkelompok dapat dicegah.

  1. Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang.

Kesempatan dalam bidang ekonomi yang imbang akan menekan terjadinya ketimpangan antarkelompo secara ekonomi, sehingga ketimpangan ekonomi yang sering menjadi benih-benih pertentangan bisa dicagah. Munculnya gap (jurang pemisah) antara negara maju dengan negara miskin telah menimbulkan benih-benih perselisihan yang berupa kecurigaan akan adanya neokolonialisme, eksploitasi, dan sebagainya. Jika hal ini terjadi, maka unsur saling benci akan menonjol sedangakan unsur yang curiga akan lebih tampak.

  1. Suatu sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.

Sikap saling menghargai kebudayaan antar kelompok akan mempermudah jalannya asimilasi.

  1. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.

Contoh kebijakan yang pernah ditempuh oleh Presiden Gus diantaranya diizinkannya WNI keturunan Tiong Hoa merayakan Imlek, sampai menjadikan hari raya ini menjadi salah satu hari besar nasional.

  1. Persamaaan dalam unsur-unsur kebudayaan.

Hal ini dapat dilihat dari mudahnya proses akulturasi antara budaya Islam Arab dan budaya Lokal di Indonesia, karena adanya beberapa unsur persamaan seperti sama-sama mengajarkan ajaran akan hal-hal yang bersifat Ghaib dan sebagainya.

  1. Perkawinan Campuran (Amalgamation)

Isu-isu pembauran antara warga pribumi dan non pribumi, perkawinan antar suku, antar ras yang terpisah-pisah sebagaimana yang perlu disosialisasikan oleh pemerintah diharapkan mampu menekan perpecahan antar kelompok suku, agama, ras, dan antar golongan. Akan tetapi, untuk perkawinan antarlintas agama terdapat pendapat antara sikap Pro dan Kontra, dalam arti perkawinan lintas agama sering terdapat beberapa halangan ideologis, terutama antara boleh dan tidak boleh menurut ajaran agama masing-masing.

  1. Adanya musuh bersama dari luar.

Musuh bersama adalah kekuatan yang bersifat mengancam kehidupan antarkelompok yang semula berpencar. Musuh bersama tersebut akhirnya merekatkan kelompok-kelompok tersebut untuk bersama-sama menghadapinya. Contoh perbedaan pemahaman agama yang berakibat pada terkotak-kotaknya penganut agama tersebut dalam berbagai macam sekte, tetapi ketika AS dan sekutunya menggempur Irak dan afganistan maka komunitas penganut agama tersebut berat membentuk aksi solidaritas bersama.

 

Faktor-faktor yang menjadi penghalang bagi terjadinya asimilasi adalah:

  1. Terisolasinya golongan tertentu didalam masyarakat (biasanya golongan minoritas)

Terisolasinya suatu golongan sering menjd hambatan komunikasi antar kelompok, sehingga menyulitkan bagi kelompok tersebut untuk terjadi asimilasi. Contoh, kehidupan suku-suku bangsa disebagian wilayah Indonesia yang terletak di tempat yang sulit dijangkau oleh alat transportasi dan system jaringan komunikasi. Mereka banyak mendiami wiayah-wilayah pedalaman di negeri ini, seperti di Kabupaten Yakohimo Papua yang sebagian penduduknya menderita kelaparan baru teridentifikasi karena factor komunikasi yang menyulitkan.

  1. Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi

Pengetahuan yang kurang akan menimbulkan salah mengerti terhadap kebudayaan kelompok lain. Kelompok ini sulit sekali menerima masunya unsur-unsur kebudayaan lain kedalam bagian dari kebudayaannya. Contoh kehidupan Suku Samin di Desa Ngradin Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro yang tidak mengikuti pola-pola perkembangan kehidupan dewasa ini karena sebagian dari mereka masih menganggap kebudayaan diluar kelompoknya diidentikan dengan Belanda yang menjajahnya pada masa lampau.

  1. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi

Perasaan ini lebih banyak disebabkan oleh takut atau khawatir terhadap bergesernya kebudayaan yang sudah menjadi pegangan hidup bagi kelompok tersebut. Misalnya pada masa sebeum dibangunnya jembatan Surabaya-Madura para ulama Madura bersikap menolak pembangunan jembatan Suramadu, dengan alasan jika jembatan tersebut jadi dibangun dianggap akan merusak atau mengubah adat istiadat Madura yang kental dengan budaya Islamnya sebagai akibat pengaruh budaya kota yang kapitalistik yaitu budaya kota Surabaya.

  1. Perasaan kebudayaan golongan tertentu merasa lebih tinggi daripada kebudayaan kelompok lain

Perasaan ini disebut sebagai superioritas cultural dimana kecenderungan kelompok untuk menganggap kebudayaannya memiliki peradaban yang lebih tinggi disbanding dengan kebudayaan kelompok lain. Sebagian masyarakat negara-negara barat menganggap masyarakat dinegara Asia-Afrika sebagai bangsa inferior yang tidak beradab, konservatif, feudal, tidak demokratisdan berbagai anggapan lain yang menyebabkan terkotak-kotaknya masyarakat dikedua kawasan tersebut.

 

  1. Proses Sosial Disasosiatif

            Proses sosial disasosiatif ialah keadaan realitas sosial dalam keadaan disharmoni sebagai akibat adanya pertentangan antar-anggota masyarakat. Proses sosial yang disasosiatif ini dipicu oleh adanya ketidaktertiban sosial atau social disorder. Keadaan ini memunculkan disintegrasi sosial akibat dari pertentangan antar-anggota masyarakat tersebut. Proses-proses sosial yang disasosiatif diantaranya:

  1. Persaingan (Competition)

              Persaingan merupakan proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia yang terlibat dalam proses tersebut saling berebut untuk mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada masa tertentu menjadi pusat perhatian publik (khalayak) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan. Tipe-tipe persaingan meliputi persaingan antarpribadi (rivalry) dan persaingan antarkelompok. Dari tipe-tipe persaingan ini menghasilkan beberapa bentuk persaingan, yaitu:

  1. Persaingan dibidang ekonomi. Persaingan ini terjadi sebagai akibat dari keterbatasan jumlah benda-benda pemuas kebutuhan manusia, sementara banyak pihak yang saling membutuhkannya. Dalam dunia perdagangan tentunya persaingan terfokus pada perebutan jumlah langganan, dalam dunia produksi biasanya persaingan terfokus pada upaya perebutan sumber bahan baku dan daerah pemasaran dan sebagainya.
  2. Persaingan dibidang kebudayaan. Persaingan kebudayaan dewasa ini banyak menggunakan alat media komunikasi terutama televise, di mana pengaruh suatu kebudayaan melalui media ini sangat mudah. Film-film Hollywood, Cina dan Bollywood yang sering kali tampak dalam tayangan berbagai media pertelevisian nasional menunjukkan tingginya tingkat persaingan budaya di antara negara-negara tersebut. Bahkan dunia perfilman nasional kita justru tenggelam tidak mampu bersaing dengan film-film produk luar karena kualitas film yang rendah. Bahkan klaim Malaysia atas budaya batik, seni tari Reog Ponorogo, tari Pendet Bali yang diklaim sebagai budaya Malaysia juga dapat dikatakan sebagai bentuk persaingan antarbudaya.
  3. Persaingan untuk mncapai kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat. Persaingan dalam bentuk ini sering terjadi dalam instansi-instansi tertentu yang masing-masing pihak ingin merebut posisi jabatan teratas. Proses pemilihan ketua atau pimpinan suatu daerah atau negara, semata-mata adalah persaingan merebut kedudukan atau jabatan. Kedudukan menjadi hal yang diperebutkan sebab selain di dalamnya terdapat otoritas (kewenangan) juga terdapat insentif atau gaji yang berimplikasi pada jumlah pendapatan yang akan diperolehnya.
  4. Persaingan rasial. Persaingan ras dilatarbelakangi oleh sikap ras tertentu untuk mendominasi (menguasai) wilayah-wilayah tertentu, sebagaimana dalam Perang Dunia II Partai Nazi Jerman yang didominasi ras Aria ingin menguasai dunia dengan melakukan ekspansi ke berbagai wilayah negara-negara Asia Afrika.

              Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai fungsi, di antaranya:

  1. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi sosial. Jika persaingan antarpihak didasari oleh pemikiran yang sehat, maka persaingan akan berfungsi sebagai alat untuk menyeleksi mana individu atau kelompok yang memiliki kualitas yang lebih baik. Sebab dalam dunia pemasaran yang akan mampu bertahan adalah produk-produk yang memiliki kualitas yang paling baik dan harganya paling murah. Kemenangan produk-produk Cina dan Korea adalah karena mutu yang baik dengan harga yang lebih murah, sehingga produk-produk dalam negeri yang kualitasnya kurang baik dan harga jualnya relative lebih mahal banyak ditinggalkan orang. Akibatnya banyak di antara produsen dalam negeri yang gulung tikar.
  2. Untuk menyaring warga atau golongan yang akhirnya menghasilkan pembagian kerja yang efektif. Selain persaingan dalam dunia pemasaran akan produk-produk juga terdapat persaingan antar personal dimana sebelum menduduki jabatan tertentu seseorang akan menjalani seleksi dengan kapasitas kompetensi (keahlian) tertentu. Demikian pula bagi mereka yang menginginkan jabatan tinggi terdapat babak kualifikasi melalui uji kelayakan yang fungsi dari proses penyeleksian tersebut adalah untuk mengisi tempat-tempat atau jabatan-jabatan yang kosong dengan orang yang pas dengan komitmen, keahlian, dan pengabdiannya.

 

  1. Kontravensi (Contravention)

            Kontravensi merupakan proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian yang ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian tentang diri seseorang atau rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Dalam lain pengertian, kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan tertentu yang berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak sampai pada pertentangan atau pertikaian. Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, ada limahal dalam kontravensi yang mencakup:

  1. Proses umum kontravensi meliputi perbuatan, seperti penolakan, menghalang-halangi, perlawanan, perbuatan, keengganan, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan protes, dan perbuatan mengacaukan rencana pihak lain.
  2. Bentuk-bentuk kontravensi yang sederhana, seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki orang lain, membuat surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada orang lain, dan sebagainya.
  3. Bentuk-bentuk kontravensi yang intensif, seperti penghasutan, menyebarkan isu-isu, mengecewakan pihak lain, dan sebagainya.
  4. Kontravensi yang bersifat rahasia, seperti menggosipkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dan sebagainya.
  5. Kontravensi yang bersifat taktis, seperti mengejutkan pihak lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, umpamanya kampanye pemilihan umum, dimana partai-partai politik saling berebut kedudukan dalam suatu pemerintahan.

 

Tipe-tipe kontravensi di antaranya:

  1. Kontravensi antargolongan dalam suatu masyarakat. Dalam suatu kampanye partai politik tertentu atau kadang-kadang dalam berbagai proses pemilihan pemimpin kepala daerah atau pemilihan presiden biasanya diwarnai oleh penciptaan oponi-opini untuk menjatuhkan pihak lawan didepan massa. Penciptaan opini ini dibidikkan pada upaya penghasutan massa agar massa memiliki sikap antipasti terhadap kandidat atau partai politik lainnya.
  2. Antagonisme keagamaan. Antagonisme (berlawan-lawanan) antar-penganut agama yang dilatarbelakangi oleh sikap dan keyakinan bahwa agamanya paling benar dan didukung keinginan mengembangkan pengaruh agamanya kepada masyarakat biasanya menimbulkan sikap fanatisme yang berlebih-lebihan. Antagonisme ini hampir sama dengan produsen yang saling memperebutkan wilayah pemasaran. Akan tetapi, jika kegiatan saling memperebutkan pengaruh di masyarakat ini dilandasi oleh sikap dan keyakinan bahwa agamanya yang paling benar sedangkan agama orang lain salah, maka bentuk antagonism ini akan mengarah pada perselisihan antar-penganut agama.
  3. Kontravensi intelektual. Kontravensi intelektual dilandasi oleh sikap memandang rendah dari golongan terdidik terhadap golongan yang tidak memiliki kesempatan meraih pendidikan. Sikap memandang rendah kepada kelompok lain yang tidak terdidik ini tidak mesti diungkapkan dalam bentuk perilaku akan tetapi kadang-kadang dapat juga secara tidak langsung yaitu dengan pembentukan komunitas khusus antara kelompok orang-orang yang terdidik dengan yang tidak terdidik.
  4. Oposisi moral. Hal ini muncul sikap dari golongan tertentu terhadap kebudayaan kelompok lain, biasanya sikap ini berupa pandangan yang rendah terhadap kebudayaan kelompok lain. Sikap bangsa barat yang selalu memandang rendah moralitas bangsa-bangsa negara dunia ketiga yang dipandangnya sebagai kelompok yang berperadaban rendah, tidak manusiawi, tidak demokratis, dan sebagainya. Padahal di sisi lain tanpa disadari kelompok mereka lebih biadab daripada kelompok negara-negara dunia ketiga. Hal ini dapat dilihat dari sifat ekspansionisme hingga ratusan tahun di masa lalu yang merupakan bukti kekejaman mereka.

 

  1. Pertentangan atau Pertikaian (Coflict)

            Konflik merupakan proses sosial dimana masing-masing pihak yang berinteraksi berusaha untuk saling menghancurkan, menyingkirkan, mengalahkan karena berbagai alasan seperti rasa benci, atau rasa permusuhan. Adapun akar permasalahan atau sebab musabab konflik diantaranya: Pertama, perbedaan antar-perorangan atau antar-kelompok, yang acap kali menimbulkan benturan-benturan antar-individu maupun antar-kelompok. Perselisihan politik dalam tubuh parlemen contohnya, kebanyakan disebabkan oleh banyaknya perbedaan masing-masing partai politik dalam memandang kebijakan negara.

            Kedua, perbedaan kebudayaan yang berpengaruh pada perbedaan kepribadian seseorang atau kelompok sebab karakter kebudayaan akan berpengaruh dalam membentuk karakter kepribadian manusia dalam kehidupan sosialnya. Seseorang atau sekelompok orang secara sadar atau tidak dalam setiap langkah kehidupannya dan dalam pola-pola pikirnya akan senantiasa dibentuk oleh sistem kebudayaan yang ada dalam kehidupan kelompoknya. Perbedaan karakter kepribadian yang dibentuk oleh karakter kebudayaan tersebut akan membawa dampak pada pertentangan.

Ketiga, bentrokan antar-kepentingan.Bentrokan atau benturan kepentingan ini berlatar belakang dari pertentangan.Adapun kepentingan manusia baik secara individu maupun secara kelompok bentuknya sangat beragam seperti kepentingan ekonomi, politik, status (jabatan), dan sebagainya. Benturan antar-kepentingan ini dipicu oleh suatu keinginan agar orang lain atau kelompok lain berperilaku sesuai dengan seleranya, demikian juga sebaliknya. Masing-masing kehendak tersebut saling bertemu dalam kehidupan kelompok akhirnya menghasilkan produk-produk sosial, yaitu bentrokan antar-kepentingan.

Keempat, perubahan-perubahan sosial yang meliputi perubahan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Dalam setiap perubahan ini akan terdapat dua sikap kelompok manusia akan perubahan itu sendiri, yaitu menerima perubahan dan menolak perubahan. Yang menghendaki perubahan tentunya menginginkan agar pola-pola yang ada pada saat itu diubah karena berbagai sebab, di antaranya adanya anggapan bahwa pola-pola yang berlaku pada saat ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.Adapun bagi kelompok yang mempertahankan nilai-nilai dan norma-norma yang ada menganggap bahwa perubahan adalah kerusakan nilai-nilai atau norma-norma peninggalan leluhurnya.Kedua kelompok ini saling berhadap-hadapan sehingga menimbulkan pengotak-ngotakan sosial antara yang pro perubahan dan yang kontra terhadap perubahan.

Perubahan sosial yang terlalu cepat atau frontal biasanya akan menimbulkan konflik sosial, walaupun perubahan yang terlalu cepat itu sendiri juga acap kali diawali dengan intensitas konflik antar-golongan yang sangat tinggi. Bentuk pertentangan antar-kelompok di dalam struktur sosial seperti itu akan diwarnai oleh kelompok-kelompok kepentingan yang ingin memanfaatkan situasi seperti itu untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok yang memiliki kepentingan. Situasi yang demikian ini biasanya lebih banyak diawali dengan pertentangan politik yang tidak berhasil atau gagal diselesaikan.

Bentuk-bentuk Pertentangan :

            Bentuk-bentuk pertentangan diantaranya: Pertama, pertentangan pribadi. Yang dilatarbelakangi oleh sikap atau penilaian masing-masing individu terhadap kepribadian orang lain. Sikap atau penilaian terhadap orang lain terwujud dalam perasaan suka atau benci (antipati).Pola-pola sikap muncul dari penilaian seseorang atas perangai atau pola-pola kelakuan seseorang yang ditemuinya. Jika orang lain ini berperilaku sesuai dengan seleranya akan timbul sikap kecocokan, atau suka bahkan cinta, tetapi jika pola-pola sikap yang diperlihatkan tersebut tidak memenuhi seleranya, maka yang akan timbul adalah penilaian buruk, benci, antipati bahkan hingga sampai pada permusuhan.

            Kedua, pertentangan rasial, yang banyak didominasi oleh pertentangan antara ras kulit putih yang selalu menganggap rasnya superior dan ras kulit hitam yang selalu ditempatkan atau diposisikan sebagai ras inferior (ras bawah).Pertentangan ras ini sebenarnya bukan bermula dari perbedaan warna kulit, tetapi yang lebih dominan ialah pertentangan antar-kepentingan, yaitu kepentingan ekspansionis pada masa lalu dan kepentingan mendominasi ras tertentu pada masa sekarang.Pada masa lalu, bangsa-bangsa ras kulit putih menjajah bangsa-bangsa ras kulit hitam, dalam bentuk eksploitasi hasil bumi dan tenaga.Bangsa-bangsa ras kulit hitam acapkali dijadikan budak yang mengerjakan pekerjaan majikannya (kulit putih) tanpa imbalan.Hal inilah yang akhirnya menimbulkan kelompok-kelompok perlawanan dari kulit hitam terhadap kulit putih, atau pertentangan rasial.

            Ketiga, pertentangan antar-kelas sosial, sebagai akibat dari ketidaksamaan pola-pola pembagian asset sosial ekonomi.Ketidakmerataan asset sosial ekonomi pada akhirnya menimbulkan perbedaan kepemilikan benda-benda berharga yang berujung pada timbulnya kelas-kelas sosial yang saling bertentangan.Bentuk pertentangan yang paling kecil diantaranya penciptaan opini massal pada kelompok orang-orang kelas atas dengan isu-isu miring seperti muja, nyupang, memelihara tuyul, gendruwo, pesugihan, dan sebagainya.Jurang yang tajam antara pejabat tinggi, dan dosa-dosa sosial lainnya.

            Keempat, pertentangan antar-golongan atau antar-kekuatan politik.Yang banyak diwarnai oleh gejala antar-pihak yang memiliki kedudukan dan peranan strategis di dalam struktur sosial politik (penguasa) dan pihak-pihak yang tidak memilikinya (rakyat).Dalam struktur politik, pertentangan terjadi akibat pihak yang tidak berkuasa merebut kekuasaan dan kewenangan di dalam struktur politik (status need), sedangkan pihak yang memiliki kekuasaan dan kewenangan cenderung mempertahankannya (status quo).Kedua belah pihak berdampak pada benturan kepentingan yang berujung pada pertentangan antar-golongan dan antar-kekuatan politik di dalam struktur sosial politik.

Kelima, pertentangan internasional, yang dipicu oleh keinginan berkuasa antarbangsa dalam percaturan politik internasional, yang ujung-ujungnya adalah persaingan dan perebutan keuntungan dalam segala transaksi internasional.Untuk itulah, maka setiap hubungan internasional suatu negara selalu berorientasi pada keinginan nasional terutama yang menyangkut kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Jika masing-masing negara berprinsip pada kepentingan masing-masing negaranya, maka dalam hubungan ini tentunya yang paling pintar dalam memainkan strategi politiknyalah yang akan dominan, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia yang selalu usil dengan kedaulatan negara-negara lain. Pada dasarnya, mencampuri urusan kedaulatan negara lain adalah melanggar peraturan internasional, akan tetapi jika invasi ke negara-negara lain adalah sekutu Amerika seperti Inggris dan Australia tidak ada yang berani bersikap tegas akan tindakan primitif itu.

 

  1. Akibat Konflik Sosial

Sosiologi membedakan tiga macam akibat pertentangan, diantaranya adalah; Pertama, bertambahnya solidaritas kelompok (in group feeling) atau goyah atau retaknya suatu kelompok. Konflik akan berakibat ganda, yaitu:

  1. Makin eratnya hubungan antar individu atau kelompok sosial.
  2. Makin retaknya hubungan antar individu atau kelompok sosial.

            Erat dan retaknya hubungan sosial dikarenakan adanya persamaan dan perbedaan kepentingan. Biasanya persamaan dan perbedaan tersebut akan memilah-milahkan nkelompok satu dan kelompok lainnya yang terwujud dalam bentuk in group dan in group feeling.In group feeling akan berakibat pada makin eratnya hubungan sosial, sedangkan out group feelingberdampak pada makin renggang hubungan sosial atau bahkan bisa saja berdampak pada saling bertikai antarkelompok.Kedua, perubahan kepribadian seseorang, artinya jika bentuk pertentangan itu terjadi karena hubungan saling mendominasi antara orang atau kelompok satu dan orang atau kelompok lainnya, maka biasanya kelompok yang didominasi lama-kelamaan akan berubah karakter kepribadiaannya. Bentuk perubahan itu bisa saja semakin pesimis atau semakin pasrah di kalangan kelompok yang terdominasi (tertindas) atau sebaliknya justru semakin berani perangainya karena tidak tahan hidup dalam dominasi atau tekanan pihak lain. Misalnya bangsa Indonesia yang dahulu dikenal sebagai bangsa yang sabar, toleran, ramah bisa menjadi berani karena dijajah oleh bangsa lain, yaitu Belanda dan Jepang. Hasil perlawanan itu adalah revolusi sosial pada 17 Agustus 1945 yang dikenal sebagai hari kemerdekaan.Ketiga, hancurnya harta benda atau korban manusia, jika pertentangan yang terjadi tidak berhasil diselesaikan sehingga berujung pada tindakan kekerasan antar individu atau antar kelompok sosial.Keempat, akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak.

 

  1. Produk dari Interaksi Sosial

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antarmanusia dalam kehidupan sosial. Adapun manusia sebagai insan individu masing-masing memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda. Berangkat dari realitas tersebut berarti kehidupan sosial terdiri dari kelompok manusia yang beragam karakter dan kepribadian. Jika dua orang saling mengadakan interaksi, maka dalam proses sosial tersebut akan bertemu dua kepribadian yang berbeda. Karakter dan kepribadian merupakan dorongan secara internal yang melahirkan tingkah laku. Dengan demikian, kehidupan kelompok sosial akan ditemukan keanekaragaman kepentingan, pemikiran, sikap, tujuan, tingkah laku manusia yang dipertemukan dalam suatu wadah sosial yang disebut komunitas sosial.

Pola-polakelakukan manusia tentu erat kaitannya dengan tujuan dari masing-masing individu, sehingga dalam setiap langkah atau pergerakan tentu tidak akan lepas dari faktor kepentingan individu. Akan tetapi, hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu adalah tidak ada satupun individu yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa hidup dalam kelompok. Dengan demikian, dalam kehidupan kelompok akan ditemukan berbagai kepentingan. Berbagai kepentingan yang terangkum dalam kelompok disebut kepentingan bersama atau kepentingan sosial, seperti hidup dalam keadaan aman, tertib, sejahtera dan terhindar dari ancaman yang mengancam kehidupan bersama tersebut. Dengan adanya kepentingan kolektif, kepribadian kolektif, tujuan kolektif, maka kolektifitas sosial tersebut akan melahirkan identitas kelompok. Identitas kelompok merupakan ciri atau karakter kehidupan manusia dalam komunitasnya yang oleh banyak pihak menyebutnya dengan istilah budaya. Dengan demikian, istilah kebudayaan akan selalu merujuk pada pola-pola kelakuan kolektif , bukan pola-pola kelakuan individual.

Uraian ini telah begitu jelas menjabarkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antarmanusia dalam kehidupan sosial yang didorong oleh motif-motif internal, yaitu kepentingan dan tujuan. Dengan beragamnya kepentingan dan tujuan masing-masing individu, maka akan lahir pola-pola interaksi sosial, yaitu; pertama, pola-pola hubungan sosial yang melahirkan pertentangan antar individu maupun antarkelompok. Yang melatarbelakangi adanya pertentangan adalah adanya perbedaan kepentingan dan tujuan yang oleh pihak ingin dicapai. Akan tetapi, pencapaian tujuan masing-masing pihak tersebut akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain, sehingga pertemuan antar kepentingan yang demikian ini akan menimbulkan benturan kepentingan. Pola-pola hubungan timbal balik seperti ini akan menimbulkan pertikaian, perselisihan, dan sebagainya yang dalam istilah sosiologi yang disebut konflik. Proses sosial yang demikian akan menghasilkan interaksi sosial yang bersifat disasosiatif.

Kedua, pola-pola hubungan sosial yang melahirkan kerja sama antar individu maupun antarkelompok. Hal ini dilatarbelakangi oleh sifat manusia sebagai makhluk sosial yang antara satu dengan lainnya terdapat pola-pola hubungan yang bersifat komplementer (saling membutuhkan). Yang menyebabkan adanya pola-pola hubungan ketergantungan antarmanusia adalah terletak pada kapasitas (kemampuan) manusia dimana manusia selalu diikuti oleh kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan antarpihak ini menyebabkan adanya hubungan saling ketergantungan, dan dari ketergantungan tersebut terjalinlah kerja sama antarmanusia untuk memenuhi kebutuhannya. Bentuk proses sosial yang demikian ini disebut interaksi sosial asosiatif.

Dengan adanya proses-proses sosial baik asosiatif maupun disasosiatif, maka dalam kehidupan sosial sangat diperlukan pola-pola hubungan sosial agar kehidupan menjadi teratur sehingga tujuan sosial dapat dicapai. Untuk mencapai tertib sosial tersebut maka diperlukan pola-pola peraturan dan alat untuk mengaturnya. Alat untuk mengatur kehidupan sosial tersebut disebut lembaga sosial atau institusi sosial (social institution). Dalam konsep sosiologi pola-pola sosial yang mengatur tata kelakuan manusia dalam kelompok dinamakan norma sosial, sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan sosial disebut nilai-nilai sosial, sedangkan alat untuk menjalankan tata aturan dan alat untuk mengontrol perilaku disebut lembaga sosial.

Dengan demikian, produk dari interaksi sosial adalah nilai-nilai sosial, norma, sosial dan lembaga sosial. Adapun produk-produk tersebut merupakan hasil dari aktivitas antara aksi dan reaksi antarpihak yang terlibat dalam aktivitas tersebut. Beberapa produk interaksi sosial diantaranya:

1. Keteraturan Sosial (Social Order) dan Ketidakteraturan Sosial (Social Disorder)

Keteraturan Sosial (social order) merupakan suatu kondisi sosial dimana masing-masing anggota masyarakat dalam kehidupannya mengikuti norma-norma sosial yang berlaku di dalam kelompok sosial tersebut. Apabila kehidupan sosial telah berjalan berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku maka nilai-nilai sosial akan terwujud. Adapun nilai itu sendiri merupakan sesuatu yang dianggap layak, baik, patut, pantas yang keberadaanya selalu diinginkan, dicita-citakan dalam kehidupan sosial. Jika di dalam kehidupan sosial masing-masing anggota masyarakat menaati tata aturan yang disebut nilai tersebut, maka interaksi sosial akan menghasilkan produk keteraturan sosial di dalam keluarga misalnya.

Tidak ada kehidupan sosial yang homogen, artinya tidak ada manusia satu dengan lainnya yang memiliki persamaan baik karakter maupun motif-motif sosialnya. Akan tetapi, walaupun kehidupan sosial selalu identik dengan homogenitas, namun di lain pihak juga ada titik-titik persamaan dalam bidang-bidang tertentu, seperti persamaan kepentingan, tujuan, kehendak, dan sebagainya. Di sisi lain, walaupun dalam kehidupan sosial sudah terdapat nilai-nilai dan norma-norma sosial tetapi kecenderungan manusia untuk melanggar norma-norma dalam mencapai tujuannya masih tetap menjadi bagian besar yang senantiasa mengisi ruang dan waktu dalam setiap kehidupan sosial. Tampaknya kecenderungan manusia hanya akan mematuhi ketertiban sosial jika ia berada dalam sistem pengendalian sehingga tanpa pengendalian dan pengawasan, maka ia akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Untuk mencapai tujuan dalam kehidupan sosial, maka ada beberapa unsur yang mendukung keteraturan sosial, diantaranya:

  1. Tertib Sosial Itu Sendiri

Kehidupan sosial akan mencapai ketertiban jika antara nilai-nilai sosial dan norma-norma sosial sudah terdapat keselarasan. Dengan demikian, antara tujuan kehidupan sosial yang dirumuskan dalam bentuk nilai-nilai tersebut tercapai karena masing-masing anggota masyarakat talah mematuhi norma-norma yang berlaku. Ketertiban sosial yang dicapai dapat diukur melalui beberapa indikator (ukuran), yaitu:

1)        Adanya sistem nilai dan norma yang jelas.

2)        Masing-masing anggota masyarakat mengetahui dan memahami norma-normadan nilai-nilai sosial yang berlaku.

3)        Masing-masing individu dalam masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan norma dan nilai yang berlaku.

  1. Order

            Dalam sosiologi order akan menjadi (social order) yang merujuk suatu pengertian sistem dimana tatanan norma dan nilai sosial yang ada di dalam kehidupan sosial tersebut dipatuhi, dijadikan pedoman oleh masyarakat. Jika tatanan norma dan nilai di dalam kehidupan sosial yang ada sudah tidak diakui, atau dipatuhi dan tidak dijadikan pedoman untuk tingkah laku, maka keadaan demikian dekatakan sebagai social disorder.

  1. Keajekan

            Dalam konsep lain disebut kontinuitas (continuity) merujuk pada keadaan sosial dalam kondisi keteraturan secara berkesinambungan. Dengan demikian, tolok ukur dari keteraturan sosial itu bukan secara sporadis (sementara). Sebab jika keteraturan itu bersifat sementara berarti bukan kehidupan kelompok sosial, melainkan kerumunan. Yang dimaksud kerumunan disini adalah kehidupan sosial yang menbentuk kelompok-kelompok manusia yang hanya bersifat sementara saja, tidak ada titik kelanjutannya.

  1. Pola

            Yang dimaksud pola dalam hal ini adalah mekanisme atau cara dari proses interaksi sosial tersebut berlangsung di dalam kehidupan sosial.Pola lebih menekankan pada aspek kebiasaan dalam keteraturan sosial yang biasa dilakukan dalam masyarakat. Pola-pola kehidupan sosial antara satu dan lainnya memiliki perbedaan. Dengan demikian, keteraturan sosial merupakan kondisi dinamis suatu masyarakat, dimana aturan-aturan dasar sebagai cara mencapai tatanan sosial yang tertib yang menjadi tujuan kehidupan kelompok dapat tercapai. Ketercapaian dari keteraturan sosial tersebut tergantung dari mekanisme dan kekuatan daya kontrol sosial dan rasa tanggung jawab masing-masing anggota masyarakatnya.

                                                       


 

BAB IV

PENUTUP

 

  1. Simpulan

Proses Sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila individu dan kelompok-kelompok saling bertemu dan menentukan system serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidpan bersama.

Interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan mempelajari banyak masalah didalam masyarakat. Dalam interaksi sosial dapat dibedakan menjadi 2 yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial dapat terjadi antara orang-perorangan, antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, antar suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Pentingnya kontak dan komunikasi sosial bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji pada suatu kehidupan yang terasing. Kehidupan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak lain.

DAFTAR PUSTAKA

 

Elly M Setiadi, Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

 

Soekanto, soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers, PT RajaGrafindo Persada

 

 

masalah desentralisasi

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang Masalah

Sejak awal 1990-an telah berkembang berbagai wacana diantara pemerhati pemerintahan tentang desentralisasi pemerintah di Indonesia. Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah yang selanjutnya diubah oleh Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, telah mengantarkan Indonesia memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah lebih dari 30 tahun berada di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis. Implementasi kedua undang-undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber daya fiskal, otonomi politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama rentang perpindahan yang lebih dari satu dasawarsa tersebut, berbagai pengalaman lokal yang heterogen telah muncul ke permukaan, seiring longgarnya pengawasan pusat atas daerah dan meningkatnya wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik.

Dengan demikian Makalah ini kami buat, dan akan dibahas secara lebih mendetail mengenai Desentralisasi yang berada di Indonesia.

 

 

 

 

 

  1. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana pengertian Desentralisasi?
  2. Bagaimana konsep dan teori Desentralisasi?
  3. Bagaimana Sejarah Desentralisasi Indonesia?
  4. Bagaimana Dimensi dan derajat Desentralisasi?
  5. Apa hukum Desentralisasi yang pernah berlaku di Indonesia?
  6. Bagaimana implementasi Desentrallisasi di Indonesia?
  7. Bagaimana dampak positif dan negatif Desentralisasi Indonesia?
  8. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

  1. Mengetahui pengertian Desentralisasi.
  2. Mengetahui konsep dan teori Desentralisasi.
  3. Mengetahui Sejarah Desentralisasi Indonesia.
  4. Mengetahui Dimensi dan derajat Desentralisasi.
  5. Mengetahui hukum Desentralisasi yang pernah berlaku di Indonesia.
  6. Mengetahui implementasi Desentrallisasi di Indonesia.
  7. Mengetahui dampak positif dan negatif Desentralisasi Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Istilah dan Pengertian Desentralisasi

Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang berarti penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia . Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.

Menurut para Ahli

  1. Rondinelli dan Cheema (1983) mendefinisikan otonomi daerah sebagai berikut: Decentralization is the transfer of planning, decisionmaking,or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal (italics in original) organization, local government or non-governmental organization.
  2. Dennis Rondinelli

Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenangdan kekuasaan : perencanaan, pengambilan keputusan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (organisasi-organisasi pelaksana daerah, unit-unit pelaksana daerah) kepada organisasi semi-otonom dan semi otonom (parastatal ) atau kepada organisasi non-pemerintah.

  1. Menurut World Bank

Desentralisasi atau Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk menjalankan fungsi pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi pemerintah yang menjadi bawahannya atau yang bersifat semi independen dan atau kepada sektor swasta

  1. Menurut M.Mas’ud Said

Dalam konteks Indonesia, otonomi daerah adalah proses pelimpahan, wewenang dan kekuasaan dari pemerintah pusat di Jakarta kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota (dalam koridor UU 32/2004 dan UU 33/2004, UU No. 18/2001 untuk DI Aceh, UU No. 21/2001, untuk Papua)

Sehingga Desentralisasi adalah azas penyelenggaraan pemerintah yang dipertentangan dengan sentralisasi. Desentralisai menghasilkan pemerintahan lokal (local government), sebagai disana terjadi superior government assingns responsibility, authority, or function to lower government unit.that is assumed to have some degree of authority. Adanya pembagian kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintah yang lebih rendah (pemerintah lokal), merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dengan sentralisasi.

Menurut para pakar politik sependapat bahwa dianutnya Desentralisasi adalah agar kebijakan pemerintah tepat sasaran, dalam arti sesuai dengan kondisi wilayah serta masyarakat setempat.

Selanjutnya mengutip pendapat Riggs (dalam Sarunjang 2000:47) menyatakan bahwa desentralisasi mempunyai dua makna:

  1. Pelimpahan wewenang (delegation) yang mencakup penyerahan tanggung jawab kepada bawahan untuk mengambil keputusan berdasar kasus yang dihadapi, tetapi pengawasan tetap berada ditangan pusat. 
  2. Pengalihan kekuasaan (devolution) yakni seluruh tanggung jawab untuk kegiatan tertentu diserahkan penuh kepada penerima wewenang.

Tujuan dari desentralisasi adalah

  • Mencegah pemusatan keuangan

                                                                                              

  • Sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
  • Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.

Sedangkan tujuan desentralisasi menurut smith(1985) membedakan secara umum 2 tujuan utama desentralisasi yaitu “political and economic goals”lalu smith mencoba mengupas secara tujuan dari desentralisasi secara lebih rinci membedakan tujuan desentralisasi bila dilihat dari sudut pandang kepentingan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Untuk kepentingan pemerintah pusat smith menegaskan sedikitnya ada 3 tujuan desentralisai yaitu:

(political education,training in political leadership,and for political stability)

Untuk kepentingan pemerintah daerah menurut smith ada 3 tujuan desentralisasi yaitu :

  1. political equality
  2. local accountability,and
  3. local responsiveness

Empat bentuk desentralisasi, yaitu:

• Dekonsentrasi wewenang administratif

Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.

• Delegasi kepada penguasa otoritas

Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat.

• Devolusi kepada pemerintah daerah

Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.

• Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta

Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.

  1. KONSEP DAN TEORI DESENTRALISASI

Desentralisasi saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraanpemerintahan.Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut dapat diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu pertama peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan pendekatan model efisiensi struktural/structural efficiency model) dan kedua peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan (yang merupakan pendekatan model partisipasi/participatory model). Setiap negara lazimnya memiliki titik berat yang berbeda dalam tujuan-tujuan desentralisasinya tergantung pada kesepakatan dalam konstitusi terhadap arah pertumbuhan (direction of growth)yang akan dicapai melalui desentralisasi.

Dalam konteks Indonesia, Desentralisasi telah menjadi konsensus pendiri bangsa. Pasal 18 UUD 1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18, 18A dan 18B memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Amanat dan Konsensus Konstitusi ini telah lama dipraktekkan sejak Kemerdekaan Republik Indonesia dengan berbagai pasang naik dan pasang surut tujuan yang hendak dicapai melalui desentralisasi tersebut. Bahkan Sampai saat ini, kita telah memiliki 7 (tujuh) Undang-Undang yang mengatur pemerintahan daerah yaitu UU 1 tahun 1945, UU 22 tahun 1948, UU 1 tahun 1957, UU 18 tahun 1965, UU 5 tahun 1974, UU 22 tahun 1999 dan terakhir UU 32 tahun 2004. Melalui berbagai UU tersebut, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia mengalami berbagai pertumbuhan dan juga permasalahan.                                                        Dalam bagian ini akan disajikan konsepsi pemerintahan daerah dan berbagai azas penyelenggaraannya. Disamping itu juga akan dibahas tujuan-tujuan desentralisasi dan secara khusus tujuan desentralisasi dalam peningkatan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara lebih khusus bagian ini juga akan menjelaskan: Perbedaan negara kesatuan dan negara federal, konsep sentralisasi, konsep desentralisasi, konsep dekonsentrasi, tujuan-tujuan desentralisasi, kaitan antara desentralisasi dengan pelayanan publik, serta kaitan antara desentralisasi dengan Kesejahteraan Masyarakat.

Konsep desentralisasi menurut Webster (dalam Prakoso, 1984:77) memberikan rumusan desentralisasi sebagai berikut: To decentralize means to devide and distrubute, as governmental administration, to withdraw from the center or concentration. (Desentralisasi berarti membagi dan mendistribusikan, misalnya administrasi pemerintahan, mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi)      
 
Kemudian pendapat lainnya Fortmann (dalam Bryant 1989:215) menekankan bahwa : Desentralisasi juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas lokal. Kekuasaan dan pengaruh cenderung bertumpu pada sumber daya. Jika suatu badan lokal diserahi tanggung jawab dan sumber daya, kemampuannya untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Jika pemerintah lokal semata-mata ditugaskan untuk mengikuti kebijakan nasional, para pemuka dan warga masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja didalamnya.

  1. SEJARAH DESENTRALISASI DI INDONESIA

Era Kemerdekaan

Di era kemerdekaan, Pasal 18 UUD 1945 (redaksi lama) beserta penjelasannya menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi. UUD 1945 yang disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, Pasal 18 yang bertajuk Pemerintahan Daerah itu selengkapnya berbunyi :

Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang sifatnya istimewa”.

Ketua PPKI Ir. Soekarno dalam pengantarnya berkenaan dengan pasal pemerintahan daerah itu, berkata : ‘Tentang Pemerintah Daerah, di sini hanya ada satu pasal, yang berbunyi: ”Pemerintah Daerah disusun dalam Undang-Undang“.

Hanya saja, dasar-dasar yang telah dipakai untuk negara itu juga harus dipakai untuk Pemerintah Daerah. Artinya, Pemerintah Daerah harus juga bersifat permusyawaratan, dengan lain perkataan harus ada Dewan Perwakilan Daerah. Dan adanya daerah-daerah istimewa diindahkan dan dihormati, Kooti-Kooti, Sultanat-Sultanat tetap ada dan dihormati susunannya yang asli, akan tetapi itu keadaannya sebagai daerah, bukan negara; jangan sampai ada salah paham dalam menghormati adanya daerah “Zelfbesturende landschappen”, hanyalah daerah saja, tetapi daerah istimewa yaitu yang mempunyai sifat istimewa. Jadi daerah-daerah istimewa itu suatu bagian dari Staat Indonesia, tetapi mempunyai sifat istimewa, mempunyai susunan asli. Begitupun adanya “Zelfstandige Gemeenschappen” seperti desa, di Sumatera negeri (di Minangkabau), marga (di Palembang), yang dalam bahasa Belanda disebut “Inheemsche Rechtsgemeenschappen”. Susunannya asli itu dihormati”.

Di kala itu, yang disahkan PPKI adalah Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh (37 pasal), Aturan Peralihan (4 pasal), dan Aturan Tambahan (2 butir angka), dan belum ada Penjelasan. Penjelasan, yang kelak dikenal dengan penamaan Penjelasan UUD 1945, baru dimunculkan kurang lebih enam bulan kemudian, dimuat dalam Berita Repoeblik Indonesia Tahun II Nomor 7, tanggal 15 Februari 1946, disertai pengantar redaksi, sebagai berikut: “Oentoek memberikan kesempatan lebih loeas lagi kepada oemoem mengenai isi Oendang-Oendang Dasar Pemerintah jang semoelanya, di bawah ini kita sadjikan pendjelasan selengkapnja”.

Penjelasan tersebut memang tidak dimaksudkan sebagai bagian naskah otentik konstitusi, apalagi penjelasan itu tidak dibuat serta tidak disahkan oleh PPKI. Pemuatan Penjelasan UUD 1945 pada halaman 51 sampai dengan 56 Berita Repoeblik Indonesia terpisah dari pemuatan UUD 1945 (halaman 45 sampai dengan 48), diantarai dengan pemuatan nama-nama daerah (provinsi) dalam lingkungan republik serta Makloemat Pemerintah Repoeblik Indonesia, bertanggal 1 November 1945, yang ditandatangani Wakil Presiden Drs. Mohamad Hatta. Menelaah rumusan bagian ‘Oemoem’ dari Penjelasan UUD 1945 serta Penjelasan tafsir setiap pasal UUD dapat disimpulkan bahwasanya naskah Penjelasan UUD 1945 hampir seluruhnya disusun oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Menteri Kehakiman di awal Pemerintahan RI.

Pada Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 mengenai Pemerintahan Daerah, dikemukakan:

a. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

b. Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landschappen dan volksgemeen-schappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

Peraturan perundangan yang pertama tentang otonomi daerah adalah UU No. 1 tahun 1945. Peraturan ini membagi daerah dalam tiga jenis daerah otonom, yaitu keresidenan, kabupaten, dan kota berotonomi. Wilayah Negara dibagi dalam delapan provinsi yang diarahkan berbentuk daerah administratif tanpa memiliki otonomi. Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya provinsi Sumatera, provinsi berubah menjadi daerah otonom, kemudian dibentuk daerah perwakilan Sumatera atas dasar ketetapan Gubernur Sumater Nomor 102 tanggal 17 Mei 1945, serta dikukuhkan dengan peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1947.

Tahun 1948 dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1948 tanggal 10 Juli 1948 yang menganut otonomi material, yaitu pemerintah pusat menentukan kewajiban apa saja yang diserahkan kepada daerah. Unsur yang paling menonjol adalah sebutan Provinsi bagi Dati I, Kabupaten dan Kota Besar bagi Dati II, Desa (Kota Kecil, Negeri, Marga dan sebagainya) bagi Dati III.

Sempat terjadi perubahan konstitusi yaitu lahirnya UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949 yang juga masih mengakomodir pemerintahan daerah.

Kemudian di tahun 1957, lahirlah UU No.1 tahun 1957 yang menganut sistem otonomi riil, yaitu urusan rumah tangga secara luas diserahkan kepada daerah. Pemerintah pusat hanya mempunyai wewenang sesuai dengan kewenangan yang diberikan undang-undang. Dalam hal ini juga dikenal tiga tingkatan daerah yaitu, Dati I, II, dan III.

Penetapan Presiden No. 6/1959 jo Penetapan Presiden No. 5/1960 yang hampir sama dengan UU No. 1 Tahun 1957, yaitu pemerintah di bagi ke dalam tiga tingkatan, namun perbedaannya Kepala Daerah Tingkat I dan II tidak bertanggung jawab kepada DPRD tingkat I ataupun DPRD tingkat II.

Lahir kemudian UU No. 18 Tahun 1965 yang membagii wilayah RI ke dalam daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri melalui sistem otonomi riil dan seluas-luasnya. Tingkatan daerah tetap ada tiga, yaitu Dati I (Provinsi), Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dan Dati III (Kecamatan/Kotapraja).

Era Orde Lama

Di era orde lama, pemerintah dengan demokrasi liberalnya dan awal demokrasi terpimpin di dekade 1950an terjadi beberapa pemberontakan daerah yang signifikan, antara lain di Sumatra Barat, Sulawesi Selatan yang terkenal dengan PRRI-Permesta, dan Gerakan Aceh Merdeka. Selain itu masih terdapat beberapa pemberontakan kecil yang antara lain terjadi di Jawa Barat yang bermaksud mendirikan negara Islam, dan di Kalimantan Barat di awal 1960an yang terkait dengan etnis Cina. Gerakan-gerakan ini sangat terkait dengan aspek vertical distribution of power, disamping tentu saja memiliki keterkaitan dengan aspek horizontal distribution of power.

Untuk itu, dapat disimpulkan penyebab munculnya pergolakan-pergolakan ini antara lain :

Pertama, pemberontakan daerah di luar Jawa dilatar belakangi oleh ketimpangan struktur ekonomi yang mencolok antara Jawa dan luar Jawa. Pulau Jawa yang sangat padat penduduknya berperan menjadi ‘net-importer’, sementara luar Jawa menjadi andalan untuk kepentingan ekspor. Ketidakadilan struktur ekonomi yang lebih menguntungkan Jawa ini masih diperparah oleh kondisi politik yang membatasi harapan masyarakat luar Jawa untuk terlibat dalam proses politik nasional. Partai-partai besar yang berpengaruh secara nasional pada Pemilu 1955 lebih banyak berbasis di Jawa, seperti PNI, NU, dan PKI. Sementara aspirasi luar Jawa hanya diwakili oleh satu partai Masyumi.

Kedua, pemberontakan daerah Orde Lama tersebut didorong oleh kekecewaan terhadap sistem pemerintahan yang sentralistis yang tidak memberikan ruang yang memadai terhadap otonomi daerah. Para politisi daerah di awal kemerdekaan yakin bahwa otonomi daerah merupakan syarat minimal yang memungkinkan daerah untuk menjaga kepentingannya. Namun, pemerintahan yang berjalan sampai menjelang 1957 cenderung bersifat sentralistis. Pembentukan Republik Indonesia Serikat di akhir 1940an dengan cepat dikembalikan lagi ke bentuk negara kesatuan. Para birokrat dan profesional cenderung untuk menghalangi proses desentralisasi. Kondisi ini menimbulkan kekecewaan yang tinggi di kalangan politisi daerah. Upaya pemerintah pusat mengembangkan otonomi melalui UU No. 1/1957 dinilai sudah terlambat karena kekecewaan daerah telah demikian memuncak.

Ketiga, peluang pemberontakan daerah di era Orde Lama diperluas oleh pengorganisasian militer yang berkoisidensi dengan pengorganisasian sipil dan bahkan sekaligus menjadi satu kesatuan dengan polarisasi kultural. Kepemimpinan militer di daerah mempunyai wilayah yang koinsiden dengan kepemimpinan sipil sehingga di antara keduanya mudah untuk menyatu dengan nama daerah. Kemudian, profesionalisasi dan rasionalisasi organisasi militer yang dilakukan oleh militer pusat telah merugikan para militer daerah yang berpendidikan formal rendah. Oleh karena itu, penjelasan ini mengajukan argumen bahwa pemberontakan daerah lebih didorong oleh konflik internal militer yang kemudian menyatu dengan kepemimpinan sipil dan solidaritas kultural.

Oleh karena itu sangat mudah dipahami mengapa hubungan pusat-daerah merupakan satu permasalahan pelik politik yang menyita banyak energi.

Era Orde Baru 1966 1998

Permasalahan pemerintahan di era Orde Lama, kurang mampu diredam Orde Baru. Orde Baru hanya menyelesaikan permasalahan terkait pengorganisasian militer, namun pada saat yang sama justru semakin memperparah dua permasalahan terpenting yaitu mengembangkan sistem pemerintahan dan keuangan daerah yang semakin tersentralisir, dan semakin memperlebar dikotomi struktur ekonomi yang fundamental antara Jawa dan Luar Jawa.

Sentralisasi sumberdaya politik dan ekonomi di tangan sekelompok kecil elit di pemerintah pusat adalah konsekuensi yang melekat dari sistem politik otoritarian tersebut. Bahkan, sentralisasi ini masih diperparah lagi dengan dikembangkannya uniformitas supra- dan infra-struktur politik.

Orde Baru mengatur pemerintahan lokal secara detail dan diseragamkan secara nasional. Organ-organ supra-struktur politik lokal diatur secara terpusat dan seragam tanpa mengindahkan heterogenitas sistem politik lokal yang telah eksis jauh sebelum terbentuknya konsep kebangsaan Indonesia. Melalui strategi korporatisme negara, pemerintah Orde Baru melakukan penunggalan kelompok kepentingan yang dikontrol secara terpusat. Para buruh di seluruh nusantara hanya diakui eksistensinya apabila bernaung di bawah SPSI. Demikian pula halnya untuk pegawai negeri yang telah disediakan Korpri, untuk guru telah disediakan PGRI, untuk petani telah disediakan HKTI, untuk pengusaha telah disediakan KADIN, untuk para wartawan telah disediakan PWI, dan lain-lain. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya sentralisasi kelembagaan kelompok kepentingan dan kemudian menjadi salah satu mesin politik untuk membangun dukungan masyarakat (walaupun mungkin semu) kepada pemerintah melalui organisasi payung yang dinamakan Golongan Karya (King 1982, Reeve 1990).

Dengan kata lain, dalam era Orde Baru telah terjadi proses negaraisasi (state formation) secara luar biasa yang berusaha menisbikan eksistensi politik lokal yang telah lama berakar di masyarakat. Hal ini menjadi semakin efektif melalui keterlibatan militer dalam day-to-day politics yang secara intens menumbuhkan suasana ketakutan (baik represi ideologis maupun fisik) di kalangan komunitas politik yang berusaha menolak dominasi pusat. Administrasi negara juga terlalu banyak merambah di dalam kehidupan privat, seperti pengurusan Kartu Tanda Penduduk, Surat Kelakuan Baik, Keterangan Bersih Lingkungan, dan lain-lain yang menciptakan ketergantungan individu kepada negara (Antlov 1994).

Mekanisme kontrol politik secara nasional tersebut bahu-membahu dengan sentralisasi pengelolaan sumber daya ekonomi secara nasional yang sangat bias pusat (Jakarta, dan kemudian Jawa). Dengan wacana pembangunan nasional, pemerataan pembangunan antar daerah dan integrasi nasional, pemerintah melakukan pengelolaan sumber daya ekonomi daerah secara nasional. Pertambangan, hutan, beberapa hasil laut dan beberapa jenis perkebenan dikelola secara nasional yang hasilnya dibawa secara penuh ke Jakarta.

Mekanisme sentralistis semacam ini terus berkepanjangan karena dua hal utama. Pertama, pada tingkat nasional, elit politik pembuat keputusan tidak mempunyai basis politik lokal sama sekali. Kekuatan eksekutif nasional (yang bisa jadi hanya Lembaga Kepresidenan, dan bahkan hanya Suharto saja) yang menjadi aktor tunggal dalam pentas politik nasional tidak berakar dari bawah, dan bahkan tidak membutuhkan dukungan politik dari masyarakat untuk kelangsungan kekuasaan politik mereka. Kedua, pada tingkat daerah, masyarakat politik lokal teralienasi dari mekanisme politik yang telah sepenuhnya ternasionalisasi. Bahkan juga, arena politik lokal telah dimonopoli oleh orang pusat yang ada di daerah.

Karena supra-struktur dan infra-struktur politik lokal telah mengalami negaraisasi secara substansial, maka praktis tidak ada resistensi politik daerah yang memadai terhadap sentralisasi pengelolaan sumber daya ekonomi yang terpusat ini. Dengan kata lain, secara ringkas bisa dikatakan bahwa berbagai sosok bias pusat dalam distribusi sumber daya politik dan ekonomi yang terjadi selama 32 tahun terakhir ini adalah produk dari sebuah rejim politik otoritarian yang membangun legitimasi politiknya melalui sentralisasi serta monopoli sumber daya politik dan ekonomi secara nasional.

Namun, cara kerja politik yang sentralistis dan monolitis ini hanya mampu memperbaiki keadaan sesaat dan bersifat semu belaka. Sinyal-sinyal kegagalan pengaturan politik lokal Orde baru semakin mencolok ke permukaan tatkala beberapa masyarakat daerah, terutama Irian Jaya dan Aceh, menuntut perubahan mendasar dalam pengaturan politik lokal dan dalam hubungan pusat-daerah di tahun 1997an. Bahkan, salah satu bentuk tuntutan itu adalah tuntutan separatis untuk membentuk negara sendiri. Tuntutan pembentukan negara sendiri atau melepaskan diri dari bagian wilayah NKRI benar-benar terwujud yakni dengan lepasnya Propinsi Timor Timur dari bagian wilayah NKRI melalui referendum pada era Presiden Habibie.

Fakta-fakta tentang adanya tuntutan separatis yang akhirnya diwujudkan melalui lepasnya Timor Timur dari wilayah Indonesia merupakan bukti bahwa ketaatan komunitas politik lokal terhadap pusat yang terjadi selama ini adalah sebuah ketaatan yang semu dan penuh keterpaksaan. Tentu saja konsep negara-bangsa semacam ini sangat rentan terhadap gejolak. Tatkala krisis ekonomi melanda Indonesia, tatkala reformasi politik digulirkan masyarakat, dan tatkala pelanggaran HAM di Indonesia semakin menjadi sorotan dunia, maka tatkala itulah proses pembusukan politik (bukan pembangunan politik) Orde Baru mulai terangkat ke permukaan.

Akhirnya, desentralisasi atau otonomi daerah pada masa Orde Baru bukannya tak ada sama sekali. Undang-undang No 5 tahun1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah telah mengatur bagaimana pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.

Namun, sebagaimana terwujud dalam praktiknya, UU tersebut tampaknya lebih disusun dalam kerangka sentralisasi ketimbang merupakan sebuah landasan bagi terlaksananya desentralisasi. Salah satu penjelasan UU tersebut juga secara tegas mengatakan otonomi daerah pada hakekatnya lebih merupakan kewajiban daripada hak, yaitu kewajiban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan

Era Reformasi

Bermula dari Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dilanjutkan dengan 7 Mei 1999, lahir UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya UU No. 25/1999 yang mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah, menggantikan UU No. 5/1974 yang sentralistik.

Kedua undang-undang ini mengatur wewenang otonomi yang diberikan luas kepada pemerintah tingkat kabupaten dan kota. Bupati dan walikota pun dinyatakan bukan lagi sebagai aparat pemerintah yang hierarkis di bawah gubernur. Jabatan tertinggi di kabupaten dan kota itu merupakan satu-satunya kepala daerah di tingkat lokal, tanpa bergantung pada gubernur.

Setiap bupati dan walikota memiliki kewenangan penuh untuk mengelola daerah kekuasaannya. Keleluasaan atas kekuasaan yang diberikan kepada bupati/walikota dibarengi dengan mekanisme kontrol (checks and balances) yang memadai antara eksekutif dan legislatif.

Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik riil yang baru. Lembaga legislatif ini secara merdeka dapat melakukan sendiri pemilihan gubernur dan bupati/walikota tanpa intervensi kepentingan dan pengaruh politik pemerintah pusat. Kebijakan di daerah juga dapat ditentukan sendiri di tingkat daerah atas kesepakatan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD). Undang-undang yang baru juga mengatur bahwa setiap peraturan daerah dapat langsung dinyatakan berlaku setelah disepakati sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini kontras berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang mensyaratkan adanya persetujuan dari penguasa pemerintahan yang lebih tinggi bagi setiap perda yang akan diberlakukan.

UU No 22/1999 dan UU No 25/1999 juga memberikan kerangka yang cukup ideal bagi terwujudnya keadaan politik lokal yang dinamis dan demokratis di setiap daerah. Namun, praktik-praktik politik yang menyusul setelah itu masih belum sepenuhnya memperlihatkan adanya otonomi yang demokratis. Setidaknya terdapat dua penyebab utama mengapa hal ini bisa terjadi.

Pertama, pemerintah pusat rupanya tak kunjung serius memberikan hak otonomi kepada pemerintahan di daerah. Ketidakseriusannya dapat dilihat dari pembiaran pemerintah pusat terhadap berbagai peraturan perundang-undangan lama yang tidak lagi sesuai dengan UU otonomi yang baru. Padahal, ada ratusan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan berbagai peraturan lainnya yang harus disesuaikan dengan kerangka otonomi daerah yang baru. Ketiadaan aturan pelaksanaan baru yang mendukung otonomi daerah yang demokratis menjadikan kedua UU menyangkut otonomi daerah itu mandul dan tak efektif. Sementara di tingkat daerah, ketiadaannya telah melahirkan kebingungan.

Kedua, desentralisasi telah menggelembungkan semangat yang tak terkendali di kalangan sebagian elit di daerah sehingga memunculkan sentimen kedaerahan yang amat kuat. Istilah “putra daerah” mengemuka di mana-mana mewakili sentimen kedaerahan yang terwujud melalui semacam keharusan bahwa kursi puncak pemerintahan di daerah haruslah diduduki oleh tokoh-tokoh asli dari daerah bersangkutan. Hal ini tentu saja bukan sesuatu yang diinginkan apalagi menjadi tujuan pelaksanaan otonomi daerah. Bagaimanapun, fenomena “putra daerah” itu begitu meruak di berbagai daerah.

Hubungan pusat dan daerah juga masih menyimpan ancaman sekaligus harapan. Menjadi sebuah ancaman karena berbagai tuntutan yang mengarah kepada disintegrasi bangsa semakin besar. Bermula dari kemerdekaan Timor Timur (atau Timor Leste) pada tanggal 30 Agustus 1999 melalui referendum. Berbagai gelombang tuntutan disintegrasi juga terjadi di beberapa daerah seperti di Aceh, Papua, Riau dan Kalimantan. Meskipun ada sejumlah kalangan yang menganggap bahwa kemerdekaan Timor Timur sudah seharusnya diberikan karena perbedaan sejarah dengan bangsa Indonesia dan merupakan aneksasi rezim Orde Baru, tetapi efek domino yang timbulkannya masih sangat dirasakan, bahkan dalam MoU Helsinki yang menghasilkan UU Pemerintahan Aceh.Gejolak terus berlanjut hingga, Aceh dan Papua akhirnya diberi otonomi khusus.

Menjadi harapan, karena Amandemen kedua konstitusi, telah mengubah wajah Pemerintahan Daerah menjadi lebih demokratis dan lebih bertanggung jawab. Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 (redaksi baru), Perubahan Kedua, berbunyi, “Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemreintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat“. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 tidak dapat dibaca secara terpisah dengan Pasal 18 ayat (1) dan (5) UUD 1945 (redaksi baru).

Dalam pemahaman ini, M. Laica Marzuki mengatakan, bentuk negara (de staatsvorm) RI secara utuh harus dibaca -dan dipahami- dalam makna: Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang disusun berdasarkan desentralisatie, dijalankan atas dasar otonomi yang seluas-luasnya, menurut Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 (redaksi baru) juncto Pasal 18 ayat (1) dan (5) UUD 1945 (redaksi baru).

Lima tahun berlangsung, UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 dipandang perlu direvisi, hingga lahirlah UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan menggantikan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 tersebut.

Pasal 1 angka 7 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merumuskan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan negara RI, menurut UUD 1945 (Pasal 1 angka 1 UU Nomor 32 Tahun 2004).

Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom bermakna peralihan kewenangan secara delegasi, lazim disebut delegation of authority.

Tatkala terjadi penyerahan wewenang secara delegasi, pemberi delegasi kehilangan kewenangan itu, semua beralih kepada penerima delegasi. Dalam hal pelimpahan wewenang secara mandatum, pemberi mandat atau mandator tidak kehilangan kewenangan dimaksud. Mandataris bertindak untuk dan atas nama mandator.

Dengan demikian, dalam hal penyerahan kewenangan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom secara delegasi, untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan memberikan konsekuensi bahwasanya pemerintah pusat kehilangan kewenangan dimaksud. Semua beralih kepada daerah otonom, artinya menjadi tanggungjawab pemerintahan daerah, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai urusan pemerintah pusat. Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menetapkan, bahwasanya urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi a. politik luar negeri, b. pertahanan, c. keamanan, d. yustisi, e. moneter dan fiskal, f. agama.

Pusat tidak boleh mengurangi, apalagi menegasikan kewenangan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah otonom. Namun demikian, daerah otonom-daerah otonom tidak boleh melepaskan diri dari Negara Kesatuan RI. Betapa pun luasnya cakupan otonomi, desentralisasi yang mengemban pemerintahan daerah tidaklah boleh meretak-retakkan bingkai Negara Kesatuan RI.

Secara formal normatif, arah desentralisasi sudah cukup baik. Namun, dalam tataran empiris komitmen pemerintah pusat tidak konsisten. Praktek-praktek monopoli dan penguasaan urusan-urusan strategis yang menyangkut pemanfaatan sumber daya alam termasuk perizinan di daerah, dikuasai pusat.

Intervensi pusat pada daerah begitu besar. Penyerahan urusan/wewenangan yang semestinya dilakukan dengan penyerahaan sumber keuangan tidak dilakukan. Pusat melakukan penganggaran pembangunan daerah tanpa melibatkan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pembiayaan fungsi-fungsi pemerintahan di daerah lebih dominan berasal dari APBN, yang semestinya diserahkan sebagai dana perimbangan untuk APBD.

UU No. 32 Tahun 2004 ini sempat mengalami perubahan berdasarkan UU No. 8 tahun 2005 dan UU No. 12 tahun 2008.

Tahun 2007, kemudian dikeluarkan PP No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan. Walau telah dibagi-bagi kewenangan pusat dan daerah, namun PP ini dipandang telah menegasikan kewenangan daerah. Revisi lebih komprehensif kemudian diwacanakan kembali pada UU No. 32/2004 untuk lebih menterjemahkan lebih kongkrit kewenangan pusat dan daerah.

  1. Dimensi dan derajat desentralisasi

Dalam kepustakaan Amerika Serikat, Harold F. Alderfer (1964:176) mengungkapkan bahwa terdapat dua prinsip umum dalam membedakan bagaimana pemerintah pusat mengalokasikan kekuasaannya ke bawah. Pertama dalam bentuk deconcentration yang semata-mata menyusun unit administrasi atau field stations, baik itu tunggal ataupun ada dalam hirarki baik itu terpisah maupun tergabung dengan perintah mengenai yang seharusnya mereka kerjakan atau bagaimana mengerjakannya. Tidak ada kebijakan yang dibuat di tingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan-badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya, sementara pejabat lokal desentralisasi, dimana unit-unit lokal ditetapkan dengan kekuasaan tertentu atas bidang tugas tertentu. Mereka dapat menkalankan penilaian, inisiatif dan pemerintahannya sendiri.

Selain itu, desentralisasi dapat dimengerti dalam dua jenis yang berbeda menurut Conyers (1983:102) yang mendasarkan pada berbagai literatur bahasa Inggris yakni Devolution dan Deconcentration. Devolution menunjuk pada kewenangan politik yang ditetapkan secara legal dan dipilih secara lokal. Deconcentration yang menunjuk pada kewenangan administratif yang diberikan pada perwakilan badan-badan pemerintah pusat.

Bagaimana Conyers membagi jenis desentralisasi ini dan untuk menentukan suatu negara berdasar pada jenis yang mana tampaknya didasarkan pada beberapa pertimbangan aktifitas fungsional dari kewenangan yang ditransfer, jenis kewenangan atau kekuasaan yang ditransfer pada setiap aktifitas fungsional, tingkatan atau area kewenangan yang ditransfer, kewenangan atas individu, organisasi atau badan yang ditransfer pada setiap tingkatan, dan kewenangan ditransfer dengan cara legal ataukan administratif.

Tampaknya apa yang dimaksud decentralization menurut Aldefer menyerupai dengan apa yang disebut sebagai devolution menurut Conyers. Sementara istilah deconcentration yang mereka berdua pergunakan juga menunjuk pada kondisi yang sama. Pada sisi lain, Campo dan Sundaram membedakan antara dimensi desentralisasi dan derajat desentralisasi. Dimensi desentralisasi mencakup geografi, fungsional, politik/adminitration serta fiskal. Sedangkan derajatnya, desentralisasi mencakup dekonsentrasi delegasi dan devolusi.

Selanjutnya Rondinelli dan kawan-kawan mengungkapkan jenis desentralisasi secara lebih luas yakni mencakup deconsentration (penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggungjawab administrasi kepada tingakatan yang lebih rendah dalam kementrian atau badan pemerintah), delegation (perpindahan tanggungjawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi di luar struktur birokrasi reguler dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh pemerintah pusat), devolution (pembentukan dan penguasaan unit-unit pemerintahan sub-nasional dengan aktifitas yang secara substansional berada diluar kontrol pemerintahan pusat), dan privatization ( memberikan semua tanggung jawab atas fungsi-fungsi kepada organisasi non pemerintah atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah).

Rondinelli, McCullough, & Johnson (1989) sendiri bahkan mengungkapkan bahwa bentuk desentralisasi ada lima macam yakni

  1. Privatization
  2. Deregulation of private service provision
  3. Devolution to local goverment
  4. Delegation to public enterprtses or publicy regulated private enterprises
  5. Deconcentration of central goverment bureaucracy.

 

Dalam perkembangan sejarah pemerintahan daerah Indonesia, mulai dari masa Hindia Belanda sampai Indoensia modern telah dikenal pula beberapa jenis desentralisasi dalam arti luas. Selain desentralisasi dalam arti sempit (devolution, political decentralization) dan dekonsentrasi yang telah banyak di bahas, dikenal pual jenis Mede Bewind dan vrij bestuur (Sinjal, 2001). Mede bewind biasanya diartikan sebagai tugas pembantuan yang berarti hal menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau daerah tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu. Rohdewohld mengungkapkan makna yang hampir sama tentang mode bewind namun dengan bahasa yang berbeda sebagai fungsi tertentu yang berada dibawah yurisdiksi pemerintah pusat yang dijalankan oleh unit administrasi pemerintah daerah otonom atas perintah pemerintah pusat.

Bukan suatu hal yang mudah memang untuk menetukan apakah suatu negara lebih desentralisasi dibandingkan dengan negara lainnya karena memang ada tiga persoalan teoritis seperti diungkap James Fesler (1965) sebagaimana dikutip Smith (1985: 84), dalam menentukan derajat desentralisasi. Persoalan tersebut adalah

  1. Persoalan bahasa ketika istilah sentralisasi dan dsentralisai telah mendiktonoi pikiran kita
  2. Persoalan pengukuran kelemahan indeks desentralisasi
  3. Persoalan membedakan desentralisasi antar wilayah dari suatu negara.

Tetapi dampaknya derajat desentralisasi tetap dapat disusun berdasarkan faktor-faktor tertentu meskipun masih mengandung perdebatan. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam menyusun derajat desentralisasi dikemukakan oleh Khairul Muluk (2009, 24-25) dengan mengemukakan pertama, derajat desentralisasi dapat dilihat dari fungsi atau urusan yang dijalankan oleh pemerintah daerah. Semakin banyak fungsi yang didesentralisasikan maka semakin tinggi pula derajat desentralisasinya. kedua, jenis pendelegasian fungsi yakni open-end arrangement dan ultra-vires doctrine. Jika suatu pemerintah daerah memiliki fungsi atau tipe pendelegasian general competence maka dapat dianggap derajat desentralisasinya lebih besar. Ketiga, adalah jenis kontrol pemerintah pusat atas pemerintah daerah. Kontrol represif derajat desentralisasinya lebih besar ketimbang kontrol yang bersifat preventif.

Faktor keempat adalah berkaitan dengan keuangan daerah yang menyangkut sejauh mana adanya desentralisasi pengambilan keputusan baik tentang penerimaan maupun pengeluaran pemerintah daerah. Kelima adalah tentang metode pembentukan pemerintah daerah. Derajat desentralisasi akan lebih tinggi jika sumber otoritas daerah berasal dari ketetapan legislatif ketimbang pendelegasian dari eksekutif. Keenam adalah derajat ketergantungan finansial pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, semakin besar presentasi bantuan pemerintah pusat dibandingkan pendapatan asli daerah (PAD) maka semakin besar ketergantungan daerah tersebut secara finansial terhadap pusat. Ini berarti bahwa derajat desentralisasinya lebih rendah. Ketujuh adalah besarnya wilayah pemerintahan daerah. Ada anggapan bahwa semakin luas wilayahnya maka semakin besar derajat desentralisasinya karena pemerintah daerah lebih dapat mengatasi persoalan dominasi pusat dan daerah. Namun demikian, hubungan antara besaran wilayah dengan kontrol yang masih terbuka untuk diperdebatkan.

Faktor kedelapan, adalah politik partai. Jika perpolitikan di tingkat lokal masih didominasi organisasi politik tingkat nasional maka derajat desentralisasinya dianggap rendah jika dibandingkan dengan perpolitikan tingkat lokal lebih di dominasi oleh organisasi politik lokal dan lebih mandiri dari organisasi politik nasional. Sedangkan faktor lainnya adalah struktur dari sistem pemerintahan desentralistik. Sistem pemerintahan yang sederhana dianggap memiliki derajat desentralisasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan sistem pemerintahan yang lebih kompleks.

Aspek lain yang dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan derajat desentralisasi adalah menyangkut desentralisasi kekuasaan pada tingkat tertentu. Ada tiga tingkatan desentralisasi jika kita berbicara tentang kekuasaan. Pertama pada tingkat wilayah (desentralisasi negara kesatuan) atau negara bagian (desentralisasi negara federal) dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih. Kedua pada tingkatan distrik atau yang setara dengan jumlah penduduk 50.000 – 200.000, ketiga pada tingkatan desa atau masyarakat. Disinilah hakekat desentralisasi itu sebenarnya, karena pada tingkatan inilah masyarakat bersentuhan langsung dengan para pemimpin yang akan memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh mereka.

Kebijakan desentralisasi yang dijalankan di Indonesia sesuai UU No. 22 tahun 1999 tidak lagi menggunakan istilah tingkatan karena hubungan antara provinsi dan daerah kini bersifat coordinate dan independent. Distribusi fungsi diberikan pada provinsi atau pada tingkatan pertama dalam pembagian diatas dan kabupaten/kota yang setara dengan tingkatan kedua dalam pembagian diatas. Selain itu UU No. 22 tahun 1999 juga mengatur tentang distribusi fungsi pada pemerintahan desa yang setara denga tingkatan ketiga dalam pembagian diatas. Tetapi dalam pelaksanaannya dintribusi fungsi pada pemerintahan desa dijalankan dibawah subordinasi dan bergantung pada daerah kabupaten atau kota. Hal yang sama juga masih diberlakukan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999.

 

  1. Hukum Desentralisasi yang pernah berlaku di Indonesia

Berdasarkan pandangan historis, politis, konstitusional, struktural maupun teknis operasional, kebijakan desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia merupakan pilihan tepat. Jauh sebelum Republik ini lahir, pola pendelegasian wewenang (desentralisasi) sudah dipraktekan. Pun juga pada jaman penjajahan Belanda dulu, kebijakan desentralisasi diberlakukan melalui undang-undang densentralisasi (desentralisatie wet) tahun 1903. Begitu pula pada jaman penjajahan Jepang, kebijakan desentralisasi Belanda tetap diteruskan.

Dalam naskah penyusunan Undang-Undang Dasar terlihat pertimbangan-pertimbangan yang diajukan para pendiri Republik bahwa mereka sepakat melaksanakan kebijakan desentralisasi. Dari mulai Indonesia merdeka hingga kini, diberlakukan kebijakan desentralisasi dalam semua undang-undang tentang pemerintahan daerah yaitu UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999 dan terakhir dengan UU No. 32 Tahun 2004.

Sejalan dengan itu, maka secara filosofis, tujuan utama yang ingin dicapai melalui penerapan kebijakan desentralisasi yaitu tujuan demokrasi dan tujuan kesejahteraan. Tujuan demokrasi akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang secara agregat akan menyumbang terhadap pendidikan politik secara nasional sebagai landasan utama dalam menciptakan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara serta mempercepat terwujudnya masyarakat madani. Tujuan kesejahteraan mengisyaratkan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis.

B.      Sistem Pemerintahan Daerah Sebelum Kemerdekaan

Pemerintah Daerah yang relatif otonom pertama kali didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda melalui Desentralisatie Wet Tahun 1903. Undang-undang ini hanya mencakup wilayah Jawa dan Madura saja. Sebelum Tahun 1903, seluruh wilayah Hindia Belanda diperintah secara sentral di bawah Gubernur Jenderal sebagai Wakil Raja Belanda di tanah jajahan. Disamping itu, terdapat juga daerah-daerah yang disebut ‘Swapraja’ yang diperintah oleh raja-raja pribumi setempat. Raja-raja tersebut memerintah berdasarkan kontrak politik yang ditandatangani dengan wakil Pemerintah Belanda dan diberikan tugas untuk menjalankan beberapa tugas atas nama pemerintah kolonial, di antara kerajaan tersebut adalah Yogyakarta, Surakarta, Deli dan Bone.

Perbedaan sistem pemerintahan daerah sebelum dan sesudah UU Tahun 1903 terletak pada eksistensi Dewan Daerah. Sebelum itu,  tidak terdapat sama sekali otonomi pemerintahan daerah. Semua unit pemerintah bersifat administratif atas dasar prinsip dekonsentrasi. Setelah UU Tahun 1903 diterbitkan, didirikanlah Dewan Daerah pada unit-unit pemerintahan tertentu, di mana mereka diberikan kewenangan menggali pendapatan daerah guna membiayai pemerintahan daerah. Anggota Dewan Daerah diangkat dari tokoh setempat, namun Gubernur, Residen, atau Bupati tetap diangkat  Pemerintah Pusat.

C.      Sistem Pemerintahan Daerah Paska Kemerdekaan

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia paska proklamasi ditandai dengan diberlakukannya berbagai peraturan perudang-undangan tentang pemerintahan daerah. Setiap undang-undang yang diberlakukan pada suatu kurun waktu tertentu menandai terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan daerah, yang mana hal ini sangat erat kaitannya dengan situasi politik nasional.

1.      Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Diterbitkan 23 Nopember 1945 dan merupakan undang-undang Pemerintahan Daerah yang pertama setelah kemerdekaan. Undang-undang tersebut didasarkan pasal 18 UUD 1945. Sistem pemerintahan daerah berdasarkan undang-undang tersebut adalah dibentuknya Komite Nasional Daerah pada setiap tingkatan daerah otonom terkecuali di tingkat provinsi. Komite tersebut bertindak selaku badan legislatif dan anggota-anggota diangkat oleh Pemerintah Pusat. Untuk menjalankan roda pemerintahan daerah, Komite memilih lima orang dari anggotanya untuk bertindak selaku badan eksekutif yang dipimpin Kepala Daerah. Kepala Daerah menjalankan dua fungsi utama; Sebagai Kepala Daerah Otonom dan sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerah tersebut. Sistem ini mencerminkan kehendak Pemerintah untuk menerapkan desentralisasi dan dekonsentrasi dalam sistem pemerintahan daerah, namun penekanannya lebih pada prinsip dekonsentrasi.

2.      Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948

UU No. 22 Tahun 1948 dikeluarkan 10 Juli 1948, dimaksudkan sebagai pengganti UU Nomor 1 Tahun 1945 yang dianggap tidak sesuai dengan semangat kebebasan. UU 22 Tahun 1948 hanya mengatur tentang daerah otonom dan sama sekali tidak menyinggung daerah administratif. Undang-undang tersebut hanya mengakui 3 tingkatan daerah otonom, yaitu provinsi, kabupaten atau kotamadya dan desa atau kota kecil. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh Dewan Pemerintahan Daerah (DPD). Kepala Daerah bertindak selaku Ketua DPD. Kepala Daerah diangkat oleh Pemerintah dari calon-calon yang diusulkan oleh DPRD. Walau demikian, terdapat klausul dalam Pasal 46 UU No. 22 Tahun 1948 yang memungkinkan Pemerintah untuk mengangkat orang-orang pilihan Pemerintah Pusat, yang umumnya diambil dari Pamong Praja untuk menjadi Kepala Daerah. Melalui klausul tersebut Pemerintah sering menempatkan calon yang dikehendaki tanpa harus mendapatkan persetujuan DPRD.

3.      Undang-undang Nomor 1 tahun 1957

UU 1 Tahun 1957 ditandai dengan penekanan lebih jauh lagi ke arah desentralisasi. UU No. 1 Tahun 1957 adalah produk sistem parlementer liberal hasil Pemilihan Umum pertama tahun 1955, di mana partai-partai politik menuntut adanya Pemerintah Daerah yang demokratik.

4.      Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6 Tahun 1959

Tanggal 16 Nopember 1959, sebagai tindak lanjut dari Dekrit Presiden, Pemerintah mengeluarkan Penpres 6 tahun 1959 untuk mengatur Pemerintah Daerah agar sejalan dengan UUD 1945. Dalam Penpres tersebut diatur bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD. Kepala daerah mengemban dua fungsi yaitu sebagai eksekutif daerah dan wakil Pusat di daerah. Kepala Daerah juga bertindak selaku Ketua DPRD. Sebagai eksekutif daerah, dia bertanggungjawab kepada DPRD, namun tidak bisa dipecat oleh DPRD. Sedangkan sebagai wakil Pusat dia bertanggungjawab kepada Pemerintah Pusat.

5.      Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965

Kebijakan pada UU No. 18 Tahun 1965 merupakan arus balik dari kecenderungan sentralisasi menuju desentralisasi. Hal ini nampak dari kebebasan yang diberikan kepada Kepala daerah dan BPH untuk menjadi anggota partai politik tertentu. Dengan demikian, kesetiaan atau loyalitas eksekutif daerah tidak lagi hanya kepada Pemerintah Pusat. Pada masa ini terjadi tuntutan yang kuat untuk memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah dan tuntutan pendirian daerah otonomi tingkat III yang berbasis pada Kecamatan. Kondisi tersebut akan memungkinkan Parpol untuk mendapatkan dukungan politis dari grass-roots.

6.      Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

Era demokratisasi terpimpin telah berakhir dan diganti oleh era pemerintahan Orde Baru. Dalam pengaturan pemerintahan daerah, UU 18 Tahun 1965 diganti dengan UU No. 5 Tahun 1974. Ada tiga prinsip dasar yang dianut  oleh UU No. 5 Tahun 1974, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Prakteknya, prinsip dekonsentrasi lebih dominan. Struktur pemerintahan daerah terdiri dari kepala Daerah Otonom dan sebagai Kepala Wilayah (yaitu Wakil Pemerintah di Daerah). DPRD mempunyai kewenangan melakukan pemilihan calon Kepala Daerah, namun keputusan akhir ada di tangan Pusat. Bangunan Pemerintah Daerah yang demikian, kondusif untuk menciptakan landasan yang kuat untuk pembangunan ekonomi. Sistem tersebut pada satu sisi telah menciptakan stabilitas, kondusif untuk menjalankan program-program nasional yang dilaksanakan di daerah. Namun pada sisi lain, kondisi telah menciptakan ketergantungan yang tinggi dalam melaksanakan otonominya, seperti ketergantungan dalam aspek keuangan, kewenangan, kelembagaan, personil, perwakilan termasuk pelayanan yang dihasilkan oleh Pemerintah Daerah.

7.      Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimaksudkan untuk mengoreksi UU 5 Tahun 1974 yang dirasa  sentralistik menjadi desentralistik dan mendekatkan pelayanan masyarakat menjadi pelayanan local, serta meningkatkan pendidikan politik masyarakat. Prinsif otonomi seluas-luasnya menjiwai hampir di semua pasal. Bahkan manajemen kepegawaian dan keuangan yang di UU pendahulunya diatur dengan ketat oleh Pusat didelegasikan secara penuh kepada Daerah. Sebagian besar istilah yang dipakai di UU ini mengadopsi dari UU No. 5 Tahun 1974, namun istilah “subsidi”, “ganjaran” dan “sumbangan” dihapus sama sekali, diganti dengan dana perimbangan. Menurut UU ini, Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat Daerah; DPRD berada di luar Pemerintah Daerah berfungsi sebagai Badan legislatif Daerah yang mengawasi jalannya pemerintahan. Otonomi daerah tetap dititik beratkan di Kabupaten/Kota, namun Bupati/Walikota tidak lagi bertindak selaku Wakil Pemerintah di Daerah. Fungsi ini dipegang hanya oleh Gubernur sebagai bagian dari Integrated Prefectoral System, Secara eksplisit, UU ini juga menyebutkan tidak ada hubungan hierarkhis antara Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam penyelenggaraannya, ternyata otonomi daerah yang diselenggarakan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 menghadapi berbagai potensi permasalahan,  antara lain (1) terjadinya konflik kewenangan seperti di Pelabuhan, Kehutanan, Investasi, Otorita Batam, dan banyak lagi lainnya; (2) Lembaga Daerah membengkak, pengelompokan tugas tidak tepat, biaya organisasi tinggi, biaya operasi dan infrastruktur terabaikan; (3) rekruitmen, pembinaan dan mutasi personil tidak berdasar kompetensi dan profesionalisme, pendekatan kedaerahan didahulukan; (4) sarana dan prasarana organisasi terabaikan, teknologi informasi belum terpakai optimal; (5) manajemen pembangunan dan pelayanan belum mengalami reformasi (perubahan) mendasar; (6) dalam menggali sumber penerimaan daerah telah terjadi pula berbagai ekses antara lain: peningkatan PAD yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi, ketergantungan daerah dari DAU yang mematikan kreatifitas daerah dan penerimaan sah lainnya yang belum dioptimalkan; (7) standar pelayanan minimum yang belum terumuskan dengan baik; dan (8) DPRD dalam system perwakilan (baru) menjadi sangat powerfull, Kepala Daerah (eksekutif) tersandera oleh Laporan Pertanggungjawaban.

8.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 

Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai amanat UUD 1945 yang telah di amandemen, maka UU No. 22 Tahun 1999 telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ini  merupakan penyempurnaan dalam rangka menyesuaikan dengan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.

Secara garis besar penyempurnaan terhadap UU No. 22 Tahun 1999 didasarkan untuk penyesuaian ketentuan di dalam UU No. 22 Tahun 1999 dengan UUD 1945, Ketetapan dan Keputusan MPR serta penyerasian dan penyelarasan dengan undang -undang bidang politik dan undang-undang lainnya. Di samping itu juga melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan di dalam UU No. 22 Tahun 1999 yang menimbulkan permasalahan, menyebabkan penafsiran ganda dan belum lengkap.

Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia memasuki babak baru dengan terbitnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2004. Undang-undang tersebut secara substansial mengubah  beberapa paradigma penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam UU No. 22 Tahun 1999. Salah satunya adalah desentralisasi dan dekonsentrasi dipandang sebagai sesuatu yang bersifat kontinum bukan bersifat dikotomis. Secara filosofi, keberadaan Pemerintahan Daerah disebabkan karena adanya masyarakat pada daerah otonomi. Pemerintahan Daerah dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga keberadaan Pemerintahan Daerah dalam rangka pemberian pelayanan merupakan inti dari penyelenggaraan otonomi daerah. Orientasi pemberian pelayanan kepada masyarakat ini dapat dilihat antara lain dalam hal pembentukan daerah yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik, mempercepat kesejahteraan masyarakat, serta sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu maka pembentukan daerah mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya otonomi daerah. Dalam pembentukan daerah, UU No. 32 Tahun 2004 juga mengatur persyaratan administrasi, teknis dan fisik kewilayahan.  Hal ini dimaksudkan agar pembentukan daerah dapat menjamin terselenggaranya pelayanan secara optimal

Akar masalah yang muncul adalah kesalahan dalam mempersepsikan otonomi daerah. Otonomi seringkali diukur dengan kemampuan keuangan daerah. Akibatnya konsep “urusan” lebih dikaitkan dengan “keuangan”, yaitu hak daerah untuk menggali sumber keuangan dan bukan untuk memberikan pelayanan. Akibatnya,  terjadi perebutan urusan antar tingkatan pemerintahan dengan justifikasinya masing-masing yang bermuara pada terlantarnya pelayanan masyarakat.

Orientasi pelayanan masyarakat di dalam UU No. 32 Tahun 2004, dicerminkan dalam pembagian urusan antar tingkat pemerintahan. Pembagian urusan pemerintahan dalam konteks desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah kepada daerah otonom. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah hanyalah urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah saja (eksekutif), tidak termasuk urusan yang menjadi kewenangan legislatif (pembuatan UU) dan urusan yang menjadi kewenangan yudikatif (peradilan), Pembagian urusan pemerintahan berangkat dari adanya diktum tidak mungkin urusan diselenggarakan semuanya oleh Pemerintah atau semuanya diserahkan kepada daerah.

Berkenaan dengan pembagian urusan pemerintahan terdapat pembagian urusan yang spesifik. Pertama, urusan yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah Pusat, meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi, dan agama. Kedua, urusan yang bersifat concurrent atau urusan yang dapat dikelola bersama antara Pusat, provinsi, atau pun kabupaten/Kota. Pembagian urusan ini  diatur dalam pasal 11 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, dengan menggunakan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dalam rangka mewujudkan proporsionalitas pembagian urusan pemerintahan, sehingga ada kejelasan siapa melakukan apa. Dalam urusan bersama yang menjadi kewenangan daerah terbagi dua, yakni urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat pilihan adalah hal yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan.

Adanya pengaturan yang bersifat wajib, sangat terkait dengan kebutuhan mendasar masyarakat, sehingga menjadi kewajiban bagi Pemerintah Daerah untuk menyediakan pelayanan yang prima. Adanya pengaturan tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan daerah melakukan urusan yang kurang relevan dengan kebutuhan warganya dan tidak terperangkap untuk melakukan urusan atas pertimbangan pendapatan semata. Selanjutnya agar penyediaan pelayanan kepada masyarakat mampu memenuhi ukuran kelayakan minimal, pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah Daerah harus berpedoman kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Pemerintah. Selain melaksanakan urusan yang bersifat wajib, dalam menyelenggarakan otonomi, daerah juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004, sebagai penegasan bahwa Pemerintahan Daerah merupakan sub-sistem dari sistem pemerintahan Nasional dalam perspektif pemberian pelayanan umum. Sebagai implikasi dari penataan urusan perlu dilakukan penataan kelembagaan yang pada prinsipnya merupakan pewadahan dari urusan yang diserahkan kepada daerah yaitu lembaga Pemerintahan Daerah (Pemerintah Daerah dan DPRD), serta ditetapkan organisasi dan tata kerja Perangkat Daerah melalui Peraturan Daerah.

Aspek penting lainnya adalah aspek demokratisasi yang diukur dari unsur keterlibatan masyarakat dalam menentukan pejabat publik di daerah. Berdasarkan konsep ini, pemerintahan dapat dikatakan demokratis apabila para pejabat yang memimpin Pemerintahan Daerah itu dipilih secara langsung dan bebas oleh masyarakat dengan cara yang terbuka dan jujur. Oleh sebab itu, maka berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah akan dipilih secara langsung oleh rakyat yang selambat-lambatnya akan dilaksanakan pada bulan Juni Tahun 2005. Melalui Pemilihan yang demokratis ini diharapkan akan memperkuat posisi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam mewujudkan Hubungan Kemitraan antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Hubungan antara Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan Otonomi Daerah sesuai fungsi masing-masing, sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung, bukan merupakan lawan ataupun pesaing dalam melaksanakan fungsi masing-masing. Keberadaan DPRD yang merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah haruslah mampu menciptakan check and balances disamping melalui fungsi anggaran yaitu dalam menyusun APBD juga melalui fungsi legislasi dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah, untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktek KKN.

  1. Implementasi desentralisasi di indonesia

Demi pelaksanaan demokrasi, sudah saatnya digunakan sistem otonomi yang seluas-luasnya dalam pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa macam kekuasaan yang strategis yang tetap dipegang oleh pemerintah pusat. Menurut teori residu hanya ada lima kekuasaan yang sebaiknya di urus oleh pemerintah pusat, yakni 1) bidang pertahanan dan keamanan, 2) bidang moneter, 3) bidang luar negeri, 4)bidang agama, 4) bidang peradilan. Kekuasaan lainnya merupakan kekuasaan yang diurus oleh Pemerintah Daerah.

  • Aspek politik

Dari sudut politik, desentralisasi ini dimaksudkan untuk mendemokrasikan Pemerintah Daerah. Masyarakat daerah harus dapat dengan leluasa memilih kepada pemerintahannya sendiri, serta menyusun dan membuat peraturan sendiri. Dengan perkataan lain ,apapun yang terjadi di daerah adalah from the people, by the people, and for the people. Intervensi pusat terhadap daerah harus dikurangi dan dibatasi, sehingga kemandirian daerah benar-benar dapat terwujud.

Dalam bidang politik, ekonomi seluas-luasnya harus ditandai dengan semakin besarnya wewenang dan kemandirian DPRD. DPRD harus berwenang dan secara mandiri memilih calon Kepala Daerahnya dan kemudian diresmikan pengangkatannya oleh Pemerintah Pusat.

DPRD juga harus berwenang meminta pertanggungjawaban Kepala Daerah yang tidak memenuhi harapan rakyat. Terkait dalam hal ini, maka sangat relevan pencabutan Dwifungsi ABRI, terutama pengangkatan Anggota ABRI dalam lembaga legislative dan eksekutif seperti Gubernur dan Bupati/Walikota.

 

  • Aspek Teknis

Dari sudut teknis, pelaksanaan ini ditujukan untuk memperoleh efisiensi dan efektifitas yang maksimal dalam penyelenggaraan Pemda. Hal ini meliputi urusan rumah tangga mana yang paling cocok dan paling tepat dikerjakan oleh Daerah, bidang pekerjaan apa yang sebaiknya tetap dilakukan oleh lembaga pemerintah pusat dan bekerja sama yang bagaimana yang busa dilakukan oleh beberapa Daerah agar memperoleh hasil yang sebaik-baiknya. Dengan perkataan lain aspek teknis ini bersifat kasualistis, tergantung kepada situasi dan kondisi masing-masing daerah.

 

  • Aspek Ekonomis

Dalam bidang ekonomi, Otonomi Daerah yang seluas-luasnya harus ditujukan kepada perubahan pengaturan hubungan antara Pusat dengan Daerah. UU tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang harus dapat menjamin agar daerah memperoleh bagian yang lebih proporsional sehingga dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pengaturan tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Perusahaan Daerah juga harus ditinjau kembali, dengan demikian daerah dapat mengembangkan kreasinya dalam mencari berbagai pendapatan daerah yang potensial. Sumber-sumber pajak daerah yang tradisional yang sudah dihapuskan.

 

Dalam ketatanegaraan di Indonesia, pada waktu menggunakan sistem pemerintahan parlementer, dipergunakan asas otonomi yang seluas-luasnya, sehingga aspek demokrasi atau politik ini tampak menonjol. Hal ini diwujudkan dengan besarnya kekuasaan DPRD. Wewenang DPRD tidak terbatas pada pemilihan calon Kepala Daerah dan mengusulkan kepada pusat untuk menghentikannya. Meskipun demikian asas desentralisasi itu kurang memperhatikan aspek teknis, sehingga kemampuan Daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat kurang dapat terlaksana. Sebaliknya pada masa Orde Baru aspek teknis diutamakan akan tetapi aspek politiknya diabaikan, dan DPRD hampir sama sekali tidak mampu melaksanakan fungsi perwakilannya.

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami transformasi kekuasaan seperti sekarang ini. Sejak runtuhnya Orde Baru, gelombang reformasi telah mengubah format terpusat di Jakarta kini semakin terdistribusi ke pemerintahan di daerah-daerah melalui proses desentralisasi.

Desentralisasi sesungguhnya membawa angin segar bagi tumbuhnya demokrasi dan partisipasi warga dalam segenap aktifitas pembangunan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesetaraan antar golongan, memperluas keadilan sosial dan memperbaiki kualitas kehidupan rakyat banyak. Konsep tentang demokrasi representatif dan patisipatoris misalnya lebih mudah diterapkan di tingkat pemerintahan daerah , karena skala kedaerahan dan kedekatannya dengan komunitas lokal.

Namun dalam kenyataannya, suara-suara yang terdengar dari realisasi desentralisasi itu tidak terlalu memuaskan. Umumnya, argumentasi pesimis menyatakan bahwa desentralisasi hanya memperkuat elit-elit lokal, menyuburkan primordialisme, mendaerahkan KKN dan meng KKN kan daerah. Bahkan argumentasi yang lebih pesimis lagi menyatakan bahwa desentarlisasi menyulut disintegrasi bangsa.

 

  1. Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi

• Segi Ekonomi

Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Seperti yang diberitakan pada majalah Tempo Januari 2003 “Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Komunitas Lokal”.

Tetapi, penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN. Seperti yang dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004 (www.tempointeraktif.com) “Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah”.

“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai wilayah di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD”.

• Segi Sosial Budaya

Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut.

Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial budaya adalah masing- masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung ikut melunturkan kesatuan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri.

• Segi Keamanan dan Politik

Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah. Sebagaimana pada artiket Asian Report 18 juli 2003 ”Mengatur Desentralisasi Dan Konflik Disulawesi Selatan”

”……………..Indonesia memindahkan kekuasaannya yang luas ke kabupaten-kabupaten dan kota-kota – tingkat kedua pemerintahan daerah sesudah provinsi – diikuti dengan pemindahan fiskal cukup banyak dari pusat. Peraturan yang mendasari desentralisasi juga memperbolehkan penciptaan kawasan baru dengan cara pemekaran atau penggabungan unit-unit administratif yang eksis. Prakteknya, proses yang dikenal sebagai pemekaran tersebut berarti tidak bergabung tetapi merupakan pemecahan secara administratif dan penciptaan beberapa provinsi baru serta hampir 100 kabupaten baru.

Dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan meningkatnya ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi konflik baru dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi lokal yang memanipulasi ketegangan untuk kepentingan personal. Namun begitu, proses desentralisasi juga telah meningkatkan prospek pencegahan dan manajemen konflik yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang lebih dipercaya……..”

Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.

Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.

JAKARTA, KOMPAS.com – Sepuluh tahun setelah pelaksanaannya, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) meninjau kembali dampak pelaksanaan kebijaksanaan desentralisasi di Indonesia. Didukung oleh Decentralization Support Facility (DSF), peninjauan kembali ini menekankan pentingnya upaya meningkatkan peran dan fungsi pemerintah provinsi dalam tatanan pelaksanaan desentralisasi yang saat ini dinilai masih belum spesifik dalam mengatur lima dimensi pembangunan daerah.

Kelima bidang yang dinilai masih belum spesifik dalam pembangunan daerah adalah hukum, kebijakan, dan pranata hubungan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten; tata kelola pemerintahan provinsi; relasi fiskal pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten-kota; peran provinsi dalam pembangunan dengan perspektif kewilayahan; serta geografi dan relasi ekonomi provinsi dan kabupaten-kota. Pada saat yang sama, kegiatan ini juga meluncurkan laporan terbaru Studi Alternatif Pemekaran Daerah di Indonesia, dan Paparan Kebijaksanaan UNDP yang menyoroti peran pemerintah provinsi.

Desentralisasi sudah menjadi realita di Indonesia, kata Sofian Efendi, Penyelia Senior UNDP untuk bidang Desentralisasi, di Jakarta, Kamis (25/6).

Menurut Sofian, dalam sepuluh tahun terkhir ini, pemerintah Indonesia telah berhasil mengalihkan upaya-upaya penyediaan pelayanan publik ke pemerintah kabupaten/kota, mengalih-tugaskan sekitar 2,5 juta pegawai negeri sipil, serta menempatkan proses pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah langsung kepada para pemberi suara (voter) mereka.

Peningkatan peran pemerintah provinsi sebenarnya telah digariskan dalam UU No. 32/2004, namun masih memerlukan elaborasi lanjut mengenai bagaimana tepatnya peran dan posisi provinsi yang ideal dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, kata Arifin Rudiyanto, Direktur Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.

Tantangan-tantangan seputar kebijaksanaan desentralisasi Indonesia masih bermuara pada ketidakjelasan hukum dan perundangan yang mengatur pelaksanaan kebijakan ini di tingkat provinsi. Karakter pelaksanaannya masih diwarnai oleh kebijakan yang tidak konsisten.

Pengaturan fiskal, misalnya, menyebabkan ketergantungan pemerintah provinsi terhadap transfer dana dari pemerintah pusat. Ketatnya alokasi fiskal ini membatasi inisiasi program-program pembangunan lain pemerintah daerah, di luar sektor kesehatan dan pendidikan yang dinilai telah meningkat dengan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Disamping itu, peran dan fungsi penting pemerintah provinsi tidak begitu jelas dijabarkan dalam undang-undang Pemerintahan Daerah, UU no.32/2004 dan UU no. 33/2004. Hal ini menyebabkan proses perencanaan, penganggaran dan pengawasan belum sepenuhnya terkonsolidasi sehingga berpengaruh langsung terhadap mutu pelaksanaan dan pengadaan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Lebih lanjut lagi, walaupun pemerintah provinsi belum memiliki fungsi dan peran yang jelas, namun mereka dibutuhkan untuk mewakili pemerintah pusat dalam mengemban fungsi dan tugas pemerintah pusat. Karena pemerintah provinsi tidak memiliki wewenang administratif terhadap pemerintah kabupaten/kota, upaya pelaksanaan pengawasan pun menjadi sulit. Hal ini turut menyebabkan lemahnya wewenang keuangan pemerintah provinsi terhadap pemerintah kabupaten/kota.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Saran

 

 

 

 

Daftar Pustaka

salamm, Alfitra. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press

Seminar Desentralisasi Pemerintahan “Inventarisasi Penyerahan Urusan Pemerintahan” Refleksi 10 tahun Otonomi Daerah, Ditjen Otda – Depdagri.

Marzuki, M. Laica, 2007. “Hakikat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI – Jurnal Konstitusi Vol. 4 Nomor 1 Maret 2007″, Jakarta : Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

4http://ekoprasojo.com/2008/04/08/konstruksi-ulang-hubungan-pemerintah-pusat-dan-pemerintah-daerah-di-indonesia-antara-sentripetalisme-dan-sentrifugalisme/

Click to access sp3_2_priyanto.pdf

Undang-Undang No. 22/1999

Undang-Undang No. 32/2004

Undang-Undang No. 33/2004

http://hukum.kompasiana.com/2010/07/26/sejarah-desentralisasi-di-indonesia.html

http://andinurseila.wordpress.com/2013/05/31/dampak-pemerintahan-desentralisasi/

http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/03/19/perjalanan-kebijakan-desentralisasi-di-indonesia/

 

 

 

kata bijak tan malaka

Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.”
Tan Malaka

“Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil sendiri.
(bab 3, ilmu alam -science page 99)”
Tan Malaka, Madilog

“Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi”
Tan Malaka

“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan”
Tan Malaka

“Kalau suatu negara seperti Amerika mau menguasai samudra dan dunia, dia mesti rebut Indonesia lebih dahulu buat sendi kekuasaan. (Pendahuluan – Melihat ke muka page 35-36)”
Tan Malaka, Madilog

“BERGELAP-GELAPLAH DALAM TERANG, BERTERANG-TERANGLAH DALAM GELAP ! ”
Tan Malaka

“cuma manusia pengecut atau curang yang tiada ingin melakukan pekerjaan yang berat, tetapi bermanfaat buat masyarakat sekarang dan dihari kemudian itu”
Tan Malaka, Islam dalam Tinjauan Madilog: Materialisme Dialektika Logika
“Berpikir besar kemudian Bertindak”
Tan Malaka, Madilog